Sabtu, 24 Maret 2012

Negeri pegawai negeri

Bandung Mawardi *
http://www.solopos.com/

Pujangga kondang Ranggawarsita pernah menggubah Serat Jayengbaya (1826) sebagai refleksi atas pekerjaan dan makna manusia. Sang pujangga menuliskan tembang sejumlah 250 bait untuk menguak segala jenis pekerjaan dalam masyarakat Jawa, mengisahkan ambisi dan arogansi manusia, menghadirkan filosofi penggapaian berkah dalam hidup.
Manusia memiliki kemenduaan dalam melakoni kerja, ingin senang tapi enggan menanggung risiko. Jabatan, uang dan popularitas jadi impian tapi melupakan makna kesejatian hidup manusia dalam kerja.

Suguhan sastra itu bisa jadi acuan gambaran masyarakat abad XX di Jawa. Orang menggandrungi jenis-jenis pekerjaan mapan dan terhormat. Sekolah modern memberi bekal dan tiket orang mendapatkan pekerjaan sebagai pamong praja, guru, dokter atau juru tulis.

Dunia kerja abad XX menimbulkan diskriminasi antara kaum sekolahan (masyarakat halus dan terpelajar) dan pribumi (masyarakat petani dan pekerja kasar). Jenis pekerjaan menentukan nasib, kehormatan dan kemuliaan meski beraroma feodalisme-kolonialisme.

Dambaan jadi pegawai negeri merasuki alam pikiran dan imajinasi masyarakat bumiputera. Kerja mengabdi di jajaran birokrasi kolonial seolah puncak pencapaian hidup, penentu masa depan terang dan bermartabat. Pandangan dunia kolonial telah memusat dalam klaim-klaim pekerjaan untuk menghasilkan uang, prestise dan dominasi. Orang-orang dalam struktur kerja sebagai pegawai negeri identik dengan kemapanan, kemodernan dan kehormatan. Mereka menempati hierarki atas melampaui logika masyarakat tradisional.

Biografi
Ironi atas pemujaan pekerjaan sebagai pegawai negeri itu dialami oleh Oemar Said Tjokroaminoto (1882-1934). Dia adalah anak seorang pamong praja. Orangtuanya menghendaki Tjokroaminoto agar menduduki jabatan-jabatan tinggi di pemerintahan kolonial.

Tjokroaminoto memang lulusan OSVIA (Opleiding School Voor Inlandse Ambtenaaren) di Magelang, sekolah menengah untuk mendidik kaum bumiputera menjadi pegawai-pamong praja. Ijazah mengantarkan Tjokroaminoto sebagai juru tulis di Ngawi selama tiga tahun.

Pekerjaan ini tak melegakan, menjauhkan diri dari makna (pergulatan) hidup. Tjokroaminoto memutuskan keluar dari dunia pegawai negeri. Sikap itu sempat menimbulkan bentrok dengan ayah mertua, seorang pejabat birokrasi lokal di Ponorogo. Tjokroaminoto diharapkan mencari nafkah sebagai pegawai negeri demi menghidupi istri dan anak.

Tekanan itu membuat Tjokroaminoto minggat dari rumah mertua, meninggalkan istri dan seorang bayi dalam kandungan. Tjokroaminoto menuduh dunia pegawai dan keningratan adalah kolot (Gonggong, 1985). Hidup mesti dijalani demi hasrat manusia mendefinisikan diri dalam kerja sesuai kompetensi tanpa dikte ala feodalisme dan kolonialisme.

Kisah ironis itu berbeda dengan jalan hidup Soetardjo Kartohadikoesoemo (1890-1976). Dia hidup dalam lingkungan keluarga pamong praja. Soetardjo menempuh studi di OSVIA Magelang (1907). Biografi Soetardjo pun identik dengan dunia pamong praja. Kerja ini dilakoni dengan dilema, mengabdi ke pemerintah kolonial dan misi memikirkan rakyat (pribumi). Sosok ini menapaki karier kepegawaian secara fenomenal.

Kehormatan diri memuncak dengan pengangkatannya sebagai anggota Volksraad (Dewan Rakyat). Pembelaan terhadap nasib rakyat menggaung dalam “Petisi Soetardjo” (1936). Jajaran pemerintah kolonial gempar oleh protes-usulan demi perbaikan nasib rakyat di negeri terjajah. Atmosfer dunia pegawai negeri justru mendekatkan Soetardjo dengan realitas penderitaan rakyat di pelosok Jawa.

Narasi biografis para pegawai negeri di masa kolonial itu menjelaskan tentang lakon Hindia Belanda dalam pembedaan jenis pekerjaan, nalar uang, kemodernan dan kehormatan pribumi. Masyarakat perlahan menganut impian muluk, menjadi pegawai negeri adalah mengubah nasib.

Warisan impian itu masih merebak sampai sekarang. Sekolah dan kuliah dijadikan prosedur menjadi pegawai negeri, mendefinisikan diri sebagai manusia dengan klaim-klaim gaji dan uang pensiun. Nasib seolah terang asal jadi pegawai negeri. Impian ini kadang memicu suap dan nepotisme demi meloloskan orang agar mendapatkan julukan pegawai negeri.

Citra pegawai negeri di masyarakat memang disegani, dihormati dan dijadikan ikon kemapanan. Konon, sekian imaji pegawai negeri ini juga sempat jadi impian Soekarno. Kesaksian ini muncul dari Soetardjo. Soekarno selaku Presiden Republik Indonesia dalam suatu acara konferensi pamong praja di Magelang (1947) pernah membuat pengakuan bahwa ia pernah mendamba untuk menduduki jabatan sebagai pamong praja (Setiadi Kartohadikusumo, 1990).

Surealisme
Nasib pegawai negeri semakin menemukan legitimasi di masa Orde Baru. Mereka adalah manusia terhormat, dekat pusat kekuasaan dan representasi nalar gaji di alam pembangunanisme. Peran sebagai pegawai negeri tak luput dari imperatif politik, propaganda pembangunan dan pembentuk imaji masyarakat sejahtera. Indonesia pun jadi negeri pegawai negeri.
Program-program transformasi Indonesia digerakkan oleh pegawai negeri meski rentan dengan stigma dan sangkaan kemalasan, pragmatis, oportunis. Citra pegawai negeri ada dalam tegangan nalar-kemapanan dan ironi-keprihatinan dalam aspek gaji, fasilitas dan hak politik.

Diskursus pegawai negeri malah menjelma dilema saat negeri ini mengusung isu-isu reformasi. Kebangkrutan anggaran negara untuk gaji pegawai telah menimbulkan polemik, menguak gumpalan masalah di dunia pegawai negeri. Jumlah pegawai negeri pada 2011 mencapai 4.708.330 orang. Ini jadi beban berat dalam urusan gaji dan kinerja.

Imaji pegawai negeri terbukti memang jadi dambaan masyarakat sejak awal abad XX. Semua ini mengibaratkan ejawantah orientasi pegawai negeri merupakan sandaran nilai bagi masyarakat. Jutaan orang antusias mengikuti tes dan mengeluarkan dana besar demi jadi pegawai negeri. Tes seleksi pegawai negeri seolah teater kolosal, impresif tapi surealisme.

Pemberlakuan moratorium penerimaan pegawai negeri mulai 1 September 2011 sampai 31 Desember 2012 jadi titik kritis sejarah panjang pegawai negeri di Indonesia. Konon, moratorium ini menopang program reformasi birokrasi. Kita jadi mafhum bahwa biografi Indonesia adalah biografi jutaan pegawai negeri.

Gaji, prestise, jabatan jadi unsur-unsur menentukan makna manusia dan negeri Indonesia meski rawan deviasi dan manipulasi. Indonesia memang berlimpahan pegawai negeri tapi justru bergerak lambat dan tertatih menapaki masa depan.

Bandung Mawardi, Pengelola Jagad Abjad Solo /20/9/2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez