Sainul Hermawan
http://www.radarbanjarmasin.co.id/
Magnet Baitullah (Tahura Media, Juni 2010) berisi 14 cerpen karya M. Hasbi Salim, satu-satunya prosais penting yang produktif dan kreatif di Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Membaca bahasa fiksi karya Hasbi akan berhadapan dengan deskripsi lancar tentang situasi, sosok, dan peristiwa realis. Ia tampak tak terlalu membebani bahasanya dengan penggunaan gaya bahasa yang klise. Percobaan yang dilakukan dalam satu paragraf saja dalam satu cerpennya terasa aneh dan agak janggal jika disandingkan dengan konvensi personal bahasa cerpennya yang lain. Bahasanya terang benderang.
Kekuatan fiksionalitas karyanya dibangun dengan peranti narasi dalam bentuk alur yang tak selalu linear, dan pembaca tetap bisa mendapatkan informasi sosioantropologis dari cerita yang disajikan. Dengan demikian cerpen Hasbi ini bukan semata-mata menulis fiksi untuk kepentingan akrobat imajinasi dan gaya bahasa. Cerpennya terkait erat dengan kultur masyarakat yang menjadi latar sosial intrinsik dan ekstrinsik cerpen-cerpennya.
Jadi, buku ini bukan sekadar dapat dibaca untuk pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, tapi bisa juga dijadikan ilustrasi untuk menanamkan nilai-nilai perilaku dalam kaitannya dengan ibadah haji secara khusus dan ibadah lainnya secara umum.
Keempatbelas cerpen itu: (1) Misteri Magnet Baitullah, (2) Seteru dalam Doa, (3) Santri Vs Kiai, (4) Halal Bihalal, (5) Emas Impian, (6) Kucing Misteri, (7) Hape Keren, (8) Andai Waktu Kembali, (9) Ustazah Hasanah, (10) Ketika Api Bicara, (11) Tragedi di Tanah Aziziyah, (12) Kamar Hotel, (13) Titipan Haram, dan (14) Kucuci Rindu di Depan Ka'bah.
Cerpen pertama (1-7) mengisahkan kakek Jon, Fath (cucu Jon), Haji Sugian Noor, dan narator aku. Keempatnya adalah laki-laki dalam alur yang tak linier dengan sisipan flashback. Kisah terasa mengalir lancar kecuali suara cucu yang terdengar terlalu dewasa, tetapi suara itu segera bisa mendapatkan alasan logis suprarasional: bukankah tanda-tanda gaib sebagai sebuah firasat memang bisa melanggar hukum alamiah?
Sebagai cerpen dengan intensi dakwah yang kuat, cerpen ini mengajarkan tiga hal penting: pertama hubungan saling mencintai antara cucu dan kakek, keikhlasan menerima musibah, dan cara sederhana menjadi haji mabrur.
Cerpen kedua (8-14) menceritakan kehidupan sial Haji Dody setelah dari Tanah Suci. Dia bukan malah tambah kaya seperti haji lain di kampungnya, dia malah dijebloskan ke penjara karena tuduhan pembalakan liar. Ada semacam doa terselubung dalam cerpen ini semoga tuhan hanya mengabulkan doa hambanya yang memohon harmoni keluarga dan kesederhanaan hidup.
Cerpen ini tampak berpretensi untuk menegaskan keyakinan penulisnya bahwa tanda haji yang mabrur bukan keberlimpahan harta yang diperoleh dengan cara yang haram dan merusak lingkungan hidup. Pun ada semacam pembelaan atas posisi perempuan dalam ibadah haji. Dalam masyarakat yang sangat patriarkis, perempuan yang menunaikan ibadah haji sering dicibir dan jika bisa sebaiknya dilarang karena ibadah haji hukumnya tak wajib bagi mereka. Namun cerpen ini tampak membela perempuan sebagai manusia yang utuh yang juga berhak menerima hadiah istimewa dari Tuhannya yang dalam cerita ini ditunjukkan sebagai pihak yang doanya diterima.
Cerpen ketiga (15-20) cerita tentang Haji Jarkani, seorang TKI ilegal dari Banjar dan Kiai Muhyiddin, kiainya dulu di Rumpiang.
Pertemuannya yang tak sengaja, membuat Jarkani ingin mentraktir kiainya meski dengan uang pas-pasan di warung yang menyediakan menu banjar. Secara naratif, dibandingkan dua cerpen sebelumnya, cerpen ini lebih bercerita dengan alur yang tergolong "meledak" atau dengan akhir yang sulit ditebak dan dengan sisipan pesan moral yang cuma beberapa baris.
Operasi oposisi biner plus keajaiban Tuhan dapat dijumpai dengan mudah dalam cerpen Hasbi, seperti juga dalam cerpen ke-4 (21-26), cerpen yang mengoposisikan kehidupan Muhdar yang anggota DPR dan Abi yang penulis. Cerpen ini tampak dibangun di atas satu fondasi kun fayakun. Penghargaan terhadap perempuan dalam cerpen yang lebih dominan dialognya ini, masih ada.
Cerpen kelima (27-32) sebagaimana cerpen kedua memilih modus mimpi sebagai sarana cerita. Karena itu cerpen-cerpen ini pun bisa jadi bahan kajian menarik tentang mimpi dalam ranah psikoanalisis untuk memahami bagaimana mimpi tercipta dan bagaimana hakikat cerpen-cerpen yang menggunakan peranti cerita mimpi dan yang tidak, secara keseluruhan sebagai mimpi itu sendiri.
Cerpen ini menceritakan dua perangai perenpuan yang berbeda, yaitu Bu Ijah yang suka memamerkan gelang kepada Bu Fatma. Bu Fatma yang sederhana yang juga ingin gelang emas seperti itu mendapatkan gelang yang lebih baik. Ia kemudian tahu bahwa emas Bu Ijah ternyata emas palsu. Dalam cerpen ini operasi oposisi biner kebaikan dan keburukan kembali ditampilkan.
Cerpen keenam (33-38) tentang Rahmah dkk. yang mengikuti umrah saat liburan sekolah mereka. Ada dua larangan haji yang diilustrasikan dalam cerpen ini yaitu: haji bukan untuk berbisnis, dan dilarang membunuh mahluk hidup. Secara tersirat cerpen ini membawa pesan kasih sayang dalam versi Islam dan semangat anti membawa pasir dalam ritual suci apapun. Sebuah fenomena beragam yang akhir-akhir marak dimana pasar merangsek masuk ke relung-relung keberagamaan “kita”.
Cerpen ketujuh (39-44) bercerita perilaku buruk Kurtubi sebagai orang kaya baru yang melakukan ibadah umrah di bulan Ramadhan. Dia sibuk dengan hape barunya yang canggih. Ada pesan tersirat betapa pentingnya umat Islam menyikapi hape secara dewasa. Penggunaan hape yang berlebihan dan tak tahu tempat berpotensi bikin stres dan mengurangi kehusukan ibadah. Pun kini hape di tangan pengguna yang tak dewasa jadi ancaman laten di masjid-masjid sampai ada tulisan dilarang menyalakan hape di masjid. Formula cerpen ini mirip dengan cerpen keempat dan kelima bahwa kebaikan di kampung bisa berbuah keberuntungan di tanah suci, bukan dalam pengertian yang sepenuhnya gaib, tetapi logis.
Sampai di cerpen kedelapan, kita jadi tahu bahwa buku ini bukan cuma berisi cerpen tentang haji, tapi juga tentang TKW Indonesia di Arab. Cerpen ke-8 (45-51) menceritakan terpisahnya Pak Husni dan Bu Aida. Cerpen ini menunjukkan betapa rapuhnya lelaki tanpa perempuan. Bagi Pak Husni, istrinya terasa lebih bermakna dari harta setelah wanita itu tak ada di sisinya. Dia menyesal telah menganjurkannya jadi TKW karena tergiur pada kemakmuran yang belum jelas sementara siksaan keterpisahan mereka langsung tampak dan sangat terasa.
Cerpen kesembilan (52-58) juga bukan tentang haji, tetapi tentang Ustazah Hasanah dan muridnya. Cerita tentang figur guru teladan yang penyayang. Cerpen kesepuluh (59-68) tentang Hadi yang akhirnya membakar langgar karena kaget melihat perubahan Islam di kampungnya, Rumpiang, Banjar. Ia dipenjara karena ulahnya. Ada pesan lewat tokoh Kurdi bahwa Islam dan perubahannya harus dikawal dengan cara-cara yang makruf, nirkekerasan.
Cerpen kesebelas (69-74) tentang Abdi, petugas haji musiman, asal Banjar, yang menyadarkan jemaah haji yang kasar dan tak sabaran.
Cerpen kedua belas (75-78) mengilustrasikan uji kepekaan sosial yang harus dimiliki calon haji melalui cerita keluarga Pandi yang cekcok dengan keluarga Kakek Udin. Cerita diakhiri dengan disadarkannya sikap Pandi dan istrinya yang tidak mau menang sendiri.
Cerpen ketigabelas (79-86) cerita khas jemaah haji asal dan Indonesia dan rokok. Banyak ragam cerita ini dan cerpen ini mengemasnya dengan kaidah cerita yang mengejutkan. Pak Marjuni menemukan serangkaian pengalaman mengejutkan dengan rokok yang dititipkan Haji Utuh. Sayang akhirnya agak meninggalkan pertanyaan:
mungkinkah dua kotak rokok yang dijatuhkan dari ketinggian tertentu dan menimpa kaca mobil bisa memecahkan kaca itu? Meski fiksi memang bangunan tentang dunia yang serba mungkin, untuk yang satu ini tampak mengganggu hukum mimetika fiksi realis. Dalam hal ini, saya bisa menyebut bagian itu sebagai bagian yang anakronistik.
Cerpen terakhir (87-94) secara naratologis adalah cerpen kedua di antara ketigabelas cerpen sebelumnya yang dikisahkan dengan sudut pandang akuan perempuan sebagai janda beranak tiga ibu jadi TKW di Arab, yang terpisah lama dari anak-anaknya. Dibanding cerpen kesembilan, cerpen ini lebih berhasil menghadirkan perasaan perempuan yang sulit dialami oleh kebanyakan penulis lelaki. Hasbi sangat piawai membahasakan bahasa perempuan. Sisi keperempuanan yang kadang muncul sekilas di cerpen sebelumnya yang bernuansa membela perempuan, tampak total diwujudkan dalam cerpen ini dengan teknik akuan perempuan yang keibuan.
Genre Sastra Islami
Buku ini adalah bukti ketiga setelah buku Badai Gurun dalam Darah karya Ibramsyah Amandit, Rindu Rumpun Ilalang karya Nailiya Nikmah terbitan Tahura Media yang menguatkan gagasan bahwa tak ada masalah antara sastra dan Islam. Jika ada sebagian umat Islam yang memilih menjauhi sastra untuk memperkuat keislaman mereka, ketiga penulis yang telah disebutkan justru menempuh jalan lain. Bukan tak ada penulis lain yang menulis genre sastra ini. Tapi ketiga buku inilah yang cukup representatif dan terfokus.
Ketiganya menampilkan corak problematika pergulatan spiritual penulisnya dengan persoalan keislaman dalam lingkungan imajinasi mereka. Ketiganya bisa menjadi bahan penelitian sastra bandingan yang menarik. Tentu antara lain untuk menguraikan bagaimana nilai keislaman dikemas menjadi cerita atau ungkapan puitik sehingga mendapatkan bentuk baru yang mudah disimpan dalam kenangan yang mencerdaskan dan mencerahkan. Kenangan yang inspiratif.
Dalam cerpen Hasbi pembaca diajak belajar dari beragam sikap calon haji dan perilaku orang Banjar dalam kaitannya dengan masalah haji. Setelah membaca cerpen-cerpennya yang tentang haji, pembaca dapat menarik kesimpulan tentang haji yang sukses, yang mambrur. Tanpa terlalu digurui karena semua itu disajikan dengan cara bercerita yang menarik, dengan bahasa yang mudah dipahami, dan tak berbunga-bunga.
Meskipun dari keempatbelas cerpen itu cerita tentang lelaki dengan baik-buruknya, Hasbi memberikan ruang yang cukup penting bagi kedudukan perempuan sebagai mitra penting lelaki yang juga perlu diagungkan perannya. Wallahua’lam bissawab.
Loktabat Utara, 13.08.2010
Ramadhan 03, 1431 H
Sainul Hermawan, penulis buku Teori Sastra: Dari Marxis sampai Rasis (2005), Maitihi Sastra Kalimantan Selatan (2007), Ragam Aplikasi Kritik Cerpen dan Novel (2009), dll. Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Sastra Universitas Indonesia (2010)
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Khoirul Anam
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abd. Basid
Abdul Aziz
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar
Abdul Hadi W.M.
Abdul Rauf Singkil
Abdul Rosyid
Abdul Salam HS
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Alawi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abu Nawas
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Ach. Tirmidzi Munahwan
Achmad Faesol
Adam Chiefni
Adhitya Ramadhan
Adi Mawardi
Adian Husaini
Aditya Ardi N
Ady Amar
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afrizal Malna
Afrizal Qosim
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Fahri Husein
Agus Fathuddin Yusuf
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Baso
Ahmad Fatoni
Ahmad Hadidul Fahmi
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Syafii Maarif
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rohim
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Sahal
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alang Khoiruddin
Alang Khoirudin
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Aliansyah
Allamah Syaikh Dalhar
Alvi Puspita
AM Adhy Trisnanto
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Amin Hasan
Aminullah HA Noor
Amir Hamzah
Ammar Machmud
Andri Awan
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjar Nugroho
Anjrah Lelono Broto
Antari Setyowati
Anwar Nuris
Arafat Nur
Ariany Isnamurti
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arifin Hakim
Arman AZ
Arwan
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Juanda
Asep S. Bahri
Asep Sambodja
Asep Yayat
Asif Trisnani
Aswab Mahasin
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Azizah Hefni
Azwar Nazir
B Kunto Wibisono
Babe Derwan
Badrut Tamam Gaffas
Bale Aksara
Bandung Mawardi
Bastian Zulyeno
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budiawan Dwi Santoso
Buku Kritik Sastra
Candra Adikara Irawan
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cawapres Jokowi
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abhsar
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
CNN Indonesia
Cucuk Espe
Cut Nanda A.
D Zawawi Imron
D. Dudu AR
Dahta Gautama
Damanhuri Zuhri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Danuji Ahmad
Dati Wahyuni
Dea Anugrah
Dea Ayu Ragilia
Dede Kurniawan
Dedik Priyanto
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Detti Febrina
Dewi Kartika
Dian Sukarno
Dian Wahyu Kusuma
Didi Purwadi
Dien Makmur
Din Saja
Djasepudin
Djauharul Bar
Djoko Pitono
Djoko Saryono
DM Ningsih
Doddy Hidayatullah
Donny Syofyan
Dr Afif Muhammad MA
Dr. Simuh
Dr. Yunasril Ali
Dudi Rustandi
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dyah Ratna Meta Novia
E Tryar Dianto
Ecep Heryadi
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy A Effendi
Edy Susanto
EH Ismail
Eka Budianta
Ekky Malaky
Eko Israhayu
Ellie R. Noer
Emha Ainun Nadjib
Esai
Esha Tegar Putra
Evi Melyati
Fachry Ali
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faizal Af
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fazabinal Alim
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Furqon Lapoa
Fuska Sani Evani
Geger Riyanto
Ghufron
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
Gus Muwaffiq
Gusriyono
Gusti Grehenson
H Marjohan
H. Usep Romli H.M.
Habibullah
Hadi Napster
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hammam Fathulloh
Hamzah Fansuri
Hamzah Sahal
Hamzah Tualeka Zn
Hanibal W.Y. Wijayanta
Hanum Fitriah
Haris del Hakim
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Basri Marwah
Hasnan Bachtiar
Hasyim Asy’ari
Helmy Prasetya
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Heri Listianto
Heri Ruslan
Herry Lamongan
Herry Nurdi
Heru Kurniawan
Hilmi Abedillah
Hotnida Novita Sary
Hudan Hidayat
Husein Muhammad
I Nyoman Suaka
Ibn ‘Arabi (1165-1240)
Ibn Rusyd
Ibnu Sina
Ibnu Wahyudi
Idayati
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imadi Daimah Ermasuri
Imam Hamidi Antassalam
Imam Khomeini
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Nasri
Imron Tohari
Indonesia O’Galelano
Indra Kurniawan
Indra Tjahyadi
Inung As
Irma Safitri
Isbedy Stiawan Z.S.
Istiyah
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
J Sumardianta
Jadid Al Farisy
Jalaluddin
Jalaluddin Rakhmat
Jamal Ma’mur Asmani
Jamaluddin Mohammad
Javed Paul Syatha
Jaya Suprana
Jember Gemar Membaca
Jo Batara Surya
Johan Wahyudi
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K. Muhamad Hakiki
K.H. A. Azis Masyhuri
K.H. Anwar Manshur
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
Kabar Pesantren
Kafiyatun Hasya
Kanjeng Tok
Kasnadi
Kazzaini Ks
KH Abdul Ghofur
KH. Irfan Hielmy
Khansa Arifah Adila
Khoirul Anwar
Khoirur Rizal Umami
Khoshshol Fairuz
Kiai Muzajjad
Kiki Mikail
Kitab Dalailul Khoirot
Kodirun
Komunitas Deo Gratias
Koskow
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurtubi
Kuswaidi Syafi’ie
Kyai Maimun Zubair
Lan Fang
Larung Sastra
Leila S. Chudori
Linda S Priyatna
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP
Lukman Asya
Lukman Santoso Az
M Arif Rohman Hakim
M Hari Atmoko
M Ismail
M Thobroni
M. Adnan Amal
M. Al Mustafad
M. Arwan Hamidi
M. Bashori Muchsin
M. Faizi
M. Hadi Bashori
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Mustafied
M. Nurdin
M. Yoesoef
M. Yunis
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
M.S. Nugroho
M.Si
M’Shoe
Mahamuda
Mahdi Idris
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahrus eL-Mawa
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mansur Muhammad
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marjohan
Marsudi Fitro Wibowo
Martin van Bruinessen
Marzuki Wahid
Marzuzak SY
Masduri
Mashuri
Masjid Kordoba
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni el-Moezany
Matroni Muserang
Mbah Dalhar
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftahul Ulum
Mila Novita
Mochtar Lubis
Moh. Ghufron Cholid
Mohamad Salim Aljufri
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Yamin
Muh. Khamdan
Muhajir Arrosyid
Muhammad Abdullah
Muhammad Affan Adzim
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih AR
Muhammad Amin
Muhammad Anta Kusuma
Muhammad Ghannoe
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Kosim
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Mukhlisin
Muhammad Quraish Shihab
Muhammad Subhan
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yasir
Muhammad Yuanda Zara
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyiddin
Mujtahid
Muktamar Sastra
Mulyadi SA
Munawar A. Djalil
Munawir Aziz
Musa Ismail
Musa Zainuddin
Muslim
Mustafa Ismail
Mustami’ tanpa Nama
Mustofa W Hasyim
Musyafak
Myrna Ratna
N. Mursidi
Nasaruddin Umar
Nashih Nashrullah
Naskah Teater
Nasruli Chusna
Nasrullah Thaleb
Nelson Alwi
Nevatuhella
Ngarto Februana
Nidia Zuraya
Ninuk Mardiana Pambudy
Nita Zakiyah
Nizar Qabbani
Nova Burhanuddin
Noval Jubbek
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nur Fauzan Ahmad
Nur Wahid
Nurcholish
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Orasi Budaya
Pangeran Diponegoro
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
Pesantren Tebuireng
Pidato
Politik
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pramoedya Ananta Toer
Prof. Dr. Nur Syam
Profil Ma'ruf Amin
Prosa
Puisi
Puji Hartanto
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
Purwanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
PUstaka puJAngga
Putera Maunaba
Putu Fajar Arcana
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rakhmat Nur Hakim
Ramadhan Alyafi
Rameli Agam
Rasanrasan Boengaketji
Ratnaislamiati
Raudal Tanjung Banua
Reni Susanti
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Retno HY
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Rinto Andriono
Risa Umami
Riyadhus Shalihin
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rohman Abdullah
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifuddin Syadiri
Saifudin
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Salahuddin Wahid
Salamet Wahedi
Salman Faris
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra Pesantren
Sastrawan Pujangga Baru
Satmoko Budi Santoso
Satriwan
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra Boenga Ketjil
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siswanto
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slavoj Zizek
Snouck Hugronje
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sufyan al Jawi
Sugiarta Sriwibawa
Sulaiman Djaya
Sundari
Sungatno
Sunu Wasono
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susringah
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaiful Amin
Syaifullah Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syeikh Abdul Maalik
Syeikh Muhammad Nawawi
Syekh Abdurrahman Shiddiq
Syekh Sulaiman al Jazuli
Syi'ir
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tiar Anwar Bachtiar
Tjahjono Widijanto
Tok Pulau Manis
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tu-ngang Iskandar
Turita Indah Setyani
Umar Fauzi Ballah
Uniawati
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usep Romli H.M.
Usman Arrumy
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wa Ode Zainab Zilullah Toresano
Wahyu Aji
Walid Syaikhun
Wan Mohd. Shaghir Abdullah
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Fei Hung
Y Alpriyanti
Yanti Mulatsih
Yanuar Widodo
Yanuar Yachya
Yayuk Widiati
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yopi Setia Umbara
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudi Latif
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zaenal Abidin Riam
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zakki Amali
Zehan Zareez
Tidak ada komentar:
Posting Komentar