Senin, 04 April 2011

Islam dan Kebudayaan dalam Tunjuk Ajar Melayu

Junaidi
Riau Pos, 3 April 2011

HUBUNGAN agama dan kebudayaan sangat erat dan bisa saling mempengaruhi. Cara orang beribadah dalam agama tertentu dapat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dimilikinya. Sebaliknya, kebudayaan suatu suku bangsa dapat pula dipengaruhi oleh agama yang dianutnya. Meskipun dasar ajaran agama adalah wahyu yang diturunkan Tuhan melalui nabi dan kebudayaan berasal dari potensi kreativitas yang diberikan Tuhan kepada manusia, agama dan kebudayaan dapat bergabung dalam penerapannya. Pada hekekatnya, agama dan kebudayaan memang sama-sama bertujuan untuk menuntun manusia hidup dunia agar hidup manusia menjadi lebih terarah dan memperoleh kemudahan.

Salah satu kebudayaan suku bangsa yang sangat kental dipengaruhi Islam adalah suku Melayu. Pengaruh Islam terhadap kebudayaan Melayu dapat ditemukan dalam tradisi dan kesusastraan Melayu. Namun demikian, sebelum Islam masuk ke tanah Melayu, corak kebudayaan Melayu bersifat Hindu-Budha yang dipengaruhi oleh Kerajaan Sriwijaya sekitar abad ke-7 sampai abad ke-11 Masehi. Keagungan Sriwijaya itu kemudian dilanjutkan oleh kerajaan Melaka sekitar abad ke-14 sampai abad 16 Masehi. Setelah Islam menyebar di tanah Melayu corak kebudayaan orang Melayu berubah menuju kebudayaan Islam. Penyebaran Islam tidak dilakukan secara paksaan melainkan dengan cara damai. Karena menggunakan cara-cara yang baik mayoritas orang Melayu kemudian memeluk Islam.

Masuknya Islam ke Nusantara dibawa oleh para pedang Muslim yang berasal dari Arab sekitar abad ke 7 Masehi. Strategisnya letak Nusantara terus mendorong pedagang dari Arab mengembangkan perdagangnya. Sambil berdagang dengan orang Melayu, pedagang Arab juga menyebarkan Islam kepada orang Melayu. Penyebaran Islam di tanah Melayu diperkuat lagi dengan perkawinan antara pedagang Arab dengan orang Melayu. Interaksi orang Muslim yang berasal dari Arab dengan orang Melayu semakin intens sehingga Islam kemudian dianggap sebagai agama yang syah bagi orang Melayu.

Kuatnya pengaruh Islam dalam masyarakat Melayu mendorongnya munculnya kerajaan Islam di tanah Melayu. Ambary menyatakan bahwa Raja-raja Melayu menempatkan dirinya sebagai keturunan Iskandar Agung. Ketika Islam semakin berkembang dalam lingkungan kerajaan, Islam semakin kuat pengaruhnya dalam masyarakat Melayu. Islam dianggap sebagai agama resmi kerajaan Melayu sehingga seluruh aspek kehidupan orang Melayu, termasuk kebudayaan didasarkan pada ajaran Islam.

Salah satu bukti kuatnya pengaruh Islam dalam kebudayaan Melayu adalah dipergunakannya aksara Arab-Melayu atau tulisan Jawi dalam masyarakat Melayu. Penggunaan aksara Arab-Melayu ini dapat ditemukan dalam naskah-naskah kuno yang ditulis pada masa lalu. Keberadaan aksara ini pun masih dipertahankan dalam masyarakat Melayu sebagai bentuk penghargaan terhadap kebudayaan masa lalu.

Orang Melayu terkenal dengan tradisi penulisan yang sangat baik. Ini dibuktikan dengan banyaknya ditemukan naskah-naskah yang ditulis orang Melayu. Salah satu pengarang Melayu yang sangat terkenal adalah Raja Ali Haji, dengan karya agungnya Gurindam Dua Belas. Dalam gurindam ini sangat jelas terlihat pengaruh Islam terhadap karya sastra Melayu. Keterampilan bermain dengan kata seperti dalam syair, pantun, sajak dan bentuk olah kata lainnya membuat orang Melayu terkenal dengan kehalusan budi bahasanya. Orang Melayu menggunakan bahasa secara tertata sehingga bahasa yang digunakan akan diukur dengan rasa. Dengan rasa ini orang Melayu menjaga bahasanya. Keterampilan memainkan bahasa itu digunakan pula untuk menyampaikan nasehat, petuah, dan pengajaran yang berkaitan dengan nilai-nilai Islam. Penggunaan syair dan pantun terasa lebih berkesan untuk menyampaikan pesan-pesan moral yang berlandaskan Islam.

Dalam kebudayaan Melayu Riau pesan moral yang bersumber dari nilai-nilai Islam dapat dilihat dalam tradisi tunjuk ajar Melayu. Tunjuk ajar Melayu adalah petuah, petunjuk, nasehat, amanah, pengajaran, dan contoh teladan yang disampaikan oleh orang Melayu Riau. Tunjuk ajar ini bertujuan untuk membawa manusia ke jalan yang lurus dan diridhoi Allah. Dengan kata lain, tunjuk ajar bertujuan untuk menciptakan keseimbangan atau equlbilirium dalam kehidupan manusia sehingga manusia dapat hidup dengan selamat di dunia dan akhirat. Keberadaan tunjuk ajar diharapkan pula menjadi panduan bagi orang Melayu dalam menjalani kehidupan ini.

Kandungan tunjuk ajar Melayu merupakan gabungan dari nilai-nilai agama Islam, nilai-nilai budaya Melayu dan norma-norma sosial yang terdapat dalam masyarakat Melayu Riau. Nilai-nilai Islam sangat jelas terdapat dalam tunjuk ajar Melayu karena keberadaan budaya Melayu berkaitan erat dengan nilai-nilai Islam. Bahkan sebagian orang mengatakan bahawa Islam menjadi identitas utama orang Melayu. Tenas Effendy lebih tegas menyatakan bahwa dalam tunjuk ajar terkandung ajaran agama dan berbagai ilmu yang berguna.

Kedudukan tunjuk ajar Melayu sangat penting bagi orang Melayu karena kandungannya mencerminkan nilai-nilai luhur yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Tunjuk ajar Melayu yang disampaikan oleh orang-orang tua Melayu digunakan untuk mengingatkan masyarakat terhadap nilai-nilai luhur agar kehidupan manusia ini lebih terarah kerana manusia mempunyai kecenderungan lupa. Effendy menerangkan bahwa “pentingnya kedudukan tunjuk ajar dalam kehidupan orang Melayu menyebabkan mereka berupaya sekuat tenaga untuk mempelajari memahami, selanjutnya mewariskan tunjuk ajar secara turun-temuran.”

Pesan moral yang terdapat dalam tunjuk ajar Melayu Riau meliputi berbagai aspek kehidupan manusia seperti pesan amanah kepada guru, orang tua, anak-anak, lingkungan, dan pemimpin. Adanya pesan moral yang bersumber dari nilai-nilai Islam menunjukkan bahwa orang Melayu Riau mempunyai perhatian yang khusus Islam. Berkaitan dengan itu, tulisan ini bertujuan untuk mengkaji nilai-nilai Islam yang terdapat dalam tunjuk ajar Melayu.

Posisi Adat dan Syarak

Sejak masuknya Islam ke tanah Melayu, Islam terus berkembang secara damai dalam masyarakat Melayu sehingga ini menyebabkan kebudayaan Melayu mengalami perubahan. Islam dijadikan azas utama kebudayaan Melayu. Salah satu warisan kebudayaan Melayu yang secara jelas menjelaskan perbaduan Islam dan kebudayaan Melayu adalah tunjuk ajar Melayu. Dalam tunjuk ajar Melayu diungkapkan bahwa adat orang Melayu harus sesuai dengan Islam seperti yang terdapat dalam ungkapan “Adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah”. Ini bermakna bahwa semua aspek kehidupan manusia didasarkan pada hukum Allah. Adat, kesenian, tradisi dan semua aspek kebudayaan yang dikreasikan oleh manusia harus benar-benar sesuai dengan Islam. Ungkapan ini menunjukkan bahwa Islam telah benar-benar menyatu dalam diri orang Melayu. Dalam tunjuk ajar Melayu dinyatakan: Adat ialah syarak semata//Adat semata Quran dan Sunnah//Adat sebenar adat ialah Kitabullah dan sunnah nabi//.

Adat berada dalam wilayah kreativitas manusia atau dengan sengaja dibuat manusia untuk menyimbangkan kehidupan manusia. Sedangkan syarak berada dalam wilayah kekuasaan hukum Tuhan. Ungkapan di atas menegaskan kedudukan adat sebagai buatan manusia harus tunduk dengan syarak sebagai ciptaan Allah. Dengan demikian, adat tidak boleh menyimpang dari hukum Tuhan yang terdapat dalam Alquran dan Sunnah. Masyarakat Melayu berpandangan perlunya keserasian dalam menjalankan syarak dan adat. Syarak menjadi landasan utama yang mengatur main set manusia sehingga seluruh kemampuan akal dan pikiran manusia harus diselarakan dengan syarak. Selanjutnya adat lebih berada dalam wilayah aksi atau perbuatan manusia seperti yang dinyatakan dalam ungkapan berikut: Syarak mengata, adat memakai//Ya kata syarak, benar kata adat//Adat tumbuh dari syarak//syarak tumbuh dari kitabullah//Berdiri adat karena syarak//.Ungkapan ini menjelaskan bahwa kebenaran yang terdapat dalam adat harus sesuai dengan kebenaran yang terdapat hukum Tuhan. Syarak merupakan sumber kebenaran yang hakiki yang berasal dari Tuhan sehingga adat mesti merujuk kepada syarak sedangkan sumber utama dari hukum agama itu adalah kitab suci Alquran. Kemudian ditegaskan lagi bahwa adat bisa berdiri bila tunduk pada hukum Tuhan.

Islam sebagai Identitas Melayu

Orang Melayu memandang Islam tidak hanya sebagai sebuah agama pilihan yang diridhoi Tuhan, tetapi mereka juga memandang Islam sebagai identitas. Pandangan seperti ini terjermin dalam kehidupan orang Melayu sehingga timbul ungkapan bahwa orang Melayu mesti beragama Islam, bila ia tidak Islam berarti ia tidak Melayu. Ini bermakna bahwa Islam menjadi identitas utama bagi orang Melayu seperti dinyatakan dalam ungkapan berikut: Apa tanda Melayu jati//Bersama Islam hidup dan mati//Apa tanda Melayu jati//Islam melekat di dalam hati//Apa tanda Melayu jati//Dengan Islam ia bersebati//.

Islam digambarkan sebagai penanda utama bagi orang Melayu untuk membedakan orang Melayu dengan orang tidak Melayu. Kuatnya identitas Islam dalam diri orang Melayu menyebabkan bahwa Islam tidak bisa dipisahkan dari diri mereka sehingga sampai mati pun Islam menjadi agama orang Melayu. Islam digambarkan benar-benar telah menyatu dalam diri orang Melayu.

Dalam ungkapan yang lain dinyatakan pula bahwa tanda “tuah” atau keistemewaan orang Melayu adalah memeluk Islam secara benar: Apa tanda Melayu bertuah//Memeluk Islam tiada menyalah//Apa tanda Melayu bertuah//Sebarang laku menurut sunnah//Apa tanda Melayu bertuah//Hidup takwa kepada Allah//Apa tanda Melayu bertuah//Hidup mati bersama akidah//.

Kata “tuah” merupakan suatu ungkapan yang sering digunakan oleh orang Melayu untuk mengidentifikasi diri mereka sebagai kaum yang mempunyai keistimewaan yang diberikan Tuhan seperti memeluk Islam, keagungan kerajaan Melayu, dan sumber daya alam yang melimbah. Perpaduan Islam dan pemikiran orang Melayu menjadikan Islam sebagai panduan utama bagi orang Melayu dalam menjalankan kehidupan. Ungkapan orang Melayu sebagai kaum pilihan juga tergambar dalam ungkapan berikut: Apa tanda Melayu pilihan//Hidup matinya dalam beriman//Apa tanda Melayu pilihan//Taat setia menyembah Tuhan//Apa tanda Melayu pilihan//Di dalam Islam tiada menyeman//. Identitas sebagai kaum pilihan dikaitkan dengan keteguhan keimanan mereka dalam memeluk Islam. Keimanan menjadi dasar utama bagi orang Melayu menyembah Tuhan agar manusia benar-benar mempercayai ajaran Islam sebagai pedoman dalam kehidupan.

Ungkapan Melayu mengajarkan bahwa sebagai makhluk yang mempunyai akal, manusia harus teguh memeluk agama Islam agar kehidupan Manusia benar-benar terarah seperti yang dinyatakan dalam ungkapan berikut ini: Apa tanda Melayu berakal//Memeluk Islam ianya kekal//Apa tanda Melayu berakal//Di dalam Islam ia beramal//Apa tanda Melayu berakal//Membela Islam tahan dipenggal//. Ungkapan ini menyatakan bahwa orang Melayu harus mempunyai komitmen yang kuat untuk memeluk Islam dan selalu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. (bersambung)

Dr Junaidi, adalah Dekan Fakultas Ilmu Budaya Unilak, dan Komisioner di Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Riau.
Sumber: http://cabiklunik.blogspot.com/2011/04/islam-dan-kebudayaan-dalam-tunjuk-ajar.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez