M Hari Atmoko
http://www.pos-kupang.com/
Dari tempat yang agak remang di beranda gedung itu, Najah mengacungkan tangannya, tanda dia ingin mengajukan pertanyaan kepada penyair berasal dari Jerman, Berthold Damshauser.
Dorothea Rosa Herliany, moderator “Dialog Karya-Karya Goethe: Perintis Dialog Islam-Barat” di kompleks Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, itu tampaknya tak melihat acungan tangan remaja itu.
Ia memberikan kesempatan kepada penanya lain yang duduk bersila di ujung karpet di halaman gedung itu. Pada sesi berikutnya kesempatan bertanya diberikan Rosa kepada Najah setelah kawan-kawan sederetnya memberitahu bahwa Najah ingin bertanya.
Malam itu, Berthold, atas sponsor Goethe Institut, mewartakan puisi-puisi karya pujangga besar Jerman itu ke Ponpes Tegalrejo, salah satu di antara empat tempat di Jateng, selama empat hari terakhir.
Tiga tempat lainnya adalah Universitas Sunan Muria Kudus, Universitas Diponegoro Semarang, dan Taman Budaya Surakarta Solo.
“Inspirasi apa yang membuat Goethe menghasilkan karya-karya puisinya,” tanya Najah.
Hingga menjelang tengah malam menuju hari “H” Peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW itu Berthold ditemani Rosa yang juga penyair Magelang dan Sosiawan Leak, penyair Solo, membacakan sejumlah puisi karya Johann Wolfgang von Goethe (1749-1832).
Berthold membacakan sejumlah puisi Goethe berbahasa Jerman sedangkan Rosa dan Leak membacakan puisi Goethe dalam terjemahan bahasa Indonesia.
Berthold yang juga Dosen Sastra dan Bahasa Indonesia di Universitas Bonn, Jerman sejak Tahun 1986 itu bersama penyair Agus R. Sarjono telah menerjemahkan puisi-puisi karya Goethe dari bahasa Jerman ke bahasa Indonesia.
Puisi-puisi Goethe dalam dua bahasa itu selanjutnya oleh Penerbit Horison Jakarta diterbitkan menjadi buku Seri Keempat Puisi Jerman berjudul “Johann Wolfgang von Goethe, Satu dan Segalanya” (2007).
Dari panggung kecil di halaman kompleks yang berproperti lampu listrik di atas karpet, deretan puluhan lentera, tatanan indah beberapa lembar “blarak” (daun kelapa), dan kain motif batik di belakangnya itu, puisi berjudul “Raja Mambang” dibaca pertama kali oleh Leak disusul pembacaan puisi itu dengan bahasa aslinya (Jerman), “Erlkonig”, oleh Berthold yang juga dikenal dengan sebutan “Pak Trum” itu.
Rosa pun menyusul dengan suguhan berturut-turut tiga puisi pendek Goethe bernada cinta, “Dari Gunung Ke Laut” (Vom Berge In die See), “Dari Gunung” (Vom Berge), dan “Dendang Malam Pengembara” (Wanderers Nachtlied).
Ratusan mereka yang hadir seperti budayawan Ahmad Tohari (Kang Tohari), Sutanto Mendut, Romo Kirdjito, KH Muhammad Yusuf Chudlori (Gus Yusuf), penyair Magelang ES Wibowo, Haris Kertarajasa, dan Gepeng Nugroho, pelukis Dedy Paw, pematung Cipto Purnomo, serta para siswa dan santri salah satu ponpes kharismatis di Jateng itu, seakan tertegun dalam kenikmatan untaian kata-kata puitis Goethe.
Suara bersahutan puluhan jangkrik dari tempat persembunyiannya di balik rerumputan dan lantunan bunyi beberapa ekor katak di kolam halaman kompleks itu seakan mengiringi darasan puisi-puisi Goethe.
Terdengar di kejauhan, sayup-sayup suara merdu tanpa pengeras suara, sekumpulan warga setempat berpadu dalam takzim lantunan ayat suci Alquran pada malam menjelang Maulud Nabi itu.
Seorang santri mengenakan baju batik, bersarung, dan berkopiah warna hitam, berjalan maju perlahan sambil agak membungkukkan badannya sebagai tanda hormat, membawa nampan berisi beberapa gelas isi teh hangat untuk Berthold, Rosa, dan Leak yang duduk berderet di bangku panggung pendek berukuran sekitar delapan meter persegi itu.
“Ini puisi cinta Goethe, ketika dia jatuh cinta kepada gadis bernama Lili dan ketika dia putus cinta dengan Lili,” kata Rosa.
Sederet puisi lain Goethe seperti “Mukadimah Diwan” (Zum Diwan), nukilan “Kitab Parabel” (Buch Der Parabeln), “Sabda Sang Nabi” (Der Prophet Spricht), nukilan “Kitab Kedai Minuman” (Das Schenkenbuch), “Rindu Dendam” (Selige Sehnsucht), dan “Prarasa” (Vorschmack) yang disuguhkan tiga penyair dari bawah langit terang malam itu, serasa melesak relung benak, jiwa, dan raga mereka yang duduk bersila di atas karpet warna hijau itu.
Berthold adalah penerjemah puisi dari bahasa Jerman ke bahasa Indonesia dan sebaliknya. Hingga saat ini dia telah menerjemahkan ke bahasa Indonesia puisi karya Bertolt Brecht, Paul Celan, Hans Magnus Enzensberger, Rainer Maria Rilke, dan Goethe.
Sejumlah puisi Friedrich Nietzsche, generasi setelah Goethe, telah selesai diterjemahkannya dalam bahasa Indonesia dan rencananya terbit pada September 2010.
Berthold lahir di Wanne-Eickel, Jerman pada 8 Februari 1957, belajar sastra Jerman dan Indonesia di Universitas Koln Jerman dan menyelesaikan tesisnya tentang pengarang Indonesia, Trisno Sumardjo, pada 1983. Ia melanjutkan studi pascasarjana di Jurusan Sastra Indonesia dan Sastra Jawa di Universitas Indonesia Jakarta pada 1984.
Pada 1997, Berthold yang beristri perempuan Indonesia berasal dari Semarang itu ikut mendirikan Komisi Indonesia-Jerman untuk Bahasa dan Sastra yang diprakarsai Presiden RI dan Kanselir Jerman.
“Saya kenal baik dengan Pak Berthold, saya pernah menginap di rumahnya di Jerman,” kata Kang Tohari, penyair berasal dari Banyumas yang dikenal dengan novel karyanya “Ronggeng Dukuh Paruk” itu ketika sesi pembukaan pementasan puisi Goethe itu.
Ia, katanya, sangat paham tentang sastra Indonesia.
Ponpes Tegalrejo, katanya, beruntung karena kehadiran Berthold malam itu membawa karya Goethe, puisi-puisi sang pujangga besar dunia itu yang menjadi titik masuk dialog antara Islam-Barat sejak abad ke-18.
Berthold mengatakan, Goethe yang lahir 28 Agustus 1974 di Frankfurt Jerman mengenyam berbagai buku koleksi di rumahnya.
Perhatian orang tuanya yang juga ahli hukum, Johann Caspar Goethe, sedemikian besar terhadap pendidikan anaknya itu sehingga Goethe besar dalam dunia intelektual yang subur.
“Ia menemukan banyak buku dan informasi, kalau inspirasi, bagi saya sedikit gaib, mengarah ke wahyu. Kesenian juga puisi dari alam transendental, dan dia mengurusnya,” kata Berthold ketika menjawab pertayaan Najah.
Goethe adalah pujangga besar, hebat sebagai sastrawan, pelukis, budayawan, filsuf, saintis dan bahkan penemu, juga politikus dan negarawan.
Ia pernah menjabat sebagai perdana menteri dengan gelar “von” di negara kecil di Jerman, Weimar dan kelak menjadikan Weimar sebagai “Kota Goethe” dan pusat kebudayaan Eropa. Dan di Weimar lah dia menghembuskan akhir hayatnya.
Napoleon Bonaparte yang telah mengalahkan Eropa datang kepadanya pada Tahun 1808 dan meminta sang pujangga itu tinggal di Paris untuk menciptakan karya-karya drama yang menggambarkan kepahlawanannya.
“Tentu Goethe tidak bersedia seperti itu,” katanya.
Berthold mengatakan, sekitar 200 tahun lalu Goethe telah menaruh minat besar terhadap Islam melalui karya-karya sastranya dan bahkan dia tidak menolak dengan anggapan bahwa dirinya Islam karena Goethe tidak berpikir tentang hal formal.
“Agama Islam menurut Goethe sifatnya berserah diri kepada Tuhan,” katanya.
Kang Tohari malam itu mengutip pernyataan Goethe, “Kalau Islam dimaknai berserah diri kepada Tuhan, kita semua hidup dan mati dalam Islam.”Ini tataran sufi,” katanya.
Salah satu terjemahan kutipan puisi Goethe. “Kitab Kedai Minuman”, di halaman 109 buku Seri Keempat Puisi Jerman itu nampaknya amunisi diskusi menarik bagi Kang Tohari.
“Apakah Al Quran abadi? Itu tak kupertanyakan! Apakah Al Quran ciptaan? Itu tak kutahu! Bahwa ia kitab segala kitab, Sebagai muslim wajib kupercaya. Tapi, bahwa anggur sungguh abadi, Tiada lah ku sangsi; Bahwa ia dicipta sebelum malaikat, Mungkin juga bukan cuma puisi. Sang peminum, bagaimanapun juga, Memandang wajahNya lebih segar belia”.
Logika Goethe, katanya, anggur suatu keniscayaan yang bisa diukur oleh siapapun, tetapi Alquran tidak bisa ditafsirkan secara mutlak.
“Adik-adik silakan membaca yang tinggi-tinggi tetapi jangan lupa mencari pendamping yang bisa menerangkan tentang apa itu abadi,” katanya.
Gus Yusuf yang juga salah satu pengasuh Ponpes Tegalrejo itu mengatakan, kebenaran mutlak berujung surga. Tetapi surga bukan hanya milik salah satu pihak.
Goethe yang sastrawan Barat, katanya, telah mendalami sufistik Islam dan meninggalkan ruang material sehingga memberikan penghargaan yang tepat dan mengagumkan kepada orang lain.
Sejumlah orang yang terjebak formalitas, katanya, dia seolah pemilik surga sedangkan orang lain tidak memilikinya.
Ia mengatakan, Berthold yang mengusung puisi-puisi Goethe malam itu sebagai pengalaman baru bagi para santri Tegalrejo.
Suasana yang terbangun malam menjelang Maulud Nabi itu seakan mengambarkan Tegalrejo sedang mereguk nikmatnya puisi bertema dialog Barat-Islam Goethe.
Sang kiai itu pun dengan nada yang terlihat santun dan rendah hati mengharapkan banyak ruang dialog di Tegalrejo.
Ponpes Tegalrejo didirikan pada Tahun 1944 oleh KH Chudlori (Wafat Tahun 1977), kini memiliki sekitar lima ribu santri putra dan putri berasal dari berbagai daerah. Guru bangsa dan tokoh pluralisme yang juga mantan Presiden ke-4 RI, almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada 1957-1959 menjadi santri di ponpes itu.
Ia mengatakan, Tegalrejo memang mempunyai pakem yaitu keyakinan tentang suatu kebenaran.
Tetapi, katanya, ponpes itu juga memberi ruang penghargaan tentang kebenaran yang dipercaya orang lain sehingga Tegalrejo ingin selalu terlibat dalam dialog kemanusiaan.
“Karena agama untuk mentuhankan Tuhan dan memanusiakan manusia,” katanya.
Ia menyatakan kebanggaan Tegalrejo karena terlibat dalam dialog Islam-Barat yang dirintis Goethe sejak abad ke-18.
“Puisi-puisi Goethe memberikan pencerahan bagi kami untuk mengamalkan Islam yang `rahmatan lil alamin`, Islam yang mengayomi, Islam yang mengasihi sesama manusia,” kata Gus Yusuf.(ant)
(Dion DB Putra) Sumber dari: http://www.pos-kupang.com/getrss/viewrss.php?id=43751
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Khoirul Anam
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abd. Basid
Abdul Aziz
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar
Abdul Hadi W.M.
Abdul Rauf Singkil
Abdul Rosyid
Abdul Salam HS
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Alawi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abu Nawas
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Ach. Tirmidzi Munahwan
Achmad Faesol
Adam Chiefni
Adhitya Ramadhan
Adi Mawardi
Adian Husaini
Aditya Ardi N
Ady Amar
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afrizal Malna
Afrizal Qosim
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Fahri Husein
Agus Fathuddin Yusuf
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Baso
Ahmad Fatoni
Ahmad Hadidul Fahmi
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Syafii Maarif
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rohim
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Sahal
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alang Khoiruddin
Alang Khoirudin
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Aliansyah
Allamah Syaikh Dalhar
Alvi Puspita
AM Adhy Trisnanto
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Amin Hasan
Aminullah HA Noor
Amir Hamzah
Ammar Machmud
Andri Awan
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjar Nugroho
Anjrah Lelono Broto
Antari Setyowati
Anwar Nuris
Arafat Nur
Ariany Isnamurti
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arifin Hakim
Arman AZ
Arwan
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Juanda
Asep S. Bahri
Asep Sambodja
Asep Yayat
Asif Trisnani
Aswab Mahasin
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Azizah Hefni
Azwar Nazir
B Kunto Wibisono
Babe Derwan
Badrut Tamam Gaffas
Bale Aksara
Bandung Mawardi
Bastian Zulyeno
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budiawan Dwi Santoso
Buku Kritik Sastra
Candra Adikara Irawan
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cawapres Jokowi
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abhsar
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
CNN Indonesia
Cucuk Espe
Cut Nanda A.
D Zawawi Imron
D. Dudu AR
Dahta Gautama
Damanhuri Zuhri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Danuji Ahmad
Dati Wahyuni
Dea Anugrah
Dea Ayu Ragilia
Dede Kurniawan
Dedik Priyanto
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Detti Febrina
Dewi Kartika
Dian Sukarno
Dian Wahyu Kusuma
Didi Purwadi
Dien Makmur
Din Saja
Djasepudin
Djauharul Bar
Djoko Pitono
Djoko Saryono
DM Ningsih
Doddy Hidayatullah
Donny Syofyan
Dr Afif Muhammad MA
Dr. Simuh
Dr. Yunasril Ali
Dudi Rustandi
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dyah Ratna Meta Novia
E Tryar Dianto
Ecep Heryadi
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy A Effendi
Edy Susanto
EH Ismail
Eka Budianta
Ekky Malaky
Eko Israhayu
Ellie R. Noer
Emha Ainun Nadjib
Esai
Esha Tegar Putra
Evi Melyati
Fachry Ali
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faizal Af
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fazabinal Alim
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Furqon Lapoa
Fuska Sani Evani
Geger Riyanto
Ghufron
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
Gus Muwaffiq
Gusriyono
Gusti Grehenson
H Marjohan
H. Usep Romli H.M.
Habibullah
Hadi Napster
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hammam Fathulloh
Hamzah Fansuri
Hamzah Sahal
Hamzah Tualeka Zn
Hanibal W.Y. Wijayanta
Hanum Fitriah
Haris del Hakim
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Basri Marwah
Hasnan Bachtiar
Hasyim Asy’ari
Helmy Prasetya
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Heri Listianto
Heri Ruslan
Herry Lamongan
Herry Nurdi
Heru Kurniawan
Hilmi Abedillah
Hotnida Novita Sary
Hudan Hidayat
Husein Muhammad
I Nyoman Suaka
Ibn ‘Arabi (1165-1240)
Ibn Rusyd
Ibnu Sina
Ibnu Wahyudi
Idayati
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imadi Daimah Ermasuri
Imam Hamidi Antassalam
Imam Khomeini
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Nasri
Imron Tohari
Indonesia O’Galelano
Indra Kurniawan
Indra Tjahyadi
Inung As
Irma Safitri
Isbedy Stiawan Z.S.
Istiyah
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
J Sumardianta
Jadid Al Farisy
Jalaluddin
Jalaluddin Rakhmat
Jamal Ma’mur Asmani
Jamaluddin Mohammad
Javed Paul Syatha
Jaya Suprana
Jember Gemar Membaca
Jo Batara Surya
Johan Wahyudi
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K. Muhamad Hakiki
K.H. A. Azis Masyhuri
K.H. Anwar Manshur
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
Kabar Pesantren
Kafiyatun Hasya
Kanjeng Tok
Kasnadi
Kazzaini Ks
KH Abdul Ghofur
KH. Irfan Hielmy
Khansa Arifah Adila
Khoirul Anwar
Khoirur Rizal Umami
Khoshshol Fairuz
Kiai Muzajjad
Kiki Mikail
Kitab Dalailul Khoirot
Kodirun
Komunitas Deo Gratias
Koskow
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurtubi
Kuswaidi Syafi’ie
Kyai Maimun Zubair
Lan Fang
Larung Sastra
Leila S. Chudori
Linda S Priyatna
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP
Lukman Asya
Lukman Santoso Az
M Arif Rohman Hakim
M Hari Atmoko
M Ismail
M Thobroni
M. Adnan Amal
M. Al Mustafad
M. Arwan Hamidi
M. Bashori Muchsin
M. Faizi
M. Hadi Bashori
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Mustafied
M. Nurdin
M. Yoesoef
M. Yunis
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
M.S. Nugroho
M.Si
M’Shoe
Mahamuda
Mahdi Idris
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahrus eL-Mawa
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mansur Muhammad
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marjohan
Marsudi Fitro Wibowo
Martin van Bruinessen
Marzuki Wahid
Marzuzak SY
Masduri
Mashuri
Masjid Kordoba
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni el-Moezany
Matroni Muserang
Mbah Dalhar
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftahul Ulum
Mila Novita
Mochtar Lubis
Moh. Ghufron Cholid
Mohamad Salim Aljufri
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Yamin
Muh. Khamdan
Muhajir Arrosyid
Muhammad Abdullah
Muhammad Affan Adzim
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih AR
Muhammad Amin
Muhammad Anta Kusuma
Muhammad Ghannoe
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Kosim
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Mukhlisin
Muhammad Quraish Shihab
Muhammad Subhan
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yasir
Muhammad Yuanda Zara
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyiddin
Mujtahid
Muktamar Sastra
Mulyadi SA
Munawar A. Djalil
Munawir Aziz
Musa Ismail
Musa Zainuddin
Muslim
Mustafa Ismail
Mustami’ tanpa Nama
Mustofa W Hasyim
Musyafak
Myrna Ratna
N. Mursidi
Nasaruddin Umar
Nashih Nashrullah
Naskah Teater
Nasruli Chusna
Nasrullah Thaleb
Nelson Alwi
Nevatuhella
Ngarto Februana
Nidia Zuraya
Ninuk Mardiana Pambudy
Nita Zakiyah
Nizar Qabbani
Nova Burhanuddin
Noval Jubbek
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nur Fauzan Ahmad
Nur Wahid
Nurcholish
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Orasi Budaya
Pangeran Diponegoro
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
Pesantren Tebuireng
Pidato
Politik
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pramoedya Ananta Toer
Prof. Dr. Nur Syam
Profil Ma'ruf Amin
Prosa
Puisi
Puji Hartanto
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
Purwanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
PUstaka puJAngga
Putera Maunaba
Putu Fajar Arcana
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rakhmat Nur Hakim
Ramadhan Alyafi
Rameli Agam
Rasanrasan Boengaketji
Ratnaislamiati
Raudal Tanjung Banua
Reni Susanti
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Retno HY
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Rinto Andriono
Risa Umami
Riyadhus Shalihin
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rohman Abdullah
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifuddin Syadiri
Saifudin
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Salahuddin Wahid
Salamet Wahedi
Salman Faris
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra Pesantren
Sastrawan Pujangga Baru
Satmoko Budi Santoso
Satriwan
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra Boenga Ketjil
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siswanto
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slavoj Zizek
Snouck Hugronje
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sufyan al Jawi
Sugiarta Sriwibawa
Sulaiman Djaya
Sundari
Sungatno
Sunu Wasono
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susringah
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaiful Amin
Syaifullah Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syeikh Abdul Maalik
Syeikh Muhammad Nawawi
Syekh Abdurrahman Shiddiq
Syekh Sulaiman al Jazuli
Syi'ir
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tiar Anwar Bachtiar
Tjahjono Widijanto
Tok Pulau Manis
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tu-ngang Iskandar
Turita Indah Setyani
Umar Fauzi Ballah
Uniawati
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usep Romli H.M.
Usman Arrumy
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wa Ode Zainab Zilullah Toresano
Wahyu Aji
Walid Syaikhun
Wan Mohd. Shaghir Abdullah
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Fei Hung
Y Alpriyanti
Yanti Mulatsih
Yanuar Widodo
Yanuar Yachya
Yayuk Widiati
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yopi Setia Umbara
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudi Latif
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zaenal Abidin Riam
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zakki Amali
Zehan Zareez
Tidak ada komentar:
Posting Komentar