Maman S. Mahayana
http://mahayana-mahadewa.com/
Majalah Sastra, Agustus 1968, pernah memuat sebuah cerpen karya Kipanji-kusmin, berjudul “Langit Makin Mendung”. Belakangan, cerpen ini dianggap menghi-na Nabi Muhammad, dan dengan begitu, sekaligus juga berarti melecehkan agama Islam. Reaksi keras dari umat Islam pun mengalir. Pada tanggal 22 Oktober 1968, Kipanjikusmin kemudian menyatakan mencabut cerpennya itu. Tetapi persoalannya tidaklah berhenti sampai di situ. H.B. Jassin, selaku penanggung jawab majalah itu diminta mempertanggungjawabkannya. Paus Sastra itupun lalu diadili di pengadilan.
Itulah salah satu peristiwa penting dalam sejarah kesusastraan Indonesia. Perta-nyaannya kini: mengapa terjadi peristiwa semacam itu; bagaimana hubungan antara sastra dan agama dan di mana pula tempat kebebasan berkreasi (licentia poetica), sehingga masyarakat menolak cerpen (:karya sastra) yang seperti itu? Pertanyaan lain tentu saja dapat kita ajukan lebih panjang lagi. Tetapi, dalam konteks ini, kita melihat, bahwa sastra tidak terlepas dari kehidupan sosio-kultural. Ketika sastra menyinggung-nyinggung soal agama, ia dapat menimbulkan masalah atau justru sengaja dijadikan sebagai alat berdakwah. Sesungguhnya, persoalannya sangat bergantung pada cara penyajian dan kemasan yang digunakannya; bagaimana pesan-pesan agama dikemas dan disajikan dalam karya sastra.
Jika ia menampilkan catatan kritis atas penyalahgunaan simbol-simbol agama tanpa memberi ruang bagi penafsiran yang lain, maka sangat mungkin akan muncul reaksi dari masyarakat penganut agama yang bersangkutan. Kasus cerpen “Langit Makin Mendung” adalah contoh, bagaimana simbol-simbol agama disajikan dan dike-mas secara eksplisit dan artifisial. Sebaliknya, jika ia dikemas rapi dan disajikan secara mendalam, hasilnya sangat mungkin justru menjadi karya agung. Jalaluddin Rumi, Rabiah Al-Adawiyah, Fariduddin Attar, Mohammad Iqbal dan sastrawan sufi lainnya adalah sastrawan yang berhasil mengemas pesan agama ke dalam estetika sastra.
***
Dalam sejarah sastra Indonesia, sejumlah pujangga besar yang juga pernah menyampaikan pesan agama tanpa harus meninggalkan estetika sastra, dapatlah disebutkan beberapa di antaranya, Hamzah Fansuri, Raja Ali Haji, Yasadipura I. Dalam deretan sastrawan modern, Amir Hamzah termasuk salah satunya. Belakangan, terutama selepas memasuki dasawarsa tahun 1970-an, kecenderungan mengangkat sastra yang bernafaskan agama, tampak makin semarak. Maka tidak heran jika kemudian muncul usaha-usaha untuk merumuskan karya mereka sebagai sastra religius, sufisme, atau sastra yang berdimensi transendental.
Di bidang drama, misalnya, kita dapat menunjuk karya-karya Arifin C. Noer. Sejumlah besar dramanya, jelas sangat dipengaruhi oleh tradisi keagamaan kaum sufi. Dan Arifin mengangkatnya dalam kemasan keterasingan manusia dalam berhadapan dengan problem masyarakat modern. Lunturnya nilai-nilai keagamaan, dekadensi moral, atau bahaya pencemaran lingkungan merupakan tema-tema dramanya. Simak saja, Kapai-Kapai, Sumur Tanpa Dasar, atau Ozon, terkandung misi keagamaan yang hendak ditawarkannya.
Di bidang prosa, kita juga dapat menemukan dakwah keagamaan pada karya Mohammad Diponegoro (Siklus, 1975), Kuntowijoyo (Khotbah di atas Bukit, 1976), Ahmad Tohari (Kubah, 1980), Motinggo Busye (Sanu, Infinita-Kembar, 1985), dan teristimewa pula pada karya-karya sastrawan sebelumnya. Novel-novel Hamka, Djamil Suherman, Muhammad Ali, El hakim, Idrus, Achdiat Karta Mihardja, secera jelas banyak dipengaruhi oleh sikap religiusitas pengarangnya.
Di Bawah Lindungan Kabah, karya Hamka, misalnya, mengambil latar di Mekah, dan di dalamnya kita dibawa pada suasana keagamaan yang intens. Begitu pula novel Djamil Suherman, Perjalanan ke Akherat (1963) yang menggambarkan alam kubur dan keadaan di surga dan neraka. Suasana keagamaan itu juga terasa begitu kuat pada novel Di Bawah Naungan Al-Quran (1957) karya Muhammad Ali dan Atheis (1948) karya Achdiat Karta Mihardja, meskipun Atheis lebihbanyak mengungkapkan kegelisahan dan ketakutan tokoh Hasan dalam menghadapi akhirat. Sejumlah drama serta novel-novel yang bernapaskan keagamaan, tentu masih dapat kita sebutkan lebih banyak lagi. Itu artinya, baik di bidang drama, maupun prosa, para sastrawan kita secara sadar tak pernah melepaskan diri dari tanggung jawabnya sebagai makhluk Tuhan. Dan dakwah keagamaannya diselusupkan ke dalam karya-karyanya sebagai manifestasi pengabdian kepada Tuhan dan kepada umatnya.
Penyair Taufiq Ismail, misalnya, secara sadar berusaha konsisten dengan sikap keagamaannya. Ia mengatakan bahwa berkarya mesti didasarkan pada “Niat karena Allah, diperuntukkan bagi manusia.” Oleh karena itu, ia menyarankan: “Buatlah kesenian atau kesusastraan yang membuat orang jadi ingat Allah senantiasa. Ciptakan bentuk dan isi keindahan yang membuhul orang dalam hubungan tak putus-putus dengan Allah.”
***
Yang menarik dalam hal menyimak dakwah keagamaan yang dilakukan para sastrawan Indonesia, justru di bidang puisi. Boleh jadi karena bahasa puisi lebih dapat mewakili ekspresi jiwa si penyair, atau mungkin juga karena pengaruh sikap keagamannya yang begitu kuat. Yang jelas, sikap religiusitas sastrawan Indonesia, justru lebih banyak terlihat dalam puisi, dibandingkan dalam drama atau prosa. Di samping itu, para penyairnya juga tidak terbatas pada mereka yang beragama Islam, tetapi juga mereka yang beragama Kristen. J.E. Tatengkeng, misalnya, lewat kumpulan sajaknya, Rindu Dendam (1934), banyak menyuarakan nafas Kristiani. Dan oleh karena itu pula karyanya dipandang lebih berdimensi transendental.
Amir Hamzah, Raja Penyair Pujangga Baru, banyak mengungkapkan kerindu-annya untuk jumpa dengan Tuhan, sebagaimana dapat kita simak dalam Nyanyi Sunyi (1937) dan Buah Rindu (1941). Sajak-sajak Amir Hamzah ini mengesankan adanya pengaruh kuat para penyair sufi, seperti Hamzah Fansuri atau Jalaluddin Rumi.
Ternyata, para penyair kita dewasa ini –sadar atau tidak– banyak pula mengikuti jejak Amir Hamzah. Atau setidak-tidaknya mempunyai kecenderungan yang sama, sungguhpun dalam bentuk, gaya, dan pengucapan yang berbeda. Sekedar menyebut beberapa di antaranya yang menonjol, Mustopa Bisri, Emha Ainun Nadjib, Sutardji Calzoum Bachri, Hamid Jabbar, D. Zawawi Imron, Abdul Hadi WM, Taufiq Ismail, dan sederetan nama lain yang tentu akan sangat panjang jika dituliskan di sini.
Perhatikanlah, misalnya, sebait puisi karya Abdul Hadi WM yang berjudul “Tuhan, Kita Begitu Dekat” berikut ini:
Tuhan
Kita begitu dekat
Sebagai api dengan panas.
Aku panas dalam apimu.
Perhatikan pula larik-larik terakhir puisi Taufiq Ismail yang berjudul “Ya Rasul” berikut ini:
Dari sela-sela daunan
Sejarah
melintas bayang sosokmu
di antara tahiyat
gerisik gamismu lewat!
Lamat
Lamat
Ya Rasul, Rasulku!
Jika puisi Abdul Hadi memperlihatkan pengagungan si aku liris pada Sang Khalik, maka puisi Taufiq Ismail mengungkapkan kedekatan dan sekaligus kerinduan pada Rasul, meskipun jarak waktu yang panjang memisahkannya.
***
Menyinggung cerpen-cerpen Indonesia yang bernafaskan keagamaan, tentulah kita dapat dengan mudah menyebutkan sejumlah nama, seperti Danarto, Muhammad Diponegoro, Muhammad Fudoli, Djamil Suherman, Kuntowijoyo atau Ahmad Tohari, bahkan tidak hanya menyerap tradisi pesantren yang pernah digelutinya, tetapi juga se-dikit banyak, terpengaruh pemikiran para sastrawan besar Islam dan karya kaum sufi.
Sementara itu, pengaruh tradisi pesantren serta tradisi budaya setempat, seperti Jawa, Sunda, atau Minangkabau, tak dapat mereka lepaskan begitu saja. Maka, karya-karya mereka sudah merupakan percampuran dari berbagai pengaruh. Mohammad Diponegoro, Muhammad Fudoli, dan Djamil Suherman, dibesarkan dalam suasana pesantren dan pendidikan agama yang kuat. Sedangkan Danarto banyak dipengaruhi oleh cerita-cerita wayang dan kebudayaan Jawa, sebagaimana yang tampak dalam kumpulan cerpen Godlob.
Cerpen-cerpen Danarto yang terkumpul dalam Adam Ma’rifat (1982), Godlob (1975) dan Berhala (1987), banyak sekali menampilkan tokoh-tokoh wayang atau yang berkarakter wayang. Oleh karena itu, untuk melihat misi keagamaan dalam cerpen-cerpen Danarto, sedikitnya kita memerlukan acuan dunia pewayangan dan kebudayaan Jawa. Bahkan, cerpennya yang berjudul “Lempengan-Lempengan Cahaya” menampilkan Al-Fatihah sebagai tokoh utamanya.
***
Begitulah, sebenarnya karya sastra Indonesia (cerpen, novel, puisi, dan drama) sangat kaya dengan tema atau nafas keagamaan. Dan tema-tema keagamaan itu niscaya akan terus menyemarakkan khazanah kesusastraan Indonesia. Sebab, bagaimanapun juga, seperti yang dikatakan Seldon Norman Grebstein –kritikus sosio-kultural– bahwa setiap karya sastra adalah hasil dari suatu interaksi sosial dan faktor-faktor kultural yang kompleks, dan karya sastra itu sendiri merupakan objek kultural yang kompleks. Ia tidak akan dapat dipahami sepenuhnya, jika karya itu dipisahkan dari lingkungan kebudayaan dan masyarakat yang menghasilkannya, termasuk di dalamnya tanggung jawabnya sebagai makhluk Tuhan.
*) Pengajar FSUI, Depok.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Khoirul Anam
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abd. Basid
Abdul Aziz
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar
Abdul Hadi W.M.
Abdul Rauf Singkil
Abdul Rosyid
Abdul Salam HS
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Alawi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abu Nawas
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Ach. Tirmidzi Munahwan
Achmad Faesol
Adam Chiefni
Adhitya Ramadhan
Adi Mawardi
Adian Husaini
Aditya Ardi N
Ady Amar
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afrizal Malna
Afrizal Qosim
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Fahri Husein
Agus Fathuddin Yusuf
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Baso
Ahmad Fatoni
Ahmad Hadidul Fahmi
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Syafii Maarif
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rohim
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Sahal
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alang Khoiruddin
Alang Khoirudin
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Aliansyah
Allamah Syaikh Dalhar
Alvi Puspita
AM Adhy Trisnanto
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Amin Hasan
Aminullah HA Noor
Amir Hamzah
Ammar Machmud
Andri Awan
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjar Nugroho
Anjrah Lelono Broto
Antari Setyowati
Anwar Nuris
Arafat Nur
Ariany Isnamurti
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arifin Hakim
Arman AZ
Arwan
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Juanda
Asep S. Bahri
Asep Sambodja
Asep Yayat
Asif Trisnani
Aswab Mahasin
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Azizah Hefni
Azwar Nazir
B Kunto Wibisono
Babe Derwan
Badrut Tamam Gaffas
Bale Aksara
Bandung Mawardi
Bastian Zulyeno
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budiawan Dwi Santoso
Buku Kritik Sastra
Candra Adikara Irawan
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cawapres Jokowi
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abhsar
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
CNN Indonesia
Cucuk Espe
Cut Nanda A.
D Zawawi Imron
D. Dudu AR
Dahta Gautama
Damanhuri Zuhri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Danuji Ahmad
Dati Wahyuni
Dea Anugrah
Dea Ayu Ragilia
Dede Kurniawan
Dedik Priyanto
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Detti Febrina
Dewi Kartika
Dian Sukarno
Dian Wahyu Kusuma
Didi Purwadi
Dien Makmur
Din Saja
Djasepudin
Djauharul Bar
Djoko Pitono
Djoko Saryono
DM Ningsih
Doddy Hidayatullah
Donny Syofyan
Dr Afif Muhammad MA
Dr. Simuh
Dr. Yunasril Ali
Dudi Rustandi
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dyah Ratna Meta Novia
E Tryar Dianto
Ecep Heryadi
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy A Effendi
Edy Susanto
EH Ismail
Eka Budianta
Ekky Malaky
Eko Israhayu
Ellie R. Noer
Emha Ainun Nadjib
Esai
Esha Tegar Putra
Evi Melyati
Fachry Ali
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faizal Af
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fazabinal Alim
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Furqon Lapoa
Fuska Sani Evani
Geger Riyanto
Ghufron
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
Gus Muwaffiq
Gusriyono
Gusti Grehenson
H Marjohan
H. Usep Romli H.M.
Habibullah
Hadi Napster
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hammam Fathulloh
Hamzah Fansuri
Hamzah Sahal
Hamzah Tualeka Zn
Hanibal W.Y. Wijayanta
Hanum Fitriah
Haris del Hakim
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Basri Marwah
Hasnan Bachtiar
Hasyim Asy’ari
Helmy Prasetya
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Heri Listianto
Heri Ruslan
Herry Lamongan
Herry Nurdi
Heru Kurniawan
Hilmi Abedillah
Hotnida Novita Sary
Hudan Hidayat
Husein Muhammad
I Nyoman Suaka
Ibn ‘Arabi (1165-1240)
Ibn Rusyd
Ibnu Sina
Ibnu Wahyudi
Idayati
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imadi Daimah Ermasuri
Imam Hamidi Antassalam
Imam Khomeini
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Nasri
Imron Tohari
Indonesia O’Galelano
Indra Kurniawan
Indra Tjahyadi
Inung As
Irma Safitri
Isbedy Stiawan Z.S.
Istiyah
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
J Sumardianta
Jadid Al Farisy
Jalaluddin
Jalaluddin Rakhmat
Jamal Ma’mur Asmani
Jamaluddin Mohammad
Javed Paul Syatha
Jaya Suprana
Jember Gemar Membaca
Jo Batara Surya
Johan Wahyudi
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K. Muhamad Hakiki
K.H. A. Azis Masyhuri
K.H. Anwar Manshur
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
Kabar Pesantren
Kafiyatun Hasya
Kanjeng Tok
Kasnadi
Kazzaini Ks
KH Abdul Ghofur
KH. Irfan Hielmy
Khansa Arifah Adila
Khoirul Anwar
Khoirur Rizal Umami
Khoshshol Fairuz
Kiai Muzajjad
Kiki Mikail
Kitab Dalailul Khoirot
Kodirun
Komunitas Deo Gratias
Koskow
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurtubi
Kuswaidi Syafi’ie
Kyai Maimun Zubair
Lan Fang
Larung Sastra
Leila S. Chudori
Linda S Priyatna
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP
Lukman Asya
Lukman Santoso Az
M Arif Rohman Hakim
M Hari Atmoko
M Ismail
M Thobroni
M. Adnan Amal
M. Al Mustafad
M. Arwan Hamidi
M. Bashori Muchsin
M. Faizi
M. Hadi Bashori
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Mustafied
M. Nurdin
M. Yoesoef
M. Yunis
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
M.S. Nugroho
M.Si
M’Shoe
Mahamuda
Mahdi Idris
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahrus eL-Mawa
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mansur Muhammad
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marjohan
Marsudi Fitro Wibowo
Martin van Bruinessen
Marzuki Wahid
Marzuzak SY
Masduri
Mashuri
Masjid Kordoba
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni el-Moezany
Matroni Muserang
Mbah Dalhar
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftahul Ulum
Mila Novita
Mochtar Lubis
Moh. Ghufron Cholid
Mohamad Salim Aljufri
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Yamin
Muh. Khamdan
Muhajir Arrosyid
Muhammad Abdullah
Muhammad Affan Adzim
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih AR
Muhammad Amin
Muhammad Anta Kusuma
Muhammad Ghannoe
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Kosim
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Mukhlisin
Muhammad Quraish Shihab
Muhammad Subhan
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yasir
Muhammad Yuanda Zara
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyiddin
Mujtahid
Muktamar Sastra
Mulyadi SA
Munawar A. Djalil
Munawir Aziz
Musa Ismail
Musa Zainuddin
Muslim
Mustafa Ismail
Mustami’ tanpa Nama
Mustofa W Hasyim
Musyafak
Myrna Ratna
N. Mursidi
Nasaruddin Umar
Nashih Nashrullah
Naskah Teater
Nasruli Chusna
Nasrullah Thaleb
Nelson Alwi
Nevatuhella
Ngarto Februana
Nidia Zuraya
Ninuk Mardiana Pambudy
Nita Zakiyah
Nizar Qabbani
Nova Burhanuddin
Noval Jubbek
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nur Fauzan Ahmad
Nur Wahid
Nurcholish
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Orasi Budaya
Pangeran Diponegoro
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
Pesantren Tebuireng
Pidato
Politik
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pramoedya Ananta Toer
Prof. Dr. Nur Syam
Profil Ma'ruf Amin
Prosa
Puisi
Puji Hartanto
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
Purwanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
PUstaka puJAngga
Putera Maunaba
Putu Fajar Arcana
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rakhmat Nur Hakim
Ramadhan Alyafi
Rameli Agam
Rasanrasan Boengaketji
Ratnaislamiati
Raudal Tanjung Banua
Reni Susanti
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Retno HY
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Rinto Andriono
Risa Umami
Riyadhus Shalihin
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rohman Abdullah
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifuddin Syadiri
Saifudin
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Salahuddin Wahid
Salamet Wahedi
Salman Faris
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra Pesantren
Sastrawan Pujangga Baru
Satmoko Budi Santoso
Satriwan
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra Boenga Ketjil
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siswanto
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slavoj Zizek
Snouck Hugronje
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sufyan al Jawi
Sugiarta Sriwibawa
Sulaiman Djaya
Sundari
Sungatno
Sunu Wasono
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susringah
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaiful Amin
Syaifullah Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syeikh Abdul Maalik
Syeikh Muhammad Nawawi
Syekh Abdurrahman Shiddiq
Syekh Sulaiman al Jazuli
Syi'ir
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tiar Anwar Bachtiar
Tjahjono Widijanto
Tok Pulau Manis
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tu-ngang Iskandar
Turita Indah Setyani
Umar Fauzi Ballah
Uniawati
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usep Romli H.M.
Usman Arrumy
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wa Ode Zainab Zilullah Toresano
Wahyu Aji
Walid Syaikhun
Wan Mohd. Shaghir Abdullah
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Fei Hung
Y Alpriyanti
Yanti Mulatsih
Yanuar Widodo
Yanuar Yachya
Yayuk Widiati
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yopi Setia Umbara
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudi Latif
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zaenal Abidin Riam
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zakki Amali
Zehan Zareez
Tidak ada komentar:
Posting Komentar