Amin Hasan *
http://www.hidayatullah.com/
AWAL pendidikan Islam bermula dari tempat yang sangat sederhana, yaitu serambi masjid yang disebut al-Suffah. Namun, walaupun hanya dari serambi masjid, tetapi mampu menghasilkan ilmu-ilmu keislaman yang bisa dirasakan sampai dengan sekarang. Tidak hanya itu, dari serambi masjid ini pula mampu mencetak ulama-ulama yang sangat dalam keilmuannya dimana pengaruhnya sangat besar sekali bagi peradaban Islam, bahkan juga mampu mempengaruhi peradaban-peradaban lain.
Sudah barang tentu, “pendidikan” menjadi syarat utama dalam membangun sebuah peradaban yang besar. Oleh sebab itu, pendidikan merupakan tema yang tidak pernah sepi dan selalu manarik perhatian banyak kalangan. Sehingga,tarik-ulur konsep yang ideal pun selalu mewarnai dalam sejarah perjalanan pendidikan. Begitu pun yang terjadi dalam dunia Islam.
Namun, sungguh disayangkan bahwa dalam perkembangannya, kondisi sebagaimana diawal pendidikan Islam terdahulu sudah kurang terasa lagi dari institusi pendidikan Islam yang ada sekarang. Sebagaimana sebuah obor, maka obor tersebut sudah hampir padam. Agar obor tersebut tidak padam dan terus menyala, maka pendidikan Islam seperti yang telah diwariskan oleh ulama-ulama terdahulu harus dihidupkan kembali. Di sinilah tulisan ini hadir untuk mengeksplor konsep pendidikan Islam yang akan dikhususkan pada konsep ta’dib yang ditawarkan oleh Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib Al-Attas.
Ada tiga istilah yang umum digunakan dalam pendidikan Islam yaitu at-tarbiyah, al-ta’lim dan at-ta’dib. Umumnya, istilah pendikan Islam banyak menggunakan at Tarbiyah. Padahal menurut Naquib Al Attas, pengertian ta’dib lebih tepat dipakai untuk pendidikan Islam daripada ta’lim atau tarbiyah.
Ta’dib merupakan mashdar dari addaba yang secara konsisten bermakna mendidik. Ada tiga derivasi dari kata addaba, yakni adiib, ta’dib, muaddib. Seorang guru yang mengajarkan etika dan kepribadian disebut juga mu’addib. Setidaknya. Seorang pendidik (muaddib), adalah orang yang mengajarkan etika, kesopanan, pengembangan diri atau suatu ilmu agar anak didiknya terhindar dari kesalahan ilmu, menjadi manusia yang sempurna (insan kamil) sebagaimana dicontohkan dalam pribadi Rasulullah SAW. Cara mendidiknya perlu dengan menggunakan cara-cara yang benar sesuai kaidah. Karena itu ta’dib berbeda dengan mengajarkan biasa sebagai mana umumnya mengajarkan siswa di sekolah yang hanya dominan mengejar akademis dan nilai.
Istilah ini menjadi penting untuk meluruskan kembali identitas dari konsep-konsep pendidikan Islam yang secara langsung maupun tidak langsung telah terhegemoni oleh pendidikan negara-negara sekuler.
Mengembalikan prioritas utama pendidikan Islam
Al-Qur’an dan al-Sunnah merupakan asas dalam pendidikan Islam. Sehingga, bisa dipahami bahwa tujuan dari pendidikan Islam adalah untuk mentauhidkan diri kepada Allah. Artinya, mentauhidkan diri kepada Allah adalah prioritas utama dalam pendidikan Islam selain dari tujuan keilmuan (IPTEK, keahlian, keterampilan dan profesionalisme), membentuk manusia untuk menjadi khalifah, pembentukan akhlak yang mulia, membentuk insan Islami bagi diri sendiri maupun bagi masyarakat, serta mempersiapkan manusia bagi kehidupan di dunia dan akhirat. Oleh sebab itu, arah dan tujuan, muatan materi, metode, dan evaluasi peserta didik dan guru harus disusun sedemikan rupa agar tidak menyimpang dari landasan akidah Islam.
Bertauhid kepada Allah sebagai prioritas utama dalam pendidikan Islam secara tidak langsung juga berarti pendidikan Islam juga bertujuan mencari keridhaan-Nya.
Artinya, peningkatan individu-individu yang kuat pada setiap peserta didik diperoleh melalui ridha Allah. Jadi tidak benar jika dalam pendidikan individu peserta didik diletakkan pada posisi kedua setelah kebutuhan sosial-politik masyarakat. Al-Attas menjelaskan, bahwa penekanan terhadap individu bukan hanya sesuatu yang prinsipil, melainkan juga strategi yang jitu pada masa sekarang. (baca Aims and Objevtives) Di sinilah letak keunikan dari pendidikan Islam yang tidak dimiliki oleh sistem pendidikan selain Islam, dimana pendidikan yang dilakukan berpusat pada pencarian ridha Allah melalui peningkatan kualitas individu.
Bisa dibayangkan betapa bahayanya jika pendidikan dilihat sebagai ladang investasi baik dalam kehidupan sosial masyarakat maupun negara. Sudah bisa dipastikan bahwa dunia pendidikan akan melahirkan patologi psiko-sosial, terutama dikalangan peserta didik dan orang tua, yang terkenal dengan sebutan “penyakit diploma” (diploma disease), yaitu usaha dalam meraih suatu gelar pendidikan bukan karena kepentingan pendidikan itu sendiri, melainkan karena nilai-nilai ekonomi dan sosial. (baca Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas).
Hal tersebut, Al-Attas melanjutkan dalam karnyanya yang lain, dikarenakan pendidikan menurut Islam adalah untuk menciptakan manusia yang baik, bukan untuk menghasilkan warga negara dan pekerja yang baik. Hal ini sangat ditentukan oleh tujuan mencari ilmu itu sendiri. Sebab semua ilmu datang dari Allah Swt, maka ilmu merangkumi iman dan kepercayaan.
Dalam maksud yang sama bahwa ilmu tidak bebas nilai. Oleh karena itu, Al-Attas menegaskan bahwa tujuan menuntut ilmu adalah penanaman kebaikan atau keadilan dalam diri manusia sebagai manusia dan diri-pribadi, dan bukannya sekadar manusia sebagai warga negara atau bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat. Inilah nilai manusia sebagai manusia sejati, sebagai penduduk dalam kota-dirinya (self’s city), sebagai warga negara dalam kerajaan mikrokosmiknya sendiri, sebagai ruh. Inilah yang perlu ditekankan, manusia bukan sekadar suatu diri jasmani yang nilainya diukur dalam pengertian pragmatis atau utilitarian yang melihat kegunaannya bagi negara, masyarakat dan dunia. (baca: Islam and Secularism).
Dalam semangat yang sama, Muhammad ‘Abduh juga mengkritik dengan tajam pragmatisme yang terjadi dalam pendidikan yang secara khusus ia tujukan pada sistem pendidikan Mesir. Inti dari semuanya adalah bahwa prioritas utama dalam pendidikan Islam adalah membentuk orang menjadi terpelajar.
Menurut Al-Attas, orang terpelajar adalah orang “baik”. Pertanyaannya kemudian, apakah sesederhana itu pendidikan Islam? Apakah pendidikan Islam hanya membentuk orang hanya sekadar menjadi “baik”? Apa sebenarnya “baik” yang dimaksud Al-Attas di atas?
Konsep Ideal
Konsep Ideal pendidikan Islam secara sistematis telah disampaikan Al-Attas dalam sebuah Konferensi Dunia Pertama mengenai Pendidikan Islam di Makkah pada awal tahun 1977. Pada Konferensi tersebut, Al-Attas menjadi salah seorang pembicara utama dan mengetuai komite yang membahas cita-cita dan tujuan pendidikan.
Dalam kesempatan ini, Al-Attas mengajukan agar definisi pendidikan Islam diganti menjadi penanaman adab dan istilah pendidikan Islam menjadi ta’dib. Konsep ta’dib ini disampaikan kembali oleh Al-Attas pada Konferensi Dunia Kedua mengenai Pendidikan Islam yang diselenggarakan di Islamabad, pada 1980.
Sebenarnya apa yang menjadi alasan Al-Attas terus-menerus memperjuangkan konsep ta’dib sebagai pengganti dari Pendidikan Islam? Itu tidak lain, karena menurut Al-Attas, jika benar-benar dipahami dan dijelaskan dengan baik, konsep ta’dib adalah konsep yang paling tepat untuk pendidikan Islam, bukannya tarbiyah ataupun ta’lim. Sebab, Al-Attas melanjutkan, bahwa struktur kata ta’dib sudah mencakup unsur-unsur ilmu (‘ilm), instruksi (ta’lim), dan pembinaan yang baik (tarbiyah). Sehingga tidak perlu lagi dikatakan bahwa konsep pendidikan Islam adalah sebagaimana terdapat dalam tiga serangkai konsep tarbiyah-ta’lim-ta’dib. (baca The Concept of Education in Islam: A Framework for an Islamic Philosophy of Education).
Masih dalam karya yang sama, Al-Attas juga menegaskan bahwa istilah “pendidikan” yang digunakan sekarang ini, secara normal, bersifat fisik dan material serta berwatak kuantitatif. Hal tersebut lebih disebabkan oleh konsep bawaan yang termuat dalam istilah tersebut berhubungan dengan pertumbuhan dan kematangan material dan fisik saja. Esensi sejati proses pendidikan telah diatur menuju pencapaian tujuan yang berhubungan dengan intelek atau ‘aql yang ada hanya pada diri manusia.
Dari sinilah kemudian, dengan konsep ta’dib-nya, Al-Attas menjelaskan bahwa orang terpelajar adalah orang baik. “Baik” yang dimaksudkan di sini adalah adab dalam pengertian yang menyeluruh, “yang meliputi kehidupan spiritual dan material seseorang, yang berusaha menanamkan kualitas kebaikan yang diterimanya.” Oleh karena itu, orang yang benar-benar terpelajar menurut perspektif Islam didefinisikan Al-Attas sebagai orang yang beradab. (baca: Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas).
Oleh sebab itu, pendidikan, menurut Al-Attas adalah “penyemaian dan penanaman adab dalam diri seseorang—ini disebut dengan ta’dib.” (baca: Aims and Objectives). Sebagaimana al-Qur’an menegaskan bahwa contoh ideal bagi orang yang beradab adalan Nabi Muhammad Saw., yang oleh kebanyakan sarjana Muslim disebut sebagai Manusia Sempurna atau Manusia Universal (al-insan al-kulliyy). Perkataan adab sendiri memiliki arti yang sangat luas dan mendalam. Selain itu, Al-Attas melanjutkan, ide yang dikandung dalam perkataan ini sudah diislamisasikan dari konteks yang dikenal pada masa sebelum Islam dengan cara menambah elemen-elemen spiritual dan intelektual pada dataran semantiknya.
Maka, berdasarkan arti perkataan adab yang telah diislamisasikan itu dan berangkat dari analisis semantisnya, Al-Attas mengajukan definisinya mengenai adab:
Adab adalah pengenalan dan pengakuan terhadap realitas bahwasanya ilmu dan segala sesuatu yang ada terdiri dari hierarki yang sesuai dengan kategori-kategori dan tingkatan-tingkatannya, dan bahwa seseorang itu memiliki tempatnya masing-masing dalam kaitannya dengan realitas, kapasitas, potensi fisik, intelektual, dan spiritualnya. (baca: The Semantics of Adab)
Al-Attas, sekali lagi menegaskan bahwa pendidikan sebagai penanaman adab ke dalam diri, sebuah proses yang sebenarnya tidak dapat diperoleh melalui suatu metode khusus. Dalam proses pembelajaran, siswa akan mendemonstrasikan tingkat pemahaman terhadap materi secara berbeda-beda, atau lebih tepatnya pemahaman terhadap makna pembelajaran itu. Hal ini karena ‘ilm dan hikmah yang merupakan dua komponen utama dalam konsepsi adab benar-benar merupakan anugerah Allah Swt. (baca: Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam, Syed M. Naquib Al-Attas).
Tegasnya, bahwa adab mensyaratkan ilmu pengetahuan dan metode mengetahui yang benar. Dari sinilah kemudian, pendidikan Islam memainkan peranannya serta tanggung jawabnya di dunia dan tujuan akhirnya di akhirat. Dari sini tampak sangat jelas dalam mata hati kita bahwa kebenaran metafisis sentralitas Tuhan sebagai Realitas Tertinggi sepenuhnya selaras dengan tujuan dan makna adab dan pendidikan sebagai ta’dib. Dari sinilah kemudian, menurut Al-Attas, konsep ideal pendidikan Islam adalah ta’dib.
Epilog
Alhasil, mentauhidkan diri kepada Allah adalah prioritas utama dalam pendidikan Islam. Hal tersebut tidak lain diperoleh melalui ridha Allah. Dengan mengajukan konsep ta’dib sebagai pengganti dari pendidikan Islam diharapkan agar peserta didik tidak hanya memperoleh intelek dan ‘aql saja. Tetapi lebih dari itu semua, yaitu peserta didik benar-benar mampu menjadi orang yang terpejalar, dan orang yang beradab.
*) Penulis adalah Mahasiswa pada Program Pasca Sarjana di Universitas Darussalam Gontor Ponorogo Fakultas Ushuluddin, Jurusan Ilmu Akidah. /17 Juni 2011
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Khoirul Anam
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abd. Basid
Abdul Aziz
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar
Abdul Hadi W.M.
Abdul Rauf Singkil
Abdul Rosyid
Abdul Salam HS
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Alawi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abu Nawas
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Ach. Tirmidzi Munahwan
Achmad Faesol
Adam Chiefni
Adhitya Ramadhan
Adi Mawardi
Adian Husaini
Aditya Ardi N
Ady Amar
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afrizal Malna
Afrizal Qosim
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Fahri Husein
Agus Fathuddin Yusuf
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Baso
Ahmad Fatoni
Ahmad Hadidul Fahmi
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Syafii Maarif
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rohim
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Sahal
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alang Khoiruddin
Alang Khoirudin
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Aliansyah
Allamah Syaikh Dalhar
Alvi Puspita
AM Adhy Trisnanto
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Amin Hasan
Aminullah HA Noor
Amir Hamzah
Ammar Machmud
Andri Awan
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjar Nugroho
Anjrah Lelono Broto
Antari Setyowati
Anwar Nuris
Arafat Nur
Ariany Isnamurti
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arifin Hakim
Arman AZ
Arwan
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Juanda
Asep S. Bahri
Asep Sambodja
Asep Yayat
Asif Trisnani
Aswab Mahasin
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Azizah Hefni
Azwar Nazir
B Kunto Wibisono
Babe Derwan
Badrut Tamam Gaffas
Bale Aksara
Bandung Mawardi
Bastian Zulyeno
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budiawan Dwi Santoso
Buku Kritik Sastra
Candra Adikara Irawan
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cawapres Jokowi
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abhsar
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
CNN Indonesia
Cucuk Espe
Cut Nanda A.
D Zawawi Imron
D. Dudu AR
Dahta Gautama
Damanhuri Zuhri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Danuji Ahmad
Dati Wahyuni
Dea Anugrah
Dea Ayu Ragilia
Dede Kurniawan
Dedik Priyanto
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Detti Febrina
Dewi Kartika
Dian Sukarno
Dian Wahyu Kusuma
Didi Purwadi
Dien Makmur
Din Saja
Djasepudin
Djauharul Bar
Djoko Pitono
Djoko Saryono
DM Ningsih
Doddy Hidayatullah
Donny Syofyan
Dr Afif Muhammad MA
Dr. Simuh
Dr. Yunasril Ali
Dudi Rustandi
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dyah Ratna Meta Novia
E Tryar Dianto
Ecep Heryadi
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy A Effendi
Edy Susanto
EH Ismail
Eka Budianta
Ekky Malaky
Eko Israhayu
Ellie R. Noer
Emha Ainun Nadjib
Esai
Esha Tegar Putra
Evi Melyati
Fachry Ali
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faizal Af
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fazabinal Alim
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Furqon Lapoa
Fuska Sani Evani
Geger Riyanto
Ghufron
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
Gus Muwaffiq
Gusriyono
Gusti Grehenson
H Marjohan
H. Usep Romli H.M.
Habibullah
Hadi Napster
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hammam Fathulloh
Hamzah Fansuri
Hamzah Sahal
Hamzah Tualeka Zn
Hanibal W.Y. Wijayanta
Hanum Fitriah
Haris del Hakim
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Basri Marwah
Hasnan Bachtiar
Hasyim Asy’ari
Helmy Prasetya
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Heri Listianto
Heri Ruslan
Herry Lamongan
Herry Nurdi
Heru Kurniawan
Hilmi Abedillah
Hotnida Novita Sary
Hudan Hidayat
Husein Muhammad
I Nyoman Suaka
Ibn ‘Arabi (1165-1240)
Ibn Rusyd
Ibnu Sina
Ibnu Wahyudi
Idayati
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imadi Daimah Ermasuri
Imam Hamidi Antassalam
Imam Khomeini
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Nasri
Imron Tohari
Indonesia O’Galelano
Indra Kurniawan
Indra Tjahyadi
Inung As
Irma Safitri
Isbedy Stiawan Z.S.
Istiyah
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
J Sumardianta
Jadid Al Farisy
Jalaluddin
Jalaluddin Rakhmat
Jamal Ma’mur Asmani
Jamaluddin Mohammad
Javed Paul Syatha
Jaya Suprana
Jember Gemar Membaca
Jo Batara Surya
Johan Wahyudi
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K. Muhamad Hakiki
K.H. A. Azis Masyhuri
K.H. Anwar Manshur
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
Kabar Pesantren
Kafiyatun Hasya
Kanjeng Tok
Kasnadi
Kazzaini Ks
KH Abdul Ghofur
KH. Irfan Hielmy
Khansa Arifah Adila
Khoirul Anwar
Khoirur Rizal Umami
Khoshshol Fairuz
Kiai Muzajjad
Kiki Mikail
Kitab Dalailul Khoirot
Kodirun
Komunitas Deo Gratias
Koskow
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurtubi
Kuswaidi Syafi’ie
Kyai Maimun Zubair
Lan Fang
Larung Sastra
Leila S. Chudori
Linda S Priyatna
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP
Lukman Asya
Lukman Santoso Az
M Arif Rohman Hakim
M Hari Atmoko
M Ismail
M Thobroni
M. Adnan Amal
M. Al Mustafad
M. Arwan Hamidi
M. Bashori Muchsin
M. Faizi
M. Hadi Bashori
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Mustafied
M. Nurdin
M. Yoesoef
M. Yunis
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
M.S. Nugroho
M.Si
M’Shoe
Mahamuda
Mahdi Idris
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahrus eL-Mawa
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mansur Muhammad
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marjohan
Marsudi Fitro Wibowo
Martin van Bruinessen
Marzuki Wahid
Marzuzak SY
Masduri
Mashuri
Masjid Kordoba
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni el-Moezany
Matroni Muserang
Mbah Dalhar
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftahul Ulum
Mila Novita
Mochtar Lubis
Moh. Ghufron Cholid
Mohamad Salim Aljufri
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Yamin
Muh. Khamdan
Muhajir Arrosyid
Muhammad Abdullah
Muhammad Affan Adzim
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih AR
Muhammad Amin
Muhammad Anta Kusuma
Muhammad Ghannoe
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Kosim
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Mukhlisin
Muhammad Quraish Shihab
Muhammad Subhan
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yasir
Muhammad Yuanda Zara
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyiddin
Mujtahid
Muktamar Sastra
Mulyadi SA
Munawar A. Djalil
Munawir Aziz
Musa Ismail
Musa Zainuddin
Muslim
Mustafa Ismail
Mustami’ tanpa Nama
Mustofa W Hasyim
Musyafak
Myrna Ratna
N. Mursidi
Nasaruddin Umar
Nashih Nashrullah
Naskah Teater
Nasruli Chusna
Nasrullah Thaleb
Nelson Alwi
Nevatuhella
Ngarto Februana
Nidia Zuraya
Ninuk Mardiana Pambudy
Nita Zakiyah
Nizar Qabbani
Nova Burhanuddin
Noval Jubbek
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nur Fauzan Ahmad
Nur Wahid
Nurcholish
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Orasi Budaya
Pangeran Diponegoro
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
Pesantren Tebuireng
Pidato
Politik
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pramoedya Ananta Toer
Prof. Dr. Nur Syam
Profil Ma'ruf Amin
Prosa
Puisi
Puji Hartanto
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
Purwanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
PUstaka puJAngga
Putera Maunaba
Putu Fajar Arcana
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rakhmat Nur Hakim
Ramadhan Alyafi
Rameli Agam
Rasanrasan Boengaketji
Ratnaislamiati
Raudal Tanjung Banua
Reni Susanti
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Retno HY
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Rinto Andriono
Risa Umami
Riyadhus Shalihin
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rohman Abdullah
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifuddin Syadiri
Saifudin
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Salahuddin Wahid
Salamet Wahedi
Salman Faris
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra Pesantren
Sastrawan Pujangga Baru
Satmoko Budi Santoso
Satriwan
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra Boenga Ketjil
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siswanto
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slavoj Zizek
Snouck Hugronje
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sufyan al Jawi
Sugiarta Sriwibawa
Sulaiman Djaya
Sundari
Sungatno
Sunu Wasono
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susringah
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaiful Amin
Syaifullah Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syeikh Abdul Maalik
Syeikh Muhammad Nawawi
Syekh Abdurrahman Shiddiq
Syekh Sulaiman al Jazuli
Syi'ir
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tiar Anwar Bachtiar
Tjahjono Widijanto
Tok Pulau Manis
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tu-ngang Iskandar
Turita Indah Setyani
Umar Fauzi Ballah
Uniawati
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usep Romli H.M.
Usman Arrumy
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wa Ode Zainab Zilullah Toresano
Wahyu Aji
Walid Syaikhun
Wan Mohd. Shaghir Abdullah
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Fei Hung
Y Alpriyanti
Yanti Mulatsih
Yanuar Widodo
Yanuar Yachya
Yayuk Widiati
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yopi Setia Umbara
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudi Latif
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zaenal Abidin Riam
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zakki Amali
Zehan Zareez
Tidak ada komentar:
Posting Komentar