Minggu, 06 November 2011

FENOMENA KAMAR MENCARI MIMBAR

Mukadimah Antologi Puisi KATARSIS
Hadi Napster
http://sastra-indonesia.com/

Berawal dari sebuah wacana, yang melebur ke dalam rencana, dan kini terlaksana dengan sederhana. Seperti itulah kira-kira gambaran lahirnya buku Antologi Puisi yang lalu saya juduli KATARSIS ini. Ya, buku berisi 150 anak kandung yang terlahir kerdil dan kecil dari rahim pena saya. Yang oleh beberapa orang menyebutnya karya sastra, meski saya sendiri tidak begitu yakin dengan sebutan tersebut.

Adalah rasa cinta, setia dan (bisa jadi) sedikit cita terhadap sastra, yang memotivasi saya untuk kembali mengumpulkan tulisan-tulisan sederhana ini lalu mengemasnya menjadi sebuah buku. Bukan hal mudah tentunya, mengingat di luar sana tumbuh-kembang sastra bak jamur di musim hujan. Di mana begitu banyak muncul penulis atau penyair ‘baru’ yang dengan semangat menyala seakan tiada henti saling mempertontonkan hasil karya masing-masing.

Bersyukurlah negeri ini, utamanya sastra, yang menurut saya kian memasyarakat dalam geliat kehidupan sehari-hari. Terlebih dengan berkembang pesatnya cyber sastra lewat social networking di internet, sungguh merupakan sebuah jembatan menuju pertumbuhan sastra dalam skala kuantitas, meski belum tentu dibarengi dengan peningkatan kualitas.

Di sinilah agak rancu-nya perkembangan sastra modern. Sebab bukan tidak mungkin bahwa tulisan-tulisan yang lahir dari para ‘penyair’ baru (termasuk saya), yang di atas kertas memang kebanyakan ‘bukan’ wong sastra, justru serupa membangun rumah dengan hanya memasang dinding dan atap, tapi lupa dengan pilar maupun pondasinya.

Sastra Kamar. Begitulah kira-kira banyak orang menamai tulisan-tulisan yang datang dari subjektivitas penulis dengan latar belakang sekelumit permasalahan dalam kehidupan individualnya. Yang serta-merta lalu diberi label ‘karya sastra’ oleh kalangan ‘tertentu’ setelah membacanya. Dalam pandangan awam secara pribadi, saya lebih memilih menganggapnya sebagai Sastra Timpang, atau bisa juga Sastra Euforia.

Mengapa saya berani berasumsi demikian? Sangat jelas jawabannya; karena tulisan-tulisan tersebut tercipta dari kecenderungan berpijak pada unsur ekstrinsik semata. Memang banyak hal yang bisa menjadi opsi dalam ranah ini, anggap saja misalnya muatan-muatan psikologi, sosiologi, kondisi sosial, politik dan ekonomi, motivasi, ideologi, tendensi, tradisi, dan banyak lagi permasalahan lainnya. Namun apakah berbekal hal-hal seperti di atas saja sudah cukup untuk melahirkan sebuah karya sastra? Tidakkah kita terpikir kembali bagaimana dengan unsur intrinsik karya itu sendiri? Akan kita sembunyikan di mana; diksi, rima, ritme, tipografi, tata aksara, dan unsur-unsur dalam yang meliputinya? Bagaimana pula dengan asonansi, aliterasi, persajakan, hingga pemaknaan bertingkat; anorganik, vegetatif, animal, humanis dan metafisika atau transendental karya tersebut? Sudahkah semua ini kita klasifikasikan pada tempatnya masing-masing?

Jika jawabannya adalah belum, maka asumsi Sastra Timpang bisa menjadi pilihan. Atau ada kemungkinan lain, yaitu Sastra Euforia. Ya, katakan saja euforia karena tulisan-tulisan tersebut lahir dari sekedar keinginan untuk turut meramaikan geliat sastra yang semakin marak ber-modern ria dalam label kontemporer-nya. Sebuah capaian yang prestisius dalam dunia sastra sebenarnya, di mana semakin banyak orang menjadi gandrung untuk menulis dan berkarya. Akan tetapi bisa saja menjadi antiklimaks bagi dunia sastra sendiri, sebab kebanyakan apa yang ditulis adalah ‘entah’ atau ‘antah berantah’ semata.

Yang semakin menggelikan, sebab segala ketimpangan dan euforia ini lalu diikuti dengan mewabahnya kritikus-kritikus sastra yang lantas dengan seenaknya menghakimi atau memvonis ‘plus-minus’ hasil karya orang lain dari beragam sudut pandang. Tanpa memandang apa, bagaimana dan dari mana karya itu berasal? Sekarang, mari kita bercermin lagi, mari mencari tahu dan bertanya kembali; apa tindakan ‘sastra’ sendiri kala mendapati polemik semacam ini? Bagaimana tanggapan ‘sastra’ dengan giat antikonsepsi seperti ini?

Sulit memang mencipta sebuah tulisan yang benar-benar bernilai sastra. Bahkan saking sulitnya, sampai-sampai dewasa ini kita malah kebanyakan disuguhi tulisan-tulisan yang lebih cenderung mengandalkan tameng lisensi poetika, apoetica, atau apalah namanya, sebagai modal utama untuk merdeka dan menulis semau gue. Bahkan tak jarang kita jumpai kemunculan bahasa-bahasa baru yang indikasinya seakan menjadi gambaran sebuah penyimpangan arti, baik yang berupa ambiguitas, kontradiksi, hingga nonsense sekalipun. Tapi ironisnya, karena ternyata bahasa-bahasa baru tersebut adalah kosakata-kosakata yang sedianya hanya dimaksudkan ‘lazim’ saja, tanpa penyimpangan apapun. Tetapi justru dengan sendirinya menjadi ‘tidak lazim’ karena ‘ketidaklaziman’ penulisannya.

Apa kira-kira penyebabnya? Apa lagi kalau bukan; tingginya hasrat seseorang untuk membuat tulisan yang ingin ‘diakui’ sebagai karya sastra, hampir sama tingginya dengan ketidakpedulian pada morfologi maupun kaidah bahasa yang ada. Lebih parah lagi sebab dalam proses pemilihan diksi ketika membangun sebuah karya tulis, 90% fokus konsentrasi para penulis ‘jaman sekarang’ habis terkuras pada nilai-nilai estetik semata, dan hanya menyisihkan 10% sisanya untuk kepentingan semantik. Dengan kondisi seperti ini, maka karya yang lahir pun bisa dipastikan akan sangat sempurna. Sempurna timpang-nya, sempurna euforia-nya.

Kembali pada kasak-kusuk Sastra Kamar, adalah pendapat yang sangat logis jika kelak pembaca mendapati buku ini sebagai sekumpulan karya bernuansa kamar. Sebab apa yang hendak saya sampaikan lewat buku ini memang tidaklah lebih dari sekedar membagi corak kehidupan, semangat berinteraksi, optimisme belajar, serta tekad dan ikhtiar untuk terus mencintai sastra dengan cara berkarya. Bukan pula buku ini berarti saya maksudkan sebagai bentuk protes atau pembelaan terhadap Sastra Kamar. Sama sekali tidak.

Lebih bijak jika saya katakan; buku ini adalah sebuah usaha pencarian jawaban tentang; bagaimana mendewasakan AKU, agar bisa berbicara tentang KAU, DIA, KAMI, KITA dan MEREKA. Dengan kata lain, sedikit harapan kepada Sastra Indonesia agar kiranya dapat mencipta sebuah konsepsi baru yang lebih cerdas dan sistematis, terkait metode mengusung Sastra Kamar menjadi Sastra Mimbar sebagaimana yang diharapkan. Agar nantinya tidak timbul lagi polemik dalam tumbuh-kembang sastra, menyangkut subjektivitas penulis yang terkadang dianggap ‘terlalu’ berperan dalam mencipta sebuah karya sastra.

Karena jika kita harus jujur dan benar-benar merenung, maka pertanyaan sangat mendasar yang wajib kita jawab adalah; bagaimana seseorang akan berkoar di atas mimbar jika kamar saja masih berantakan alias belum tertata rapi? Bagaimana kita akan memasuki pola pikir orang lain jika nalar sendiri belum mampu kita kuasai? Nah sekarang kenyataannya, sudah adakah manuver substansial dari Sastra Indonesia sendiri dalam upaya mencerahkan secerah-cerahnya subjek ini? Harapan kita semua tentu saja: semoga kelak akan ada konsep dan konteks lebih konkret yang bisa menyamakan ayun langkah para penggiat sastra. Bukan justru semakin bertambah banyaknya arah pada persimpangan, yang membuat penulis-penulis ‘baru’ kian bingung menentukan ‘tujuan’nya berkarya.

Besar harapan saya, bahwasanya apa yang tertuang dalam buku ini dapat menjadi sedikit motivasi bagi semua, terutama diri pribadi saya, demi upaya menambah kadar ‘bijak’ dan tingkat ‘kedewasaaan’ pada diri, baik dalam bersikap maupun berucap. Utamanya ketika diperhadapkan pada kontradiksi realita dengan ingin dan angan, sebab kurang lebih itulah roh utama dalam buku ini. Segala prahara dan ketidakpuasan, harapan yang berbanding terbalik dengan kenyataan, semuanya terangkum sederhana dalam buku ini. Dalam rentetan tanda tanya besar sebagai konstelasi nyata kekinian yang tentu saja mencari-cari dan mendambakan jalan keluar.

Sedikit tambahan, terkait corak dan gaya penulisan dalam buku ini yang mayoritas mengedepankan pola sajak rima sehingga cenderung nampak kaku dan terikat, semua itu tidak lebih dari sedikit ‘kerinduan’ pada sederhana dan indahnya karya-karya sastra lama. Sebab diakui atau tidak, suka atau tidak, kita sama-sama harus legowo mengatakan bahwa Sastra Indonesia Lama yang ‘serba kaku’ adalah nenek moyang dari Sastra Indonesia Baru yang kini tersohor dengan ‘serba bebas’nya. Jadi anggap saja sebagai sebuah transformasi yang merupakan peleburan karakter dan visi; penciptaan reuni Sastra Indonesia Lama dengan Sastra Indonesia Baru yang telah terpisah periodisasi sangat panjang, di dalam sebuah karya.

Pada kesimpulannya, saya ‘vonis’ saja buku ini sebagai perwakilan untuk kita bertanya; masihkah Tuhan adalah nomor satu? Masihkah surga berada di telapak kaki Ibu? Masihkah cinta menjadi hal yang mulia dan agung? Masihkah interaksi serba modern saat ini menjanjikan wanginya harmoni kehidupan? Terlalu banyak pertanyaan, terlalu banyak ketidakpastian. Semakin banyak ketidaktahuan, semakin banyak pula kejanggalan.

Maka demi melengkapi pertanyaan-pertanyaan di atas, saya serahkan sepenuhnya 150 puisi dalam buku ini kepada siapapun yang kini membaca, menghayati, memuji, mencibir atau bahkan menyesal karena telah membelinya. Semoga kehadiran buku ini dapat membawa sedikit manfaat dan menambah semarak gegap gempita Sastra Indonesia tercinta.

Akhir kata, selamat membaca, menelaah, menghakimi dan memberi anggapan pun tanggapan. Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada, saya mengajak kepada semua untuk sama-sama mencari tahu; mengapa 150 tulisan sederhana dalam buku ini lantas diberi judul KATARSIS?

Yogyakarta, 07 Juni 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez