Minggu, 10 Juni 2012

Lesbumi Tak Mati Suri

Judul : Lesbumi: Strategi Politik Kebudayaan
Penulis : Choirotun Chisaan
Penerbit : LKiS, Yogyakarta
Cetakan : I, Maret 2008
Tebal : xvi+247 halaman
Peresensi : Ahmad Khotim Muzakka
http://www.ruangbaca.com/

Digawangi tiga orang berpengaruh pada masa itu–Djamaluddin Malik, Usmar Ismail, dan Asrul Sani–, Lembaga Seniman Budayawan Muslimin Indonesia (Lesbumi) didirikan. Tahun 1962 tepatnya. Lembaga kesenian ini lahir guna merespon perkembangan zaman.

Di bawah naungan “partai politik” Nahdlatul Ulama (NU), Lesbumi mencoba menandingi gaung Lekra dari Partai Komunis Indonesia (PKI) yang mendominasi warna berkesenian masyarakat pada masa itu. Namun, kita juga tak dapat menafikan bahwa kelahiran Lesbumi merupakan hasil dari gumpalan kegelisahan penghuninya, yang dicap sebagai pemegang tahta tradisonalisme.

Supaya gamblang, marilah kita mengingat-ingat kembali sejarah yang telah tumpah. NU sebagai “bapak-ibu” Lesbumi sendiri berdiri pada 1926. Seiring berjalannya waktu organisasi keagamaan ini mulai memperlihatkan kepeduliannya terhadap seni dan budaya. NU sendiri secara kultural merupakan tangan panjang pesantren yang notabene pada saat itu masih ndesa, ketinggalan zaman.

Pesantren yang identik dengan kultur Timur dan pedesaan dihadapkan dengan Hollands-Indische School (HIS) dan Europeesche Lagere School (ELS) yang berporos pada kultur Barat dan berkarakteristik kekotaan. NU dipandang tradisonalis, sedangkan HIS dan ELS diagungkan sebagai pemilik kemodernan dan kemajuan.

Maka, segala upaya pun ditunaikan guna menghilangkan prasangka tersebut. Salah satu langkah jitu yang diambil adalah memodernkan terlebih dulu benihnya: pesantren. Pengotaan pesantren ini dimulai ketika organisasi NU dirintis di Surabaya pada 31 Januari 1926. Upaya lain yang dilakukan adalah mendirikan lembaga pendidikan bernama madrasah di kota-kota besar, utamanya di Pulau Jawa.

Singkat kata, setelah Lesbumi dilahirkan, NU terlihat lebih berwarna. Corak yang disuguhkan tak melulu urusan doktrin keagamaan, tapi merambah ke aspek yang lebih luas dan membumi. Kepedulian NU terhadap seniman dan budayawan memperlihatkan tanda-tanda positif. Ini wajar saja karena suatu organisasi akan ditanggalkan penghuninya tatkala ia tak mampu menyediakan ladang berkreasi dan berekspresi.

Secara terang-terangan penulis buku ini menegaskan bahwa penempatan pesantren di kota-kota besar tak dimaksudkan untuk menentang kehadiran Barat. Namun, kehadiran pesantren sendiri secara nyata didengung-dengungkan guna membendung arus Barat yang mewabah di segala lini kehidupan. Ia muncul untuk menguatkan pondasi Timur supaya tak tergerus habis oleh arus budaya baru tersebut.

Selain itu, gencarnya PKI dalam mengibarkan paham komunis yang “menggerahkan” pun ikut andil dalam memberi batasan cita rasa seni-budaya yang sama sekali melepaskan agama. Hal ini ditanggapi dengan seni-budaya yang agamis oleh Lesbumi. Ini bukan berarti mengaburkan batas antara dunia seni-budaya dan agama, tapi justru memberikan cita rasa baru kepada masyarakat.

Berkaitan dengan PKI ada baiknya kita menyimak apa yang dikatakan Saifudin Zuhri bahwa, “Pada tahun 1960-an PKI sedang meningkat kejayaannya, terutama di kota Surabaya. Hari-hari diwarnai oleh bendera-bendera palu arit dalam warna merah membara. Suasana dipanaskan oleh berbagai gejolak dan sesumbar seolah-olah PKI unggul di mana-mana. Tetapi PKI terbentur oleh perlawanan orang-orang Islam, khususnya NU di Jawa Timur.”

Ini bisa dilihat dari pelbagai fenomena yang terjadi pada masa itu. Sejarah mencatat tak ada kiprah PKI yang tidak ditandingi oleh NU. Saat PKI membanggakan massanya, NU mengerahkan jamaahnya. Ketika Gerwani dipropagandakan, Muslimat menjadi tandingan. Pun ketika muncul Pemuda Rakyat selaku pasukan pelopor mereka, Gerakan Pemuda Ansor mulai bergerak.

PKI menggerakkan Barisan Tani Indonesia (BTI), NU mengaktifkan Pertanu. Di tubuh PKI ada Sobsi, Sarbumusi menghiasi NU dengan corak tersendiri. Terakhir, PKI memilki Lekra, NU mempunyai Lesbumi sebagai punggawa kebudayaan warga Islam.

Pokoknya, tiap terobosan yang diciptakan NU merupakan niatan perlawanan. Gerak langkah PKI wajib dicegah, kalau tidak bisa mewabah. Jika ini tak dilakukan, maka tamatlah riwayat umat Islam.

Melihat kondisi yang demikian, ke mana gaung Lesbumi sekarang ini? Kenapa tak terdengar lagi pergulatannya? Bahkan, di buku-buku sejarah pun kiprah Lesbumi tak mendapatkan perhatian. Benarkah pernyataan penulis bahwa Lesbumi “mati suri”?

Amien Rais dalam buku Agenda-Mendesak Bangsa Selamatkan Indonesia! menyebutkan siklus sejarah akhirnya patah dan sejarah akhirnya berakhir. Sejarah akan mati. Tak salah jika Amien berujar demikian. Toh, sejarah memang tak akan lagi berulang. Ia akan menjadi sebentuk nostalgia yang kadang harus menerima koksekuensi terpahit: dilupakan.

Kehadiran Lesbumi merupakan respon terhadap Lekra, meskipun tak seutuhnya, mengingat terdapat dua momen historis, yakni momen politik dan momen budaya. Maka, mati surinya Lesbumi beriringan dengan melemahnya gaung organisasi kebudayaan PKI ini. Kematian Lekra seolah-olah mengakhiri tugasnya.

Terlepas dari itu semua, testimoni Misbach Yusa Biran yang menjadi landasan buku ini patut kita perhatikan. Ketika Misbach mengajukan pertanyaan kepada Abdurrahman Wahid, apakah NU tidak akan menghidupkan lagi Lesbumi, beliau diam saja. Pada masa hangat-hangatnya Lesbumi berjuang, para kia juga bersikap “pura-pura tidak tahu”. Kalau ditanya bagaimana hukumnya di bidang kesenian, jawabnya: “Lebih baik ente jangan tanya.” Lho, kok?

Pada suatu kesempatan, karena tertarik dengan sejarah Lesbumi, saya bertanya kepada sesepuh desa perihal keberadaan Lesbumi di tanah pertiwi. Kegelisahan akan mati surinya Lesbumi terobati karena orang tua berusia 60-an tahun itu dengan semangat bercerita demikian:

“Tiap tahun, bertepatan dengan perayaan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus di Lengkong, sebuah desa di Pati, digelar pertunjukkan hebat. Di sana beberapa lembaga kebudayaan beradu ambil posisi: Lekra, Lesbumi, dan LKN (Lembaga Kebudayaan Nasional). Mereka menarik perhatian masyarakat. Tapi, yang paling semarak itu Lesbumi. Pengunjungnya banyak. Sebelum Lesbumi lahir, Lekralah yang paling terkenal. Lambat-laun posisinya digeser oleh Lesbumi. Tapi, sayang, sekarang zaman telah berubah. Saat perayaan kemerdekaan tiba, yang ada hanyalah hura-hura. Semangat perjuangan sudah luntur. Pemudanya tak lagi punya semangat seperti pemuda pada zaman bapak dulu.”

Mendengar pernyataan tersebut kekhawatiran yang diajukan penulis buku ini tertepis, karena Lesbumi masih lekat di hati para sesepuh ini. Permasalahan yang muncul, bukankah mereka juga mempunyai batasan umur. Lalu, siapakah yang akan terus mengabadikan sekaligus mengenang Lesbumi nantinya? Buku ini setidaknya akan mengingatkan orang akan perjuangan Lesbumi itu.

*) Ahmad Khotim Muzakka, Pegiat pustaka Pesanggerahan Kalamende, Replika.com, Semarang /31 Agustus 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez