Kamis, 19 Januari 2012

Muhammad Iqbal, Cermin yang Tak Pernah Buram

Djauharul Bar *
http://jtopan.blogspot.com/

Muqaddimah

Legenda yang tak akan pernah habis dibicarakan, Muhammad Iqbal sosok fenomenal abad 21 telah meninggalkan banyak sekali catatan pemikirannya. Siapa yang tak mengangkat topi kepadanya, nama besar dari keluarga kecil banyak menorehkan tinta emas dalam perjuangannya menindas ketidakadilan. Melawan kekuatan penjajah, mengahabisi tipu daya kapitalis, menghiasi hari-hari dengan alunan kata puitis semuanya merupakan ciri dari sosok Iqbal.

Dikatakan bahwa Iqbal merupakan sosok yang belum tergantikan saat ini, gelar sebagai Sir serta sederet penghargaan erat dengannya. Bahkan, beliau juga disebut sebagai tokoh yang serba bisa, mulai dari pemikir, sufi, penyair, sampai seorang yang cukup agamis. Ini dikarenakan catatan hari-harinya penuh dengan guncangan peristiwa dan makna.

Sejarah tidak bisa melupakan akan jasa dan pengabdiannya terhadap dunia, membuka cakrawala pemikiran, membentangkan aksara kejahiliaan, membebaskan dari penindasan. Sekalipun, banyak sekali aliran pemikiran belakangan ini, akan tetapi semangat pemikiran Iqbal masih up to date, terlihat betapa seorang pemikir ini begitu menghalangi kekuatan Barat yang berlatar belakang kapitalis yang masih menguasai dunia sampai saat ini. Sistem demokrasi yang dilancarkan oleh barat masih harus banyak sekali koreksian.

Javid Namah kitab sastra puisi yang disusun Iqbal, merupakan magnum opusnya Iqbal, sebagaimana Masnawi pada Rumi.. Lewat bahasanya yang indah ia menyampaikan buah pikirnya melawan segala bentuk kelemahan, menyadarkan kehidupan, melawan segala bentuk penindasan.

Perjalan hidup Iqbal

Dari keluarga yang nenek moyangnya berasal dari Khawsmir, Muhammad Iqbal dilahirkan, tepat pada tanggal 22 Februari 1873 di desa Sailkot, Punjab. “Napasnya mengembangkan kuntum Hasratku menjadi bunga”, potongan puisi itu merupakan perhatian Iqbal untuk orang yang sangat berjasa padanya. Maulana Mir Hasan seorang ulama besar yang mengajarinya ketika kecil semasa sekolah dasar di Sialkot. Kecerdasan Iqbal semasa kecil banyak ditunjukan dari kumpulan-kumpulan sajak-sajaknya. Sajak-sajak itulah yang membuat sang guru berkesan dan selalu memberi dorongan kepada Iqbal.

Lahore, tanah yang menjadi rantauan ke dua bagi Iqbal setelah tamat sekolah dasar, menjadi titik awal ketenarannya. Lahore yang di masa itu merupakan kota yang cukup maju dan juga pusat kegiatan intelektualisme membuat Iqbal jatuh hati dan kerasan di sana. Di seluruh anak benua India banyak didirikan pusat-pusat sastra dan pengembangan bahasa, baik Persia maupun Urdu. Sesekali Iqbal membawakan pusi-puisinya dalam festival kesusastraan Urdu. Akan tetapi, sebagai penyair Iqbal hanya dikenal di kalangan pelajar saja. Dalam sebuah organisasi sastra di Lahore yang beranggotakan para tokoh sastra terkemuka, Iqbal melantunkan sajaknya yang terkenal Himalaya. Sajak yang berisi pikiran baru tentang semanagat patriotisme dibalut dalam kata-kata Persia klasik itu mendapat sambutan yang luar biasa dan mempesonakan para hadirin.

Di tahun 1950 atas saran gurunya Sir Thomas Arnold, Iqbal melanjutkan studinya ke Eropa, dan kemudain berhasil menamatkan gelar sarjananya pada studi Hukum dari Universitas Cambridge, Inggris. The Development of Metafhysics in Persia adalah hasil studi Doktoralnya dalam Filsafat Modern dari Universitas Munich, Jerman. Selama di Eropa inilah Iqbal banyak belajar dan mempelajari watak bangsa-bangsa Barat. Hal ini yang membuat ia berkesimpulan bahwa timbulnya segala macam kesulitan dan pertentangan tidak lain dikarenaka sifat individualisme dan egoisme yang berlebihan serta paham nasionalisme yang sempit bangsa Barat. Tapi juga menurut Iqbal, hal yang dikagumi dari bangsa Barat adalah sifat dinamis dan tak kenal puas dan putus asa.

Selain sering mengunjungi perpustakaan-perpustakaan di Cambridge dan di Berlin, ia juga menjabat sebagai guru besar Bahasa dan sastra Arab di Universitas London selama enam bulan. Sekembalinya ke Tanah air, Iqbal menjadi pengajar falsafah dan sastra Inggris di India.

Agustus 1908 Iqbal kembali ke tanah kelahiranya dan langsung mengisi sebagai pemimpin Government College di Lahore. Tapi kemudian karena mencurahkan perhatianya pada masalah-masalah hukum, ia mengundurkan diri dari jabatan itu.

Karya-Karya Iqbal

Iqbal membuat karya tulisnya dengan dua macam, berbentuk prosa (natsar) dan berbentuk puisi (nazham). Prosa yang dihasilkan olehnya disalin dalam bahasa Inggris, sedangkan puisi hasil karyanya menggunakan bahasa Persia dan bahasa Urdu.

Kebiasaan Iqbal membuat puisi dari kecil menjadi ciri tersendiri bagi karya-karyanya. Himalaya, judul puisi yang ia dendangkan di depan tokoh sastra terkemuka menjadi titik awal dari karnyanya. Begitupun hal penting semasa hidupnya ketika terbit buku pertamanya tahun 1915 tentang ego dan perjuangan hidup berjudul Asrari Khudi, buku ini ternyata menggemparkan dan menyadarkan para sufi yang suka menyendiri dan berdiam diri. Lalu tahun 1918 karyanya yang berjudul Rumuzi Bekhudi yang berisi ajaran dan kehidupan masyarakat Islam. Kemudain disusul oleh Payami Masyriq sebagai jawaban atas sebuah buku yang ditulis oleh Goethe berjudul Ost Westerliche Diwan. Lalu Zaburi Ajam yang berirama mistik dan tak kalah pentingnya Javad Namah yang dianggap sebagai Masterpisce Iqbal.

Secara kronologis karya Iqbal dapat disebutkan sebagai berikut:

Berupa Puisi (Nazham)

Asrari Khudi, Bahasa Persia 1915
Rumuzi Bekhudhi, Bahasa Persia 1918
Payami Masyriq, Bahasa Persia 1923
Zaburi Adam, Bahasa Persia 1929
Javid Namah, Bahasa Persia 1932
Musafir, Bahasa Persia 1934
Bali Jirail, Bahasa Urdu 1935
Passchai Bayad Kard, Bahasa Persia 1936
Darbi Kalim, Bahasa Urdu 1937
Berupa Prosa/Narasi (Natsar)
Ilmu Iqtishad, Bahasa Urdu 1901
The Development of Metaphysic in Persia, Bahasa Inggris 1908
The Recontruction of Religius Thought, Bahasa Inggris 1934
Letters of Iqbal to Jinnah, Bahasa Ingris 1944
Speeches and Statements of Iqbal, Bahasa Inggris 1944

Di samping karya-karyanya yang secara resmi diterbitkan dalam buku, masih banyak lagi karya-karyanya berupa puisi atau artikel ilmiyah yang dimuat dibeberapa media masa pada saat itu. Seperti Complaint and Answer kumpulan sajak yang diterjemahkan oleh Altaf Husain, yang diartikan sebagai pengaduan umat Muslim abad belakangan yang kepada Tuhan pada masa dekandensi. Tetapi, Iqbal menjawab dengan mengatakan bahwa itu merupakan hasil kesalahan mereka sendiri.

Iqbal sebagai Sastrawan

Dalam membincangka Iqbal, kita tak bisa lepas dari sejarah sastra dan latar belakang Iqbal di baliknya. Iqbal yang lahir sebagai penyair dan pemikir dalam perkembangan sastra Urdu memerankan peran yang cukup penting, ini dilihat dari upayanya dalam memasukan kata-kata Punjab dan Persia ke dalam bahasa Urdu, walaupun banyak kalangan pada masanya menentang dan mengecam perbuatan Iqbal. Tapi Iqbal tak menghiraukannya.

I have no need the ear of To-day
I am the voice of the poet of To-morrow

Ia terdepan membina bahasa Urdu yang pada akhirnya mencapai taraf lebih tinggi dalam dunia sastra, di samping bahasa Persia yang sudah punya tradisi lebih tua. Kedua bahasa itu digunakan Iqbal hampir sama kuat.

Sajak dan puisi Iqbal biasanya ditulis dalam betuk matsnawi (dua baris), yang kebanyakan dipakai dalam tradisi Puisi Arab, Persia, dan Urdu, mastnawi merupakan ritme campuran yang tidak mengikat, berbeda halnya dengan gazhal.

Karya Iqbal yang berbentuk mastnawi bisa dilihat jelas dalam Javid Namah.

Sosialisme ala Iqbal

Dalam kisah perjalanannya, Iqbal lahir dan hidup pada masa agresi militer Eropa. Mencapai wilayah yang paling luas dan membentuk opini sengit dalam bentuk komunis dan nasionalis. Iqbal, seorang humanis besar, merasakan kekejaman, kesengsaraan dan kemerosotan sebagai akibat dari kapitalisme yang mengabaikan tuntunan spiritual dan etik, dan imperialisme yang menjadi begitu yakin atas kekuatan materi. Jiwanya memberontak terhadap penaklukan sebagian besar manusia dan perlakuan umat manusia sebagai sebagai komoditi perdagangan.

Begitulah kiranya sebelum Iqbal akhirnya menuliskan itu semua ke dalam sajak dan puisinya guna mengecam eksploitasi dan dominasi politik Eropa.

Hai penduduk Benua Barat
Bumi Tuhan bukanlah kedai
Apa yang kalian anggap berharga
Kelak kan ternyata tak bernilai

Bagi Iqbal syair ialah seni yang bertujuan untuk membuat hidup manusia lebih produktif, indah dan berwarna. Seni harus menghayati manusia pada setiap kehidupannya. Di sini menurut Iqbal, penyair kembali kepada ajaranya tentang Ego. Seni yang baik adalah seni yang dapat memperkuat ego, sebaliknya seni yang kerdil adalah seni yang hanya memperlemah Ego.

Dominasi kehidupan dan lingkungan agama membuat Iqbal sangat prinsipil sekali akan ajaran agama. Sosialisme yang menurutnya sebagai “Topan yang menghalau udara kotor di angkasa,” berbeda dengan sosialisme yang biasanya. Bahwa keterkaitan agama dan sosial bukanlah hal yang terpisah. Akan tetapi, merupakan satu bagian yang saling melengkapi. Apalagi, Islam sejati menurutnya adalah suatu gerakan sosialis, dan membangun kembali kehidupan demokrasi sosial adalah kembali kepada kemurnian agama Islam. Dalam sebuah surat, Iqbal menyatakan dengan tegas mengecam orang-orang sosialis yang anti spiritualitas.

“…Para pengikut sosialisme di mana-mana menentang agama dan spiritualisme, mereka mengangap agama sebagai candu. Yang menggunkan kata-kata ini pertama kali adalah karl Marx. Aku seorang Muslim dan Insyaallah aku akan mati sebagai seorang muslim. Menurutku tafsiran materialistis tentang sejarah sepenuhnya keliru……..”

Sastra Islam Iqbal

Cinta dan ego merupakan tema penting dalam gagasan Iqbal. Ia mengatakan bahwa diri individu dan masyarakat tidak bisa diperkuat tanpa cinta. Sangat penting bagi umat Islam yang ingin mencerdaskan egonya dengan menancapkan api cinta di dalam dada mereka. Pencarian titik temu ini mengarahkanya kepada keyakinan bahwa cinta Nabi Muhammad SAW adalah satu-satunya hasrat yang dapat memotivasi dan menyatukan umat Islam pada kesadaran baru.

Titik yang berkilau yang disebut diri
Selalu memendarkan percikan kehidupan didalam tubuh kita.
Melalui cinta ia semakin bertahan,
Semakin hidup semakin kukuh, dan semakin berkilau.
Melalui cinta esensinya berkobar
Dan perbendaharaan tresembunyinya berkembang
Diri membutuhkan api dari cinta
Dan belajar bagaimana mencahayai cahaya dengan api.
Adalah cinta yang membawa kedamaian dan
begitupun dengan konflik di dunia ini
Cinta adalah air kehidupan dan
juga adalah pedang tajam
Belajar seni menjadi pencinta dan berhasrat mencinta.
Berjuang mencapai mata Nuh dan
Mengidamkan hati Ya’qub.
Menyingkap alkimia di tangan berlumpur
Dan mencium gerbang kemuliaan.

Dia memberi penjelasan mengenai Nabi dan kemuliaan kualitasnya, pada setiap puisi-puisi cinta yang memiliki arus cinta tak berputus bagi Nabi.

Dia beristirahat dalam pelukan Gau Hira
Dan membangun bangsa, konstitusi dan pemerintahann.
Malam demi malam berlalu
Dengan isi ranjang menemukannya dalam keadaan jaga
Denagan demikian rakyatnya dapat beristirahat
Di atas singgasana Khusaw

Perhatian Iqbal tidak hanya berhenti pada pinsip kenabian, tetapi lebih dari itu, Iqbal menggarisbawahi akan permasalahan yang berkembang dalam masyarkat Islam pada hari ini. Gagasan utama Iqbal di antarnya adalah mengenai keagungan misi para pengikut monoteisme. Dia menyakini bahwa benar-benar umat Islam harus menyebar kan misi ini dan meraka tidak seharusnya beristirahat kecuali mereka lelah menyelesaikan tugas ini. Sejarah harus melalui percobaan-percobaan agar dapat mencapai konsep monoteisme, dan agar sampai pada satu level di mana manusia menyadari akan cita-cita keagungan monoteisme. Dan dunia harus menempuh masa yang panjang untuk mencapai monoteisme sejati.

Ribuan citra disusun, dipahat dan dihapus
Agar citramu dapat diukir dalam tablet wujud
Ribuan pengaduan dan air mata
Disemai dan disebarkan di dalam jiwa
Agar seruan shalat dapat mengembang
Sepanjang manusia berada dalam peperangan
Dengan jiwa-jiwa mulia
Dan ia menyenangi para penyembah Tuhan-tuhan
yang salah
Dan kata monotaisme
menemukan ekspresi melalui bibir-bibir
Pusat lingkaran semesta adalah La Ilah
Adalah kekuatan yang menjaga langit agar
Tetap berputar.

Setelah menjelaskan semua tabiat ajaran Islam, Iqbal menggelari umat monotaisme sebagai pembawa Islam, dan Iqbal menyemangati mereka agar melangkah maju dengan tujuan menyampaikan pesan Islam kepada dunia. Lebih lanjut, Iqbal meminta mereka mereka untuk menghancurkan berkeping-keping berhala baru yang dipahat oleh para penipu dari Barat. Apakh berhala baru itu?

Engkau orang yang memegang buku mu
Harus melangkah maju di medan aksi
Pikiran manusia selalu mencari baru
Tidak pernah berhenti sepanjang zaman
Lagi, dia membangun biara Azar
Dan telah mencipta satu Tuhan, lebih baru ketimbang yang lain,
Yang kesenagannya terletak pada
Mengalirkan darah para penyembahnya,
Namanya banyak: warna, Negara, dan ras?

Penutup dan Kesimpulan

Syair dan sajak Iqbal begitu melekat dalam pemikiran dan gagasannya, gagasan Iqbal mempropagandakan maksud dan pesan Islam dan menghancurkan batasan buatan yang diciptaan untuk memecah-mecah bangsa. Gagasan yang paling mulia di antara gagasan-gagasan Iqbal lainnya adalah mengenai kemuliaan Nabi, dan dikemukaan oleh para Rasul Tuhan.

Ajaran agama mulai dari monoteistik, kenabian, filsafat sampai tasawuf masuk dalam ranah pemikiran beliau, mengingat fondasi pemikiran timurnya bercokol pada Al-Quran dan Hadist, Rumi, Al-Ghazali, Ibn Arabi, dan al-Jilli.

Karena karya-karyanya dan pengabdiannya kepada dunia, Iqbal banyak menyabet penghargaan. Gelar Sir pada 1922. Universitas Tokyo menghadiahi gelar Doktor anumerta dalam sastra, dan itu kali pertamanya Universitas Tokyo memberi gelar demikian.

Fajar 21 April 1938 merupakan hari yang sangat menyedihkan bagi dunia, karena sang pujangga besar wafat. Sir Muhammad Iqbal dalam hembusan terakhirnya bertasbih, zikrullah. Ia hidup di tangan tuhan dan mati di tangan Tuhan. Bahkan, setengah jam sebelum wafatnya, masih sempat Iqbal mendendangkan sajak perpisahan.

Melodi Perpisahan boleh menggema atau tidak
Bunyi nafiri boleh menggema atau tidak
Saat si Fakir telah sampai ketempat terakhir
Pujangga lain boleh datang atau tidak

Walau kini sang legenda telah tiada namun sampai kapanpun sanjungan dan punjian selalu bergema dari seluruh dunia untuknya, Sir Muhmmad Iqbal.

Daftar Pustaka:

Andi Haryadi (pentrjemah), Muhammad Iqbal Dalam Pandangan Para Pemikir Syiah, Jakarta: Al-Huda, cet II. 2003.

Johan Efendi dan Abdul Hadi WM (Editor), Iqbal Pemikir Sosial Islam dan Sajak-Sajaknya, Jakarta: PT Panca Simpati, 1986.

Iqbal, Muhammad, Membangun Kembali Pikiran Agama Dalam Islam, Jakarta: Tintamas, 1966

_________________________________
*) Mahasiswa S1 ICAS-Paramadina, Jakarta / Maret 10, 2008
Dijumput dari: http://jtopan.blogspot.com/2011/04/iqbal_05.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez