Azwar Nazir*
http://sosbud.kompasiana.com/
Dalam sebuah acara pertemuan sastra di Jogjakarta pada tahun 2005, seorang laki-laki kurus agak tinggi hadir dengan pakaian sederhana, kaos oblong dan celana jeans dengan topi hitam yang agak lusuh bertengger di atas kepalanya. Perhatian saya tertuju pada laki-laki sederhana itu, kumis yang seperti tidak terurus tidak mengesankan dia sebagai laki-laki garang tapi seorang yang merakyat yang luar biasa. Diam-diam saya mendengar bisik-bisik beberapa kawan sesama penulis, “Mas Joni dah datang tuh!”, mendengar namanya saya teringat sebuah tulisan di Majalah Annida edisi ekslusif tentang proses kreatif lelaki pengarang itu.
Awalnya dia tidak kuliah diinstitusi sastra, tapi hanya seorang pemuda tamatan SMA yang mencoba mengadu nasib ke kota. Bekerja serabutan dari kuli bangunan sampai menjadi pengamen ke tempat-tempat kos mahasiswa. Perkenalan lelaki itu dengan dunia kepenulisan karena dia berteman dengan seorang penulis yang mendorongnya untuk menjadi penulis. Belajar otodidak dengan ketabahan yang kuat, akhirnya tahun 1993 cerpen pertamanya dimuat di Surabaya Post, setelah empat ratusan lebih karyanya dikirimkan ke beberapa media. Setelah di Surabaya Post, cerpennya juga keluar di Kompas dan terpilih menjadi cerpen terbaik Kompas, setelah itu terbukalah jalan lempang kepenulisannya.
Semenjak memulai karier sebagai penulis orang-orang mengenalnya dengan nama Joni Ariadinata. Dia dilahirkan di Majapahit, Majalengka pada tahun 1966. Penulis ini telah menerbitkan kumpulan cerpen diantaranya Kali Mati (1999), Kastil Angin Menderu (2000), Air Kaldera (2000), dan Malaikat Tak Datang Malam Hari (2004). Pada tahun 1994 ia meraih Penghargaan Cerpen Terbaik Kompas atas karyanya yang berjudul “Lampor”. Pada tahun 1997 Joni Aridinata meraih Penghargaan Cerpen Terbaik Nasional BSMI atas karyanya “Keluarga Mudrika”. Pada tahun 2000 dia mendirikan Jurnal Cerpen Indonesia dan Lembaga Kajian Kebudayaan Akar Indonesia. Pada tahun 2004 ia menjadi redaktur di majalah sastra Horison. Joni menerima Anugerah Pena 2005 dari Forum Lingkar Pena (FLP) atas kumpulan cerpennya Malaikat Tak Datang Malam Hari.
Joni Ariadinata (JA) dalam proses kepengarangannya memang dikenal sebagai penulis yang bereksperimental mencari bentuk kepenulisannya sendiri. Sebagai orang yang belajar menulis secara otodidak, JA banyak menemukan corak baru dalam karya-karyanya. S Prasetyo Utomo dalam tulisannya yang berjudul “Generasi Cerpenenis Pasca-Seno Gumira Ajidarma” yang dimuat oleh Koran Republika Ahad, 13 Januari 2002, menyebut nama JA sebagai salah satu penulis yang memiliki corak kepengarangan khas. JA melakukan pembaruan dalam dunia cerpen. Dia melakukan dengan mereduksi bahasa, hingga menampakkan citra puisi dalam narasi-narasinya. Terkesan pada cerpen-cerpen Joni Ariadinata terpilih diksinya, pekat, padat, dan bernas. Ia bisa menghadirkan borok, nanah kehidupan – realitas yang sangat runyam – ke dalam teks sastra yang penuh simbol, tanda, dan pemaknaan. Dengan mereduksi bahasa, ia memang berhasil menghilangkan beban sosiologis pada cerpen-cerpennya, menghindar untuk menjadi nyinyir dan bertendens. Tapi hal yang perlu dijaga padanya adalah agar tak terjerat kredo bahasanya sendiri seperti Sutardji Calzoum Bachri yang berpulang kembali ke pengucapan konvensional.
Salah satu cerpennya yang akrab dengan kemiskinan adalah “Tuhan, Bolehkah Kami Bunuh Diri”. Sebenarnya cerita ini dibuka dengan hal-hal kecil yang menurut sebagian orang biasa-biasa saja. Tapi JA menggarabnya dengan logika cerita yang sesuai dengan keseharian yang dijumpainya: miskin, lugu, dan memiliki nuansa religiusitas yang kental. Penyakit Asma menjadi pembuka jalan cerita dalam cerpen yang dimuat di Koran Lampung Pos tahun 2002 ini. Seorang tokoh utama Rantawi menderita penyakit asma sudah berpuluh tahun. Rantawi yang sebelumnya hidup cukup mapan memiliki dua hektare sawah, setengah bahu perkebunan kopi, dan satu pabrik penggilingan padi. Tetapi semua kekayaannya itu telah lepas satu persatu dari tangannya untuk biaya pengobatan. Namun semua itu sia-sia saja, tanpa hasil yang memuaskan untuk kesehatan Rantawi.
Walau sudah jatuh bangkrut, Rantawi sebenarnya masih bisa tabah karena dia memiliki keimanan yang cukup kuat. Dia menganggab mungkin penyakit itu sebuah ujian untuknya. Tapi suatu ketika keimanannya itu runtuh sehingga Rantawi ingin bunuh diri yang merupakan perbuatan yang dilarang agama. Peristiwa itu berhubungan dengan cinta dan perasaan. Sebagai seorang ayah, Rantawi sangat mencintai dan menyayangi anak gadisnya Ratri. Sebagai gadis dewasa Ratri sudah waktunya menikah. Dia sudah punya calon suami Basuki, anak Mayor Sulaiman.
Namun rencana pernikahan itu kandas dengan alasan yang tidak bisa diterima oleh Ratri dan Rantawi. Mayor Sulaiman menolak Ratri karena bapaknya berpenyakit asma, yang menurut keluarga Mayor Sulaiman adalah penyakit keturunan. Keluarga Mayor itu tidak mau masa depan Basuki hancur karena penyakit keturunan itu. Kandasnya rencana perkawinan itu membuat Ratri frustasi. Anak gadis Rantawi sudah beberapa hari mengurung diri di dalam kamar, dia beranggapan bahwa tidak akan ada lagi laki-laki yang mau menikah dengannya. Hal itu membuat Rantawi terpukul dan menyalahkan Tuhan, lalu dia minta izin untuk bunuh diri dengan meminum racun babi.
Detik-detik sebelum Rantawi bunuh diri, asmanya kumat. Perasaannya dia telah meminum secangkir kopi yang bercampur racun babi. Dia merasa sudah mati, padahal dia pinsan selama dua jam lalu dibawa istrinya ke rumah sakit. Setelah sadar, Rantawi merasa dadanya lapang, dokter mengatakan bahwa penyakitnya akan sembuh. Rantawi menyadari bahwa kehendak Tuhan itu bisa menciptakan apa saja, termasuk menyembuhkan penyakitnya saat dia sudah putus asa. Cerita seharusnya berakhir bahagia karena keluarga Mayor Sulaiman mau menerima anak Rantawi dan melanjutkan untuk menikahkan anak mereka.
Tapi cerita lain mengalir seiring keluguan orang-orang kampung seperti Rantawi. Rantawi menceritakan pengalamannya minum racun babi itu pada Wardoyo. Laki-laki itu menceritakan bahwa mertuanya sakit asma dan tidak sembuh-sembuh. Mengetahui Rantawi bisa sembuh dari penyakit asma, Wardoyo bertanya apa obat yang diminum Rantawi. Rantawi dengan kepolosan menceritakan bahwa racun babi telah menyembuhkan penyakitnya. Karena itu Wardoyo pun memberi mertuanya racun babi, tapi mertuanya itu mati setelah meminum racun babi.
Wardoyo ditangkap polisi. Setelah melalui pemeriksaan Wardoyo menyeret nama Rantawi ke kantor polisi. Walau berkata tegas bahwa dia tidak pernah berkomplot untuk membunuh Abah (mertua Wardoyo), tapi tetap saja Rantawi mendekam dipenjara. Sesalpun datang menghampiri Rantawi, lebih baik mati dari pada dipenjara dengan harga diri porak poranda.
Akhir cerita itu sangat religius. Walau tanpa tendensi apa-apa, tapi JA mengemukakan bahwa betapa Tuhan kini tengah memperhitungkan dosa-dosa Rantawi yang memilih untuk mati bunuh diri. Tuhan menjawab tantangan Rantawi ketika keimanannya yang kokoh rubuh dengan memilih mati bunuh diri. Benarkah tak ada dosa yang tak diperhitungkan? Pertanyaan terakhir yang mengakhiri cerpen “Tuhan, Bolehkah Kami Bunuh Diri” itu memuat pesan agama yang mendalam bagi sebuah karya. Bisa jadi pertanyaan terakhir itu tidak hanya untuk Rantawi tapi juga untuk banyak orang yang pernah berdosa.
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Khoirul Anam
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abd. Basid
Abdul Aziz
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar
Abdul Hadi W.M.
Abdul Rauf Singkil
Abdul Rosyid
Abdul Salam HS
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Alawi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abu Nawas
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Ach. Tirmidzi Munahwan
Achmad Faesol
Adam Chiefni
Adhitya Ramadhan
Adi Mawardi
Adian Husaini
Aditya Ardi N
Ady Amar
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afrizal Malna
Afrizal Qosim
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Fahri Husein
Agus Fathuddin Yusuf
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Baso
Ahmad Fatoni
Ahmad Hadidul Fahmi
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Syafii Maarif
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rohim
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Sahal
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alang Khoiruddin
Alang Khoirudin
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Aliansyah
Allamah Syaikh Dalhar
Alvi Puspita
AM Adhy Trisnanto
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Amin Hasan
Aminullah HA Noor
Amir Hamzah
Ammar Machmud
Andri Awan
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjar Nugroho
Anjrah Lelono Broto
Antari Setyowati
Anwar Nuris
Arafat Nur
Ariany Isnamurti
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arifin Hakim
Arman AZ
Arwan
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Juanda
Asep S. Bahri
Asep Sambodja
Asep Yayat
Asif Trisnani
Aswab Mahasin
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Azizah Hefni
Azwar Nazir
B Kunto Wibisono
Babe Derwan
Badrut Tamam Gaffas
Bale Aksara
Bandung Mawardi
Bastian Zulyeno
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budiawan Dwi Santoso
Buku Kritik Sastra
Candra Adikara Irawan
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cawapres Jokowi
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abhsar
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
CNN Indonesia
Cucuk Espe
Cut Nanda A.
D Zawawi Imron
D. Dudu AR
Dahta Gautama
Damanhuri Zuhri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Danuji Ahmad
Dati Wahyuni
Dea Anugrah
Dea Ayu Ragilia
Dede Kurniawan
Dedik Priyanto
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Detti Febrina
Dewi Kartika
Dian Sukarno
Dian Wahyu Kusuma
Didi Purwadi
Dien Makmur
Din Saja
Djasepudin
Djauharul Bar
Djoko Pitono
Djoko Saryono
DM Ningsih
Doddy Hidayatullah
Donny Syofyan
Dr Afif Muhammad MA
Dr. Simuh
Dr. Yunasril Ali
Dudi Rustandi
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dyah Ratna Meta Novia
E Tryar Dianto
Ecep Heryadi
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy A Effendi
Edy Susanto
EH Ismail
Eka Budianta
Ekky Malaky
Eko Israhayu
Ellie R. Noer
Emha Ainun Nadjib
Esai
Esha Tegar Putra
Evi Melyati
Fachry Ali
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faizal Af
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fazabinal Alim
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Furqon Lapoa
Fuska Sani Evani
Geger Riyanto
Ghufron
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
Gus Muwaffiq
Gusriyono
Gusti Grehenson
H Marjohan
H. Usep Romli H.M.
Habibullah
Hadi Napster
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hammam Fathulloh
Hamzah Fansuri
Hamzah Sahal
Hamzah Tualeka Zn
Hanibal W.Y. Wijayanta
Hanum Fitriah
Haris del Hakim
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Basri Marwah
Hasnan Bachtiar
Hasyim Asy’ari
Helmy Prasetya
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Heri Listianto
Heri Ruslan
Herry Lamongan
Herry Nurdi
Heru Kurniawan
Hilmi Abedillah
Hotnida Novita Sary
Hudan Hidayat
Husein Muhammad
I Nyoman Suaka
Ibn ‘Arabi (1165-1240)
Ibn Rusyd
Ibnu Sina
Ibnu Wahyudi
Idayati
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imadi Daimah Ermasuri
Imam Hamidi Antassalam
Imam Khomeini
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Nasri
Imron Tohari
Indonesia O’Galelano
Indra Kurniawan
Indra Tjahyadi
Inung As
Irma Safitri
Isbedy Stiawan Z.S.
Istiyah
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
J Sumardianta
Jadid Al Farisy
Jalaluddin
Jalaluddin Rakhmat
Jamal Ma’mur Asmani
Jamaluddin Mohammad
Javed Paul Syatha
Jaya Suprana
Jember Gemar Membaca
Jo Batara Surya
Johan Wahyudi
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K. Muhamad Hakiki
K.H. A. Azis Masyhuri
K.H. Anwar Manshur
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
Kabar Pesantren
Kafiyatun Hasya
Kanjeng Tok
Kasnadi
Kazzaini Ks
KH Abdul Ghofur
KH. Irfan Hielmy
Khansa Arifah Adila
Khoirul Anwar
Khoirur Rizal Umami
Khoshshol Fairuz
Kiai Muzajjad
Kiki Mikail
Kitab Dalailul Khoirot
Kodirun
Komunitas Deo Gratias
Koskow
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurtubi
Kuswaidi Syafi’ie
Kyai Maimun Zubair
Lan Fang
Larung Sastra
Leila S. Chudori
Linda S Priyatna
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP
Lukman Asya
Lukman Santoso Az
M Arif Rohman Hakim
M Hari Atmoko
M Ismail
M Thobroni
M. Adnan Amal
M. Al Mustafad
M. Arwan Hamidi
M. Bashori Muchsin
M. Faizi
M. Hadi Bashori
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Mustafied
M. Nurdin
M. Yoesoef
M. Yunis
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
M.S. Nugroho
M.Si
M’Shoe
Mahamuda
Mahdi Idris
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahrus eL-Mawa
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mansur Muhammad
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marjohan
Marsudi Fitro Wibowo
Martin van Bruinessen
Marzuki Wahid
Marzuzak SY
Masduri
Mashuri
Masjid Kordoba
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni el-Moezany
Matroni Muserang
Mbah Dalhar
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftahul Ulum
Mila Novita
Mochtar Lubis
Moh. Ghufron Cholid
Mohamad Salim Aljufri
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Yamin
Muh. Khamdan
Muhajir Arrosyid
Muhammad Abdullah
Muhammad Affan Adzim
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih AR
Muhammad Amin
Muhammad Anta Kusuma
Muhammad Ghannoe
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Kosim
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Mukhlisin
Muhammad Quraish Shihab
Muhammad Subhan
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yasir
Muhammad Yuanda Zara
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyiddin
Mujtahid
Muktamar Sastra
Mulyadi SA
Munawar A. Djalil
Munawir Aziz
Musa Ismail
Musa Zainuddin
Muslim
Mustafa Ismail
Mustami’ tanpa Nama
Mustofa W Hasyim
Musyafak
Myrna Ratna
N. Mursidi
Nasaruddin Umar
Nashih Nashrullah
Naskah Teater
Nasruli Chusna
Nasrullah Thaleb
Nelson Alwi
Nevatuhella
Ngarto Februana
Nidia Zuraya
Ninuk Mardiana Pambudy
Nita Zakiyah
Nizar Qabbani
Nova Burhanuddin
Noval Jubbek
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nur Fauzan Ahmad
Nur Wahid
Nurcholish
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Orasi Budaya
Pangeran Diponegoro
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
Pesantren Tebuireng
Pidato
Politik
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pramoedya Ananta Toer
Prof. Dr. Nur Syam
Profil Ma'ruf Amin
Prosa
Puisi
Puji Hartanto
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
Purwanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
PUstaka puJAngga
Putera Maunaba
Putu Fajar Arcana
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rakhmat Nur Hakim
Ramadhan Alyafi
Rameli Agam
Rasanrasan Boengaketji
Ratnaislamiati
Raudal Tanjung Banua
Reni Susanti
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Retno HY
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Rinto Andriono
Risa Umami
Riyadhus Shalihin
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rohman Abdullah
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifuddin Syadiri
Saifudin
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Salahuddin Wahid
Salamet Wahedi
Salman Faris
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra Pesantren
Sastrawan Pujangga Baru
Satmoko Budi Santoso
Satriwan
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra Boenga Ketjil
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siswanto
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slavoj Zizek
Snouck Hugronje
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sufyan al Jawi
Sugiarta Sriwibawa
Sulaiman Djaya
Sundari
Sungatno
Sunu Wasono
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susringah
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaiful Amin
Syaifullah Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syeikh Abdul Maalik
Syeikh Muhammad Nawawi
Syekh Abdurrahman Shiddiq
Syekh Sulaiman al Jazuli
Syi'ir
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tiar Anwar Bachtiar
Tjahjono Widijanto
Tok Pulau Manis
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tu-ngang Iskandar
Turita Indah Setyani
Umar Fauzi Ballah
Uniawati
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usep Romli H.M.
Usman Arrumy
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wa Ode Zainab Zilullah Toresano
Wahyu Aji
Walid Syaikhun
Wan Mohd. Shaghir Abdullah
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Fei Hung
Y Alpriyanti
Yanti Mulatsih
Yanuar Widodo
Yanuar Yachya
Yayuk Widiati
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yopi Setia Umbara
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudi Latif
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zaenal Abidin Riam
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zakki Amali
Zehan Zareez
Tidak ada komentar:
Posting Komentar