Minggu, 22 Agustus 2010

DAKWAH AGAMA DALAM SASTRA INDONESIA

Maman S. Mahayana
http://mahayana-mahadewa.com/

Majalah Sastra, Agustus 1968, pernah memuat sebuah cerpen karya Kipanji-kusmin, berjudul “Langit Makin Mendung”. Belakangan, cerpen ini dianggap menghi-na Nabi Muhammad, dan dengan begitu, sekaligus juga berarti melecehkan agama Islam. Reaksi keras dari umat Islam pun mengalir. Pada tanggal 22 Oktober 1968, Kipanjikusmin kemudian menyatakan mencabut cerpennya itu. Tetapi persoalannya tidaklah berhenti sampai di situ. H.B. Jassin, selaku penanggung jawab majalah itu diminta mempertanggungjawabkannya. Paus Sastra itupun lalu diadili di pengadilan.

Itulah salah satu peristiwa penting dalam sejarah kesusastraan Indonesia. Perta-nyaannya kini: mengapa terjadi peristiwa semacam itu; bagaimana hubungan antara sastra dan agama dan di mana pula tempat kebebasan berkreasi (licentia poetica), sehingga masyarakat menolak cerpen (:karya sastra) yang seperti itu? Pertanyaan lain tentu saja dapat kita ajukan lebih panjang lagi. Tetapi, dalam konteks ini, kita melihat, bahwa sastra tidak terlepas dari kehidupan sosio-kultural. Ketika sastra menyinggung-nyinggung soal agama, ia dapat menimbulkan masalah atau justru sengaja dijadikan sebagai alat berdakwah. Sesungguhnya, persoalannya sangat bergantung pada cara penyajian dan kemasan yang digunakannya; bagaimana pesan-pesan agama dikemas dan disajikan dalam karya sastra.

Jika ia menampilkan catatan kritis atas penyalahgunaan simbol-simbol agama tanpa memberi ruang bagi penafsiran yang lain, maka sangat mungkin akan muncul reaksi dari masyarakat penganut agama yang bersangkutan. Kasus cerpen “Langit Makin Mendung” adalah contoh, bagaimana simbol-simbol agama disajikan dan dike-mas secara eksplisit dan artifisial. Sebaliknya, jika ia dikemas rapi dan disajikan secara mendalam, hasilnya sangat mungkin justru menjadi karya agung. Jalaluddin Rumi, Rabiah Al-Adawiyah, Fariduddin Attar, Mohammad Iqbal dan sastrawan sufi lainnya adalah sastrawan yang berhasil mengemas pesan agama ke dalam estetika sastra.
***

Dalam sejarah sastra Indonesia, sejumlah pujangga besar yang juga pernah menyampaikan pesan agama tanpa harus meninggalkan estetika sastra, dapatlah disebutkan beberapa di antaranya, Hamzah Fansuri, Raja Ali Haji, Yasadipura I. Dalam deretan sastrawan modern, Amir Hamzah termasuk salah satunya. Belakangan, terutama selepas memasuki dasawarsa tahun 1970-an, kecenderungan mengangkat sastra yang bernafaskan agama, tampak makin semarak. Maka tidak heran jika kemudian muncul usaha-usaha untuk merumuskan karya mereka sebagai sastra religius, sufisme, atau sastra yang berdimensi transendental.

Di bidang drama, misalnya, kita dapat menunjuk karya-karya Arifin C. Noer. Sejumlah besar dramanya, jelas sangat dipengaruhi oleh tradisi keagamaan kaum sufi. Dan Arifin mengangkatnya dalam kemasan keterasingan manusia dalam berhadapan dengan problem masyarakat modern. Lunturnya nilai-nilai keagamaan, dekadensi moral, atau bahaya pencemaran lingkungan merupakan tema-tema dramanya. Simak saja, Kapai-Kapai, Sumur Tanpa Dasar, atau Ozon, terkandung misi keagamaan yang hendak ditawarkannya.

Di bidang prosa, kita juga dapat menemukan dakwah keagamaan pada karya Mohammad Diponegoro (Siklus, 1975), Kuntowijoyo (Khotbah di atas Bukit, 1976), Ahmad Tohari (Kubah, 1980), Motinggo Busye (Sanu, Infinita-Kembar, 1985), dan teristimewa pula pada karya-karya sastrawan sebelumnya. Novel-novel Hamka, Djamil Suherman, Muhammad Ali, El hakim, Idrus, Achdiat Karta Mihardja, secera jelas banyak dipengaruhi oleh sikap religiusitas pengarangnya.

Di Bawah Lindungan Kabah, karya Hamka, misalnya, mengambil latar di Mekah, dan di dalamnya kita dibawa pada suasana keagamaan yang intens. Begitu pula novel Djamil Suherman, Perjalanan ke Akherat (1963) yang menggambarkan alam kubur dan keadaan di surga dan neraka. Suasana keagamaan itu juga terasa begitu kuat pada novel Di Bawah Naungan Al-Quran (1957) karya Muhammad Ali dan Atheis (1948) karya Achdiat Karta Mihardja, meskipun Atheis lebihbanyak mengungkapkan kegelisahan dan ketakutan tokoh Hasan dalam menghadapi akhirat. Sejumlah drama serta novel-novel yang bernapaskan keagamaan, tentu masih dapat kita sebutkan lebih banyak lagi. Itu artinya, baik di bidang drama, maupun prosa, para sastrawan kita secara sadar tak pernah melepaskan diri dari tanggung jawabnya sebagai makhluk Tuhan. Dan dakwah keagamaannya diselusupkan ke dalam karya-karyanya sebagai manifestasi pengabdian kepada Tuhan dan kepada umatnya.

Penyair Taufiq Ismail, misalnya, secara sadar berusaha konsisten dengan sikap keagamaannya. Ia mengatakan bahwa berkarya mesti didasarkan pada “Niat karena Allah, diperuntukkan bagi manusia.” Oleh karena itu, ia menyarankan: “Buatlah kesenian atau kesusastraan yang membuat orang jadi ingat Allah senantiasa. Ciptakan bentuk dan isi keindahan yang membuhul orang dalam hubungan tak putus-putus dengan Allah.”
***

Yang menarik dalam hal menyimak dakwah keagamaan yang dilakukan para sastrawan Indonesia, justru di bidang puisi. Boleh jadi karena bahasa puisi lebih dapat mewakili ekspresi jiwa si penyair, atau mungkin juga karena pengaruh sikap keagamannya yang begitu kuat. Yang jelas, sikap religiusitas sastrawan Indonesia, justru lebih banyak terlihat dalam puisi, dibandingkan dalam drama atau prosa. Di samping itu, para penyairnya juga tidak terbatas pada mereka yang beragama Islam, tetapi juga mereka yang beragama Kristen. J.E. Tatengkeng, misalnya, lewat kumpulan sajaknya, Rindu Dendam (1934), banyak menyuarakan nafas Kristiani. Dan oleh karena itu pula karyanya dipandang lebih berdimensi transendental.

Amir Hamzah, Raja Penyair Pujangga Baru, banyak mengungkapkan kerindu-annya untuk jumpa dengan Tuhan, sebagaimana dapat kita simak dalam Nyanyi Sunyi (1937) dan Buah Rindu (1941). Sajak-sajak Amir Hamzah ini mengesankan adanya pengaruh kuat para penyair sufi, seperti Hamzah Fansuri atau Jalaluddin Rumi.

Ternyata, para penyair kita dewasa ini –sadar atau tidak– banyak pula mengikuti jejak Amir Hamzah. Atau setidak-tidaknya mempunyai kecenderungan yang sama, sungguhpun dalam bentuk, gaya, dan pengucapan yang berbeda. Sekedar menyebut beberapa di antaranya yang menonjol, Mustopa Bisri, Emha Ainun Nadjib, Sutardji Calzoum Bachri, Hamid Jabbar, D. Zawawi Imron, Abdul Hadi WM, Taufiq Ismail, dan sederetan nama lain yang tentu akan sangat panjang jika dituliskan di sini.

Perhatikanlah, misalnya, sebait puisi karya Abdul Hadi WM yang berjudul “Tuhan, Kita Begitu Dekat” berikut ini:
Tuhan
Kita begitu dekat
Sebagai api dengan panas.
Aku panas dalam apimu.

Perhatikan pula larik-larik terakhir puisi Taufiq Ismail yang berjudul “Ya Rasul” berikut ini:
Dari sela-sela daunan
Sejarah
melintas bayang sosokmu
di antara tahiyat
gerisik gamismu lewat!
Lamat
Lamat
Ya Rasul, Rasulku!

Jika puisi Abdul Hadi memperlihatkan pengagungan si aku liris pada Sang Khalik, maka puisi Taufiq Ismail mengungkapkan kedekatan dan sekaligus kerinduan pada Rasul, meskipun jarak waktu yang panjang memisahkannya.
***

Menyinggung cerpen-cerpen Indonesia yang bernafaskan keagamaan, tentulah kita dapat dengan mudah menyebutkan sejumlah nama, seperti Danarto, Muhammad Diponegoro, Muhammad Fudoli, Djamil Suherman, Kuntowijoyo atau Ahmad Tohari, bahkan tidak hanya menyerap tradisi pesantren yang pernah digelutinya, tetapi juga se-dikit banyak, terpengaruh pemikiran para sastrawan besar Islam dan karya kaum sufi.

Sementara itu, pengaruh tradisi pesantren serta tradisi budaya setempat, seperti Jawa, Sunda, atau Minangkabau, tak dapat mereka lepaskan begitu saja. Maka, karya-karya mereka sudah merupakan percampuran dari berbagai pengaruh. Mohammad Diponegoro, Muhammad Fudoli, dan Djamil Suherman, dibesarkan dalam suasana pesantren dan pendidikan agama yang kuat. Sedangkan Danarto banyak dipengaruhi oleh cerita-cerita wayang dan kebudayaan Jawa, sebagaimana yang tampak dalam kumpulan cerpen Godlob.

Cerpen-cerpen Danarto yang terkumpul dalam Adam Ma’rifat (1982), Godlob (1975) dan Berhala (1987), banyak sekali menampilkan tokoh-tokoh wayang atau yang berkarakter wayang. Oleh karena itu, untuk melihat misi keagamaan dalam cerpen-cerpen Danarto, sedikitnya kita memerlukan acuan dunia pewayangan dan kebudayaan Jawa. Bahkan, cerpennya yang berjudul “Lempengan-Lempengan Cahaya” menampilkan Al-Fatihah sebagai tokoh utamanya.
***

Begitulah, sebenarnya karya sastra Indonesia (cerpen, novel, puisi, dan drama) sangat kaya dengan tema atau nafas keagamaan. Dan tema-tema keagamaan itu niscaya akan terus menyemarakkan khazanah kesusastraan Indonesia. Sebab, bagaimanapun juga, seperti yang dikatakan Seldon Norman Grebstein –kritikus sosio-kultural– bahwa setiap karya sastra adalah hasil dari suatu interaksi sosial dan faktor-faktor kultural yang kompleks, dan karya sastra itu sendiri merupakan objek kultural yang kompleks. Ia tidak akan dapat dipahami sepenuhnya, jika karya itu dipisahkan dari lingkungan kebudayaan dan masyarakat yang menghasilkannya, termasuk di dalamnya tanggung jawabnya sebagai makhluk Tuhan.

*) Pengajar FSUI, Depok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez