Jumat, 30 September 2011

Perihal Anjing Yang Suka Azan

Sabrank Suparno
http://sastra-indonesia.com/

Di perantauan mana pun, yang penting bagi seseorang ialah sopan, jujur, dan tahudiri. Itu kunci. Bagaimana menempatkan diri sebagai perantau! Siapa tuan rumah? Siapa pendatang? Jika itu dilakukan, saudara dan orang tua dengan mudah terjalin di mana saja.

Awalnya aku mengenal I Ketut Sunyahne, Balinese tulen yang tak begitu cakap berbahsa Indonesia, tapi dia malah mengerti kalau aku berbahasa Jawa kuno. Barulah aku yakin pada sejarah, bahwa ras penduduk Bali, bernenek moyang Jawa yang lari jaman Majapahit dulu.

Pak Ketut yang sudah keriput, menempati gubuk di pekarangan luas pinggiran kota, sebuah tempat sederhana, namun terawat rapih dan bersih. Di belakang gubuk ada empat petak kolam ikan, bunga warna-warni nan asri. Tiap singgah di tempat itu, aku merasakan suatu hal, bahwa bagi Pak Ketut, “hunianku adalah tempat rekreasiku.”

Zero bersama anak cucunya terkenal galak, kawanan anjing piaraan Pak Ketut yang kini berjumlah tujuh ekor. Pertama datang, sebelum kenal, anjing-anjing itu menyalak dengan sengitnya. Sehari-dua hari kemudian, anjing-anjing itu melunak. Pak Ketut selalu menyergak tiap anjingnya menyalak. Ia menjelaskan pada anjing-anjing itu kalau aku adalah temannya. Tentu saja aku mengerti bahasa anjing, sebab omongan Pak Ketut pada anjing itu memakai bahasa manusia. Sejak itulah anjing-anjing Pak Ketut menyetarakan aku dengan majikannya. Cuma bedanya, anjing-anjing itu tak pernah menjilat kakiku, sebab Pak Ketut pernah mengatakan kepada mereka kalau aku ini muslim.

Sejak itu aku memahami dunia anjing, bahwa sekali anjing mengenal seseorang, seumur hidup ia tak akan lupa, walau sepuluh tahun tidak bertemu, ingatannya masih tajam terhadap orang yang pernah dikenal.

Berbulan-bulan di tempat Pak Ketut, aku merasa ada yang aneh. Awalnya cuma setengah percaya, namun setelah memasuki bulan puasa, barulah aku yakin. Bulan di mana penduduk muslim Jawa mulai ramai genderang malam: tedur bajidor, sekawanan anak muda yang berkelonteng menabuh alat seadanya untuk membangunkan pepuasa menjalani makan sahur. “Dur, tek-tek blung. Dur,tek-tek blung. Sahur! Sahur!” Sambil berteriak.

Itu jika aku di Jawa. Tetapi di Bali, tidak mungkin ada kebiasaan ‘Tedur’, kecuali di kampung Jawa, hunian perantau yang rata-rata muslim.

Namun musik Tedur pernah dimainkan secara rancak oleh para muda Bali ketika memperingati Hari Sampah Sedunia. Dengan panggung mega, di pantai Kuta, musisi seniman Bali ini memerankan alat musik dari rongsokan: botol, kaleng, galon, kempyeng dll. Antusiasme penonton pun membludak. Ternyata hal yang sepeleh sekelas rongsokan, tak mengalahkan alat musik modern jika benar-benar diaransemen.

Ketika menjalankan ibadah puasa, hanya dua hal pokok yang menjadi perhatian penting, yaitu batas waktu sahur dan buka: imsyak dan tepat waktu magrib. Apalagi ketika matahari condong ke barat, bola merah tersebut seperti enggan tenggelam, terapung dan terserimpung pepohonan serta terganjal bebukitan. Lamban. Sementara dahaga dan lapar seharian, sudah tak sabar menunggu pesta pembebasan. Magrib seperti algojo. Keperkasaannya segera memenggal borgol rantai yang melilit sekujur badan. Atau seperti sipir tahanan yang membisikkan bahwa masa terkurung di bilik pengap jeruji besi sudah berakhir. Dan selanjutnya terdakwah dipersilahkan keluar menghirup udara bebas, melintasi alam luas.

Berpuasa di negeri rantau yang berpenduduk non- muslim, sedikit mengenaskan, sebab tidak terdengar suara adzan. Untuk memastikan bahwa magrib tiba, aku harus mondar-mandir menjenguk jam dinding. Mulanya aku mengira ada orang melintas atau tamu datang ke tempat kami. Sebab, setiap tepat detak jam magrib, bersama itu juga anjing piaraan Pak Ketut serempak menggonggong. Serempak. Selalu bersamaan dengan waktu magrib. Sehari-dua hari kuamati, ternyata anjing piaraan Pak Ketut tak hanya melolong waktu magrib saja, tetapi melolong serempak setiap waktu sholat tiba. Selalu. Tak luput sekali waktu pun, entah isyak, subuh, duhur asyar.

“Apa Pak Ketut mengerti keunikan anjing-anjing ini?”

“Tentu saja, saya kan pemiliknya!” Jawab Pak Ketut ringan. Sepertinya ia sudah menyiapkan bahwa suatu ketika pasti aku menanyakan keunikan ini.

“Apa bapak yang mengajari?”

“Tidak!”

Sejenak aku terdiam, menerka penjelasan Pak Ketut selanjutnya. Melihat ekspresi ringan yang tergurat pada wajah Pak Ketut, aku merasa ia menyimpan jawaban lengkap mengenai pertanyaanku. Bahkan, mungkin tidak sekali ini menjawab pertanyaan yang sama, dari orang sebelumku perihal anjing-anjing ini. Atau bisa jadi, pada orang-orang tertentu, Pak Ketut perlu menceritakan keunikan anjingnya.

“Saya pernah melihat dakwah Islam di televisi. Konon ada cerita anjing yang berbakti menemani pejuang dan tertidur di dalam goa hingga 300 tahun. Mungkin anjingku ini jelmaan anjing dalam goa tersebut.” Aku mengerti, bahwa yang dimaksut Pak Ketut adalah kisah ashabulkahfi.

Seketika ingatanku terlempar jauh ke beberapa bulan lalu, di mana ketika temanku si Budi mengajak berwisata ke kawasan hutan kera di Sangai. Sebuah hutan kecil yang dihuni ribuan kera. Kawasan yang sudah tidak aneh, sebab di Jawa, Kediri dan Gunung Kawi di Malang, juga ada hutan kecil, bahkan beberapa pohon rindang yang dihuni ribuan kera dalam satu komunitas bersama keturunannya.

Kami tertegun saat dihutan Sangai. Dua turis yang sedang bersamaku, satunya pengunjung lokal. Tiba-tiba seekor kera menyabet handycam turis bule dan dibawa ke atas pohon. Begitu juga seekor lagi menyahut dompet si turis lokal. Si kera yang membawa handycam segera mengembalikan ke pemiliknya dengan sopan, nyaris tanpa kerusakan. Tetapi na’as bagi turis lokal. Dompetnya diudal-udal, uang dan seluruh isinya ditebar-tebarkan. “Apa mungkin kera-kera ini kaum Yahudi yang dahulu dikutuk nabi Musa menjadi kera?” Benakku penasaran. Seolah ia mengerti bahwa bule Eropa adalah keturunan Yahudi, yang artinya sekaum. Hingga sedemikian hormatnya. Perjumpaan mereka di Sangai, di Asia, ibarat mengunjungi nenek moyangnya. Sedang kera bersikap acuh dengan dompet orang pribumi yang ia rasa uangnya diraup dengan cara tak jauh beda dengan profesonalisme dirinya: profesionalisme kera.

Suasana puasa jaman di kampung halaman, seringkali menjadi aliran deras yang menggerus keberadaan. Tadarus, tarawih, buka dan sahur bersama, aneka hidangan, kuat menyeret bayanganku ke masa lampau. Ada rindu yang teramat tebal, termasuk makanan khas masakan ibu, adonan khas rasa bawang, cabe, merica, kencur dll. Ketagihan teramat sangat. Ketagihan yang pernah dialami nabi Musa beserta kaumnya ketika merantau di lautan kutub. Saking ketagihannya, hingga kaum Musa menuntut setengah paksa, ”wahai Musa, jika kau benar-benar nabi, mintalah kepada Tuhanmu makanan cabe, bawang, merica.” Seperti diriku rasanya kaum Musa itu, yakni ketagihan masakan tanah kelahiran. Atau bahkan mungkin, Musa beserta kaumnya dahulu adalah tetanggaku, sebab di dataran Arab tidak mungkin ditemukan tanaman rempah. Dan tidak mungkin kaum di perantauan, rindu pada kampung halaman orang lain, kecuali kelahirannya.
***

“Ohm, santi, santi, santi. Ohm switsu, omi, kami. ” Terdengar lirih mimik bibir Pak Ketut tiap kali lantunkan do’a sembahyang. Air suci dipercikkan ke bumi bersama saputan sekuntum bunga. Selanjutnya telapak tangan menyabda alam agar berdamai, rajuk ketenangan yang dihembuskan dengan segenap hati dan kesadaran. Rutin, tiap pagi dan petang seraya berbusana adat khas Bali bersabuk selendang.

Demikian rupanya, tak ada sisi kehidupan yang dilepaskan dari campur tangan Tuhan, di mana manusia dengan alam bersahaja, mengabdi.

Pemandangan di sekitarku tiba-tiba berubah kabut tebal, putih dan dingin tertiup angin menerpa tubuhku. Seketika kulitku lembab, pucat memutih. Rasa anyap merasuk ke sumsum tulang, segeralah lumpuh dalam gigil sendiri. Betapa tidak! Di tanah rantau dengan mudah aku menyepelehkan sholat yang mulanya kuanggap wajar. Padahal, Pak Ketut yang usianya lanjut, tetap ajeg bermesrahan dengan Tuhan. Ternyata tidak cuma itu, pohon-pohon juga mengabdi dengan lancung jalarnya ke atas. Apalagi kawanan anjing piaraan Pak Ketut ini, hanyalah hewan, tetapi selalu mengumandangkan adzan tiap waktu. Hal yang sama juga aku saksikan di televisi, di mana jutaan burung di kutub pada musim tertentu berhamburan melintasi pulau-pulau dan benua. Mereka berhijrah mencari makanan, beralih ke tempat yang lebih menjanjikan. Ternyata alam adalah guru jika manusia jeli membacanya.
***

Setahun kemudian, dibangun masjid besar berjarak tujuh kilometer dari tempat Pak Ketut, masjid megah yang berartistik ukiran still Bali. Empat corongnya pun bergemontang ke empat penjuru mata angin. Sayup-sayup suara adzan dari masjid, selalu berselang beberapa detik setelah anjing piaraan Pak Ketut melolong serempak. Selalu.

*) Penulis lahir di Jombang 24 Maret 1975. Menulis esai, puisi, cerpen, cerkak bahasa nJombangan. Redaktur Bulletin Lincak Sastra. Team pengelola: sastra-indonesia.com, forumsastrajombang.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez