Kamis, 23 September 2010

Objek Wisata Kematian

M.D. Atmaja
http://www.sastra-indonesia.com/

Hari ini, Lurah Desa Luruh Indon mengumpulkan para bawahannya. Pak Lurah, katanya sedang memikirkan rencana besar bagi seluruh warganya. Rencana yang akan menjadi monumental atas pernghargaan pahlawan di peringatan tujuh-belasan nanti. Untuk memperingati hari jadi Kelurahan Luruh Indon itu, pihak pemerintah sudah menyediakan dana 180 milyar. Menurut beberapa pengamat pemerintahan, dana itu terlalu besar untuk membuat monumental peringatan kebangsaan-desa. Sebab, menurut pengamat yang sering duduk-duduk di warung kopi itu, dana sebesar itu terlalu besar kalau hanya untuk membuat monumen. Apalagi, menurut mereka, dana yang 180 milyar itu akan digunakan untuk pemugaran makam seorang mantan Lurah di kelurahan Luruh Indon.

“Kalau mau mengenang jasa-jasa beliau, ya, caranya tidak dengan begitu.” Ucap seorang pengamat satu di sebuah warung kopi. “Ya, dengan melaksanakan apa yang pernah diajarkan beliau tentang kemanusiaan dan pemerintahan yang memanusiakan manusia.”

“Lha, kalau itu idealnya. Kalau menjalankan ajaran lebih menghargai beliau sebagai pahlawan.” Ungkap seorang pengamat nomor dua sambil memuntahkan asap yang mengepul tebal.

Dhimas Gathuk mengamati dua pengamat yang saling bercakap itu. Dia sebisa mungkin ikut menyimak obrolan ahli pemerintahan yang ketika itu kebetulan singgah di warung kopi sebelum ikut menyaksikan pemugaran makam sang Mantan Lurah.

“Secara simbolis, melakukan pemugaran makam, sebagai bentuk penghargaan juga tidak salah.” Ucap seorang pengamat nomor tiga, “180 Milyar itu kecil kalau digunakan untuk penghormatan seorang pahlawan. Jasa-jasa Pak Mantan Lurah juga patut kita pandang. Beliau itu juga Guru Kelurahan. Cendekiawan dari pesantren dan bercita luhur membangun bangsa.”

“Kalau misal Pak Mantan Lurah itu dulu hanya ada di pesantrennya saja, mungkin tidak akan dihadiahi makan semahal ini, ya.” Sahut pengamat nomor dua.

“Lalu siapa dia saat itu?” pengamat nomor tiga menyahuti dengan cepat. “Lha bisa menjadi Guru Kelurahan itu karena pengabdian beliau pada Kelurahan Luruh Indon ini.”

“Walau pun, Beliau sendiri sudah menjadi seorang guru sebelum menjabat Lurah waktu lalu. Kenapa ya, kalau kita pernah menjabat tapuk pimpinan atas lalu banyak orang yang mengelu-elukan. Membingkiskan makan semahal itu. Padahal, di bawah sana, ada banyak juga yang telah berjasa bagi Kelurahan dengan caranya.”

“Namanya juga seorang pemimpin!” sahut Pengamat nomor dua pada pengamat nomor satu dan tiga.

Mereka bertiga tidak menyadari, ada pengamat nomor empat yang tidak pernah disorot media. Berbekal kemampuan dalam melihat permasalahan seobjektif mungkin, pengamat nomor empat ini terus mengawasi. Meneliti dari setiap gerakan yang nampak dan tidak nampak. Dia adalah Dhimas Gathuk, saudara muda dari Kakang Gothak. Atau mungkin, karena hanya Gothak dan Gathuk itu sehingga hasil pengamatannya tidak pernah dipandang oleh mereka akademisi di pemerintahan.

“Cukup mendebarkan juga rencana Pemerintah kita ini. Melangkah dengan bangga, menawarkan uang yang tidak sedikit untuk memugar makan seorang Mantan Lurah. Apa Pak Mantan Lurah masih bisa tersenyum ya melihat rencana pemugaran ini?” ungkap pengamat nomor dua.

“Memang masih bisa bangga?” pengamat nomor satu menyahuti dengan alangkah lugunya.
Pengamat nomor dua pun akhirnya tertawa renyah sambil menggelengkan kepala. Dengan sudut mata yang tajam, dia melihat ke arah pengamat nomor tiga karena selama ini, pengamat yang satu ini memang terkenal dalam membela setiap keputusan Pak Lurah Bye.

“Untuk apa juga beliau menginginkan makam yang indah itu? Apa manfaatnya bagi yang sudah mati dan juga untuk yang masih hidup?” ungkap si pengamat nomor dua.

“Kalau ini terlaksana dengan baik,” pengamat nomor tiga mulai menjelaskan nilai positif dari pemugaran makam Pak Mantan Lurah, “banyak orang yang akan kadang. Mereka akan mendoakan Pak Mantan Lurah yang sudah berjasa besar untuk pembangunan Kelurahan Luruh Indon kita ini. Bisa juga menjadi tempat wisata, bagi setiap peziarah yang ingin ke sana. Yah, bisa memberikan lapangan pekerjaan bagi penduduk sekitar makam. Juga, makam akan lebih terawat karena menjadi monumen seorang Guru Kelurahan.”

“Ah, toh juga selama ini, sudah banyak peziarah yang berdatangan. Makan yang sederhana namun lebih memiliki nilai spiritual dan religi yang lebih agung.” Ungkap pengamat nomor dua yang mencoba menolak pendapat rekannya.

“Nah, ini juga menjadi keunggulan yang lebih menguntungkan semua pihak. Tempat ini, setelah dipugar dengan indah, pasti menyedot pelancong dari berbagai penjuru. Bersiwata religi. Memberikan hiburan dan tontonan.”

“Halah….!!” teriak Dhimas Gathuk dari meja seberang yang membuat kaget tiga pengamat yang tegah bergelut dengan pikiran masing-masing. “Mau apa? Lebih baik dana segitu besarnya buat hal lain yang lebih bermanfaat. Memberikan beasiswa masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Kelurahan Luruh Indon yang selama ini simpang siur nasib mereka. Atau untuk membantu para Korban Lapindo yang kehilangan rumah dan lahan pertanian mereka. Itu lebih bermanfaat. Ketimbang memugar makan orang makam orang mati. Dan Pak Mantan Lurah Luruh Indon pun akan lebih senang kalau dana segitu banyaknya untuk kemaslahatan umat. Toh, selama ini Beliau memperjuangkan itu.”

Pengamat nomor dua tersenyum. Dia merasa kalau anak muda kurus dengan kacamata minus itu lebih berpikir nalar dan religius ketimbang Pak Lurah Bye dan para pejabatnya.

“Mau berwisata apa di sana? Makam itu tempat beristirahatnya manusia mati. Terus, kalau ada banyak pelancong dari segala penjuru, apa Pak Mantan Lurah Luruh Indon lantas menjadi tidak kesepian apa? Makan itu tanah suci, mah mau dibuat tempat wisata. Tempatnya orang mati yang menghadap Gusti kok malah mau dijadikan tempat duniawi baru. Makam ya makam. Objek wisata ya objek wisata.”

Sang pengamat nomor tiga hendak berdiri namun Dhimas Gathuk berdiri lebih dahulu, “Masih banyak pagebluk yang membayangi Kelurahan kita! Ayak-ayak wae, makam kok jadi objek wisata. Ziarah ya ziarah, biarkan dengan dengan kesederhanaan dan laku dari peziarah. Pelancong ya pelancong yang ingin bersenang-senang. Kalau memang tujuannya penghormatan, gunakan uang untuk kemaslahatan umat banyak. Gitu saja kok repot. Mau jadi apa Kelurahan kita ini?”

Setelah puas mengumbar semua kata-katanya, Dhimas Gathuk meneteskan air mata. Dia berlari seperti perawan yang terluka hatinya. Berlari menuju ke rumah dan meringkuk di sana.

Bantul – Studio SDS Fictionbooks, 16 Agustus 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez