Rabu, 13 Oktober 2010

TEMBANG ILIR-ILIR

Puji Santosa
http://pujagita.blogspot.com/

Ilir ilir lir ilir
tandure wis sumilir
Tak ijo royo-royo,
tak sengguh penganten anyar
Cah angon, cah angon,
penekna blimbing kuwi,
Lunyu-lunyu peneken
kanggo masuh dodotira,
Dodotira kumitir bedhah pinggire
dondomana, jlumatana,
kanggo seba mengko sore
Mumpung gedhe rembulane
Mumpung jembar kalangane
Ha suraka … surak … hore…

Konon kabarnya, “Tembang Ilir-ilir” diciptakan oleh Kanjeng Sunan Kalidjaga, salah seorang wali sanga terkemuka di tanah Jawa, semasa abad XIV—XV Masehi. Tembang ini digunakan sebagai sarana berdakwah bagi Sunan Kalidjaga dalam rangka menyebarkan agama Islam di pulau Jawa pada masa itu. Mengingat masyarakat yang tinggal di Pulau Jawa pada umumnya adalah masyarakat agraris, petani, dan masih dipengaruhi kuat oleh budaya lama (seperti Animisme, Dinamisme, Hindhu, Budha, dan kepercayaan lainya), maka tembang dolanan anak-anak itu dibuatlah melalui simbol-simbol masyarakat agraris di pedalaman Pulau Jawa. Makna dari tembang Ilir-ilir tersebut kurang lebih sebagai berikut.

Ilir ilir lir ilir “Bangun, bangun, bangunlah, bangun” Kanjeng Sunan Kalidjaga mengajak kita agar bangun dari kelelapan tidur panjang, segeralah sadar akan tugas dan kewajiban kita hidup di dunia ini, tidak hanya tidur saja. Setelah bangun dan sadar, segeralah mencari dan menemukan pencerahan sinar cahaya Tuhan. Maknanya, setelah engkau sadar, segeralah berbakti, beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Mahakuasa, salah satunya diwujudkan dalam bentuk melakukan zikir dan bersembahyang sesuai dengan perintah agama.

Tandure wis sumilir “Tanamannya sudah semburat bersemi”. Biasanya orang Jawa yang agraris itu menanam padi di sawah atau ladang. Kini, tanaman padi itu sudah tampak semburat bersemi, sudah mulai berisi. Ibarat suatu tanaman padi yang sudah semburat bersemi tersebut, kebaktian, sadar, iman, dan takwa kita kepada Tuhan yang Mahakusa sudah mulai semburat bersemi pula. Oleh karena itu, lanjutkan dan tetap terus pelihara cahaya kebaktian, kesadaran, keimanan, dan ketakwaan kita kepada Tuhan yang Mahakuasa itu agar tetap menyala terus, agar semakin lama semakin bercahaya terang benderang untuk menerangi jalan hidup kita dari pondok dunia hingga sampai ke istana akhirat.

Tak ijo royo-royo, tak sengguh penganten anyar “Tanaman padi tersebut sudah tampak menghijau berseri laksana pengantin baru”. Sebagaimana halnya seorang pengantin baru, tentu tampak indah, bahagia, dan berseri-seri. Seseorang yang telah sadar, penuh kebaktian kepada Tuhan yang Mahakuasa, diperkokoh dengan iman yang bulat, serta takwa yang berusaha teguh memenuhi semua perintah dan menjauhi semua larangan-Nya, tentu hidupnya akan tampak indah, bahagia, dan berseri-seri seperti pengantin baru yang senantiasa penuh kasih sayang sehingga dapat mengasyikan sekali. Apalagi suasananya masih dalam bulan madu, tentu membahagian sekali. Demikian halnya kebaktian, kesadaran, keimanan, dan ketakwaan kita kepada Tuhan yang dilandasi rasa kasih sayang kepada sesama umat, tentu sangat membahagiakan sekali.

Cah angon, cah angon, penekna blimbing kuwi “Wahai, anak-anak pengembala, tolong panjatkan pohon blimbing itu”. Biasanya di ladang atau di sawah, selain ditanami padi, juga ditanami pohon-pohonan sebagai peneduh di kala terik panas matahari yang menyengat bumi. Salah satu pohon yang ada di dekat pematang sawah atau ladang itu adalah pohon belimbing. Ketika seorang petani yang tengah berada di sawahnya melihat beberapa gembala, biasanya menggembalakan sapi, kerbau, atau kambing sebagai binatang piaraan petani, sang petani tersebut meminta bantuan para gembala itu untuk memanjatkan pohon belimbing, lalu memetik buahnya. Ada dua jenis belimbing, yaitu belimbing manis (yang enak dan segar rasanya, dapat sebagai pelepas dahaga) dan belimbing wuluh (belimbing sayur yang hijau dan masam rasanya). Buah belimbing manis rupanya kuning keemasan berlingir (seperti lekuk bintang) lima, tetapi permukaannya licin. Hal ini secara semiotis melambangkan lima watak utama yang harus diliki manusia untuk menyempurnakan kebaktian, kesadaran, keimanan, dan ketakwaannya kepada Tuhan yang Mahakuasa. Lima watak keutamaan itu adalah: ridla (rela), qanaah (narima), al-shidqu (jujur), shabr (sabar), dan al-akhlaq al-karimah (berbudi pekerti lihur dan mulia). Sementra itu, belimbing wuluh yang rasanya asam hanya dapat menjadi enak setelah dimasak buat sayur asam. Tentu hal ini juga menyiratkan makna agar kelima watak utama tersebut, meskipun getir dan asam rasanya, tetaplah harus dapat diolah sedemikian rupa sehingga nanti dapat menjadi enak dirasakannya. Jadi, agar sempurna baktimu, sadarmu, imanmu, dan takwamu kepada Tuhan yang Mahakuasa, harusalah melaksanakan watak utama lima hal di atas.

Lunyu-lunyu peneken kanggo masuh dodotira “Biarpun licin, tetap panjatlah, untuk mencuci pakaianmu”. Setelah diguyur hujan, pohon belimbing tersebut begitu licin. Namun, tetaplah panjat dan petiklah buahnya untuk mencuci pakaian agar bersih suci. Buah belimbing pada zaman dahulu, sebelum ditemukan sabun, dapat digunakan untuk mencuci atau membersihkan pakaian. Kata “dodot” yang arti harfiahnya “pakaian” atau “kain”, sebagai lambang hati manusia. Jadi, maknanya hati manusia agar bersih dan mencapai kesucian, haruslah dicuci dengan revolusi jiwa mengubah watak, dari angkara murka, malas, dengki, iri, pendendam, tamak, loba, dan aniaya, menjadi watak manusia yang tulus ikhlas, bersyukur, tawakal, sabar, jujur, kasih sayang, dan berbudi pekerti luhur dan mulia. Hanya dengan kesucian inilah bekal manusia untuk dapat menghadap ke hadirat Tuhan yang Mahakuasa di tahta suci hati sanubari (Kalbhu mukmin Batullah).

Dodotira kumitir bedhah pinggire/dondomana, jlumatana,/kanggo seba mengko sore “Pakaianmu bertikai-tikai sobek pinggirnya, jahitlah, jerumatlah, agar dapat dipakai menghadap nanti sore”. Secara semiotis menyiratkan makna bahwa pakaian (dodot) selain sebagai perumpamaan hati, juga menjadi lambang kepercayaan (iman) kepada Allah. Pakaian yang robek pinggirnya, agar pantas dipakainya, hendaklah harus dijahit atau dijerumat supaya utuh kembali. Hal ini mengandung makna bahwa kepercayaan (iman) kita kepada Allah haruslah tetap utuh (bulat), hendaklah dojaga agar jangan sampai surut, robek, gempil, atau sompel. Sesungguhnya orang yang telah berbakti, sadar, iman, dan takwa kepada Allah dan sudah suci hatinya, bilamana iman dan takwanya tersebut goncang, minipis, dan masih lobang-lobang, berarti orang tersebut belumlah sempurna kesuciannya. Sebab busana atau pakaiannya belum lengkap, utuh, untuk dipakainya menghadap ke hadirat Tuhan yang Mahakuasa. Kata “mengko sore” sebagai penanda waktu bahwa ajal kematian kita sudah dekat. Oleh karenanya, sungguhpun belum tahu kapan kita dipanggil kembali ke hadirat Tuhan, setiap manusia harus sudah siap sedia sewaktu-waktu menerima panggilan Tuhan.

Mumpung gedhe rembulane/ Mumpung jembar kalangane ”Senyampang besar rembulanya, senyampang luas lingkarannya”. Pada waktu malam hari ketika terang bulan, bulan purnama raya, tampak sinar bulan begitu terang dan lingkaranya besar dan luas sekali. Hal ini bermakna untuk memberi pesan, yang berisi peringatkan, agar kawula muda (juga siapa pun) janganlah menunda-nunda waktu, selagi masih muda, senyampang masih sehat wal afiat gagah perkasa, dan mumpung masih mempunyai waktu panjang, bergegas-gegasalah atau bersiap-siap dan bersiagalah mengenakan busana kesucian untuk menghadap ke hadirat Tuhan yang Mahakuasa, sewaktu-waktu, kapan pun, dan di mana pun kita berada. Sebab, jikalau sudah terlanjur tua renta, jompo, sakit-sakitan, dan pikun, tentu mustahil dapat mengenakan busana kesucian serta membina kebaktian, kesadaran, keimanan, dan ketakwaan kepada Allah secara baik dan benar.

Ha suraka … surak … hore… “Ayo bersorak soraklah bergembira”. Hal ini menggambarkan perasaan, senang, bergembira ria, bahagia, dan juga senantiasa bersyukur kepada Tuhan yang Mahakuasa bahwa kita mampu mengenakan busana delapan watak keutaman (sadar, iman, takwa, ridla, tawakal, jujur, sabar, dan berbudi pekerti luhur dan mulia), mentaati sabda Allah, menjauhi semua larangan-Nya, dan memasuki Taman Kemulian Abadi, kembali bertunggal dengan Tuhan yang Mahakuasa. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez