Sabtu, 31 Maret 2012

Problematik Kesenian Jombang

Fahrudin Nasrulloh*
http://sastra-indonesia.com/

Pada hakikatnya warisan tradisi merupakan hasil proses kesejarahan manusia yang panjang bercecabang dan karenanya tak gampang dilacak jejaknya. Ikhtiar pengembangan yang kita butuhkan adalah seberapa jauh dan telaten pegiat kesenian atau seniman itu sendiri dapat memahami kesenian, tidak hanya pada tataran sekadar mencermati, namun proses “melakoni” yang berlandaskan “daya telisik” dan bukti konkrit serta keterlibatannya agar dapat terus ditumbuhkan dan disadari sebagai sebuah cermin berkehidupan yang berkebudayaan. Pendek ungkap, khasanah tradisi adalah sebentang perjalanan di mana manusia dan kebudayaannya “mengada” dan “menghayat” di dalam kehidupan sehari-hari.

Kesenian, dalam pemikiran Halim HD (pekerja budaya dari Forum Pinilih Solo), “merupakan pernyataan dan menjadi milik dari sebuah wujud kebersamaan suatu masyarakat.” Karena itu, upaya untuk terus berinstrospeksi dan berpikir kritis atas berbagai kemungkinan yang akan terjadi merupakan hal pokok dan mendesak agar khasanah kesenian kita tidak terpuruk hanya sebagai “bahan dodolan” (barang jualan) yang akan menciptakan bayangan palsu dan trik manipulatif yang dapat merugikan secara sosial-ekonomis bagi warga pengampu tradisi.

Seberapa jeli kita melihat sekaligus meresapi semisal pada kesenian Topeng Jati Duwur di daerah Jatiduwur dan Jati Pandak yang begitu pelik permasalahannya ketika warga pengampu tradisi ini belum dapat secara penuh-seluruh melestarikannya dan menjadi bagian penting dalam kehidupan mereka. Seolah ada bayangan kepunahan di sana. Persoalan-persolan yang bersengkarutan di dalamnya perlu dipikirkan secara cermat. Juga pemecahan dan pemetaan problem di wilayah kesenian lainnya seperti seni jaranan (konon di Jombang ada sekitar 40-an grup jaranan), juga keberadaan ludruk yang salah satu sebab keterpinggirannya adalah dibayang-bayangi seni karawitan dan campursarian, pun Sandur Manduro yang “tak berlanjut” dari kajian intensif setelah penelitian yang berkeringat-keringat yang telah dilakukan oleh pegiat kesenian: Imam Ghozali Ar, Inswiardi, dan Dian Sukarno.

Sehubungan itu, apa yang telah dilakukan oleh Tim Pelestarian dan Perlindungan (TPP) Seni-Budaya Jombang, tidaklah sepenuhnya dapat mengurai secara tuntas semua problematik di atas. Maka pertemuan pada 28 Mei 2009, di Kantor Disporabudpar di Jl. Gatot Subroto No. 151, berusaha melakukan evaluasi kritis atas sejauh mana tim ini bergerak dan bervisi jelas. Untuk sementara, sebagai hasil kerja konkrit, tim ini beserta Disporabudpar akan menerbitkan buku berjudul Bunga Rampai Kesenian Jombang. Buku sederhana ini adalah hasil keringat dari tim penelusur yang terdiri dari Supriyo, Heru Cahyono, Koko Hari Pramono, Jabbar Abdullah, Dian Sukarno, Siti Sa’adah, Bu Ellin, Fahrudin Nasrulloh, Susnania, Ngaidi Wibowo, dan Nasrul Ilahi.

Gagasan selanjutnya dari TPP adalah meluaskan jejaring geraknya dalam bentuk media maya, yakni membikin blog dan facebook dengan bendera: http/pelestaribudayajombang. Media cyber ini sudah bergerak sejak 1 Juni 2009 yang secara aktif-simultan menyebarkan semua data hasil penelusuran beserta foto dan video-pendeknya. Menurut Gufron, Kepala Bidang Budaya dan Pariwisata Disporabudpar Jombang, “Penerbitan buku dan blog itu akan menjadi tolok-ukur agar kesenian dan budaya Jombang tidak luntur, agar generasi muda kini dan mendatang tidak kehilangan akar kesejarahannya sebagai warga Jombang yang musti memiliki karakter juga berkemandirian.” Kini blog http/pelestaribudayajombang.com bisa disambangi dan diapresiasi, sedang buku Bunga Rampai Kesenian Jombang akan diupayakan terbit pada bulan Agustus 2009 dan didiskusikan dalam rangkaian acara Pekan Budaya Jombang yang akan berlangsung Oktober 2009, di GOR Jombang.

Diadakannya Festival Seni dan Media Pertunjukan Rakyat Tingkat Nasional (juga dalam rangka peringatan Harkitnas ke-101 tahun), pada 29 Mei sampai 3 Juni 2009, di GOR Ken Arok, Malang, tampaknya perlu juga dicatat sebagai bentuk usaha pengembangan kebudayaan yang terus digali dan dilestarikan. Pada acara 29 Mei 2009 itu digelar dialog bertajuk “Pengembangan, Pemberdayaan, dan Pelestarian Seni Budaya Tradisional”, yang menghadirkan James Pardede (Direktur Depkominfo) dan Dirut RRI, Parni Hadi. James mengatakan bahwa Indonesia harus menjadi bangsa yang maju dengan teknologi informasi namun hal itu musti dilakukan tanpa meninggalkan nilai-nilai budaya asli. Setali tiga uang, Parni berpendapat ada lima pilar untuk memajukan budaya Indonesia, yakni negara atau pemerintah yang memfasilitasi, seniman atau budayawan yang berkreasi, publik yang memberi apresiasi, dunia usaha yang memberi kesempatan, dan media massa yang mempublikasi.

Bagaimanakah dengan kesenian Jombang? Jika kita membincangkan soal nasib kesenian Jombang ke depan, perlukah ada semacam “laboratorium kesenian Jombang” sebagai konsentrasi penggodokan untuk upaya pelacakan sejarah keseniannya yang bertumpu pada geografi kultural di mana para penggerak seni dan senimannya menyadari bahwa merekalah pengemban kebudayaan yang seyogyanya bertanggung jawab dan bersetia melestarikannya? Semisal dalam ranah perludrukan. Bagaimanakah eksistensi ludruk di Jombang dalam menghadapi kepungan seabrek hiburan lain di samping pencermatan atas bayangan “sepi dan dinginnya” apresian ludruk. Artinya, tantangan ludruk ini seperti “hantu gila tak diundang tapi nyata datang”, di mana problem baik di wilayah internal ludruk maupun di luarnya membutuhkan solusi yang mendesak untuk dielaborasi.

Gagasan “laboratorium kesenian” ini, meminjam istilah Halim HD, bukanlah sebentuk “frase mati” dari “kata benda”, tapi sebentang tindakan nyata dari “kata kerja”. Artinya, pada tingkat “locus” (atau geografis), bisa menempat atau bertempat pada suatu desa atau kampung yang memiliki tradisi yang kokoh dan berakar yang bisa dijadikan sebagai pusat “laboratorium kesenian” dan, di sanalah konservasi dan pengembangan aneka bentuk kesenian digerakkan. Modelnya bisa seperti mengadakan ajang forum diskusi dan meluaskan jaringan kerja kesenian yang terkait dengan wilayah sosial yang lain.

Gerakan demikian ini diperlukan supaya tercipta suatu jaringan kesenian dari tingkat desa, kecamatan, sampai kabupaten untuk mengatasi dan menyaring arus kebudayaan asing yang tanpa terasa bahwa industrialisasi makin mengikis dan meminggirkan kebudayaan lokal Jombang. “Anjangsana budaya Jombang” ini juga bisa menjadi penakar dan penimbang di mana seluruh aspek dan jenis kesenian dari yang tradisional hingga yang moderen dapat berkumpul untuk membahas dan merumuskan suatu gerakan kesenian dan kebudayaan yang berakar pada penggalian tradisi lokal. Melacak dan menghidupkan dan selanjutnya mengelaborasinya semisal pada sanggar-sanggar atau grup-grup kesenian tersebut akan sangat kondusif ke depannya sebagai wadah komunikasi dan dialektika yang diharapkan di dalamnya mampu terjalin secara kontinyu agar dapat “mendudah” (membongkar) semua persoalan di tingkat lokal.

Langkah kerja nyata semacam itu diharapkan sebagai wujud dari kebijakan politik dan kebijakan kultural yang menuntut sinergitas dari warga kesenian dan Pemda setempat. Jika dikaitkan dengan wacana “geografis kultural Jombang”, maksudnya, pentingkah kesadaran berkebudayaan bagi warga Jombang jika dibayangkan itu ada dan berakar kuat? Apakah warga Jombang memerlukan itu sebagai pengerek dan penumbuh wacana atas berbagai hal yang terkait dengan watak dan identitas “manusia Jombang”? Barangkali ini berhubungan dengan adakah sejarah Kabupaten Jombang dianggap penting sebagai suatu “tetenger” bahwa mustahil “tlatah” Jombang lahir dari “sejarah yang kosong”. Atau sebaliknya, apa pun yang terkait dan yang pernah dimiliki Jombang: tak lain hanyalah omong kosong belaka.

Tentu, jika ini perlu dan menjadi bagian dari rasa memiliki warganya atas keberadaan kotanya, maka hal itu akan menjadi tanggung jawab bersama. Diadakannya semacam “Festival Kebudayaan Jombang”, atau yang lebih spesifik digelarnya semacam event seperti festival ludruk: berupa festival kidungan, festival tari remo, festival lawak ludruk, dan lain-lain. Kesemuanya itu tentu harus berpijak pada adanya perspektif yang jelas dan terencana untuk membentuk suatu rasa kebersamaan yang dilandaskan atas keprihatinan dan rasa syukur dari warga sebagai pemilik sah warisan seni budaya mereka. Bagi Ashadi Siregar, seorang budayawan dari Yogya, dalam tulisannya “Negara Berkebudayaan” (Kompas, 15 September 2004), menyebutkan bahwa: “Kebudayaan memang praktik warga sehari-hari. Namun, peranan penyelenggara negara sangat penting mengingat proses menyiapkan warga agar dapat berpraktik budaya (berbudaya) merupakan tugas utama negara. Makna kebudayaan yang pada hakikatnya mengandung nilai positif bagi kehidupan dikembangkan dalam tiga dimensi, yaitu keilmuan, etika, dan estetika. Dimensi keilmuan dilihat dari capaian-capaian pengetahuan dan teknologi, etika dengan penghayatan kebaikan universal dan multikultural dalam kehidupan nasional, serta estetika dengan apresiasi keindahan yang meningkatkan harkat kehidupan.”

Jika sekian hal tersebut dimafhumi lalu dimatangkan bersama, maka rumusan dan kajian tentang nilai-nilai “ke-Jombang-an” dan kesejarahannya dalam kaitannya dengan kehidupan kebudayaan, agama, filsafat, tradisi, dan karakter kebangsaan dan kenegaraan yang berporos pada karakter ke-Indonesia-an di masa mendatang diharapkan dapat terealisasikan.

Tentu, pencermatan atas sejumlah pokok gagasan dari beberapa perspektif di atas, perlu diuji dengan pertimbangan yang didasarkan dari aspek-aspek keilmuan dan bagaimana menarik simpul-simpul dari nilai-nilai etik-moral serta dari warisan tradisi Jombang. Dengan begitu, setiap individu, komunitas, LSM, maupun lembaga pemerintah, dapat bergerak secara bersama dan berkesinambungan demi tujuan tersebut. Semisal adanya Pusat Kajian Kebudayaan Jombang (PKKJ) sebagai radar-suar segala informasi terkait warisan tradisi apa saja yang dimiliki Jombang. Awalnya, lembaga ini boleh jadi tak bermanfaat apa-apa, ketika memang tak ada atau tak tahu bahan apa yang musti dikerjakan serta seberapa tangguh SDM pendukungnya.

Hanya pada keringat, pada ikhtiar penggalian pengalaman dari yang silam dan yang kini, lantas mematangkan gagasan-gagasan baru ke dalam suatu rencana kerja berkesenian dan berkebudayaan yang visioner. Bersedia mendengarkan. Bersikap terbuka. Dan tidak cuma cangkrukan di kantor tapi ngobrol bareng dengan siapa saja dan di mana saja. Pentingnya pertemuan antar seniman, peran nyata Dekajo (Dewan Kesenian Jombang), aparatur pemerintah, dan pegiat kesenian akan menjadi “spirit keguyuban” untuk melahirkan pemikiran-pemikiran baru dalam berkebudayaan yang progresif. Sebab semua perubahan tidak mletek begitu saja dari bumi dan dari sepetil mimpi.

—–
* Fahrudin Nasrulloh, koordinator Tim Pelestari dan Perlindungan Seni-Budaya Jombang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez