Kamis, 19 Juli 2012

Sekali Lagi, Mengolah Pengalaman

Soni Farid Maulana
http://www.pikiran-rakyat.com/

ALHAMDULILLAH laman Mata Kata bisa kembali hadir ke hadapan kita semua. Dalam kesempatan kali ini, dua penyair dari Bandung (Rian Ibayana) dan Magetan (Syukur A. Mihran) mendapat kesempatan untuk tampil di halaman ini. Syukur alhamdulillah laman ini mendapatkan perhatian yang menggembirakan dari para pengirim puisi, meski hingga hari ini pihak manajemen belum bisa mengasih honorarium. Bagi Anda yang ingin turut serta memublikasikan sejumlah puisinya bisa dikirim ke matakata@pikiran-rakyat.com. Insya Allah akan dipilih dengan ketat.

Rian dan Syukur telah menunjukkan kemampuannya dalam mengolah pengalaman batinnya, dalam sejumlah puisi yang ditulisnya itu. Berkait dengan itu, bicara soal pengalaman kita baca sajak Rendra di bawah ini. Tanpa pengalaman dilanda gairah cinta yang demikian hebat dalam batinnya, penyair Rendra tentunya sangat mustahil bisa menulis sebuah puisi yang indah, yang diungkap dengan rangkaian kata-kata –yang begitu sederhana—namun sarat makna dan rasa. Selain itu, letak keberhasilan sebuah puisi dalam mengungkap sebuah pengalaman, tentunya tidak terletak pada daya ungkap yang rumit, akan tetapi terletak pada kesederhanaan kata demi kata yang dipilihnya, yang membuka ruang seluas-luasnya bagi daya komunikasi yang dikandung oleh puisi tersebut. Kita baca sebuah puisi cinta yang ditulis Rendra di bawah ini: dipetik dari Empat Kumpulan Sajak (Pustaka Jaya,. Cet. Ketiga, 1981:18)

EPISODE

Kami duduk berdua
di bangku halaman rumahnya.

Pohon jambu di halaman itu
berbuah dengan lebatnya
dan kami senang memandangnya.

Angin yang lewat
memainkan daun yang berguguran.

Tiba-tiba ia bertanya:
“Mengapa sebuah kancing bajumu
lepas terbuka?”

Aku hanya tertawa.

Lalu ia sematkan dengan mesra
sebuah peniti menutup bajuku
Sementara itu
aku bersihkan
guguran daun jambu
yang mengotori rambutnya

Dalam puisi di atas, gairah cinta yang diungkap Rendra terasa demikian romantis, dikarenakan Rendra mampu menggambarkan sekaligus memvisualkan hal-hal yang bersifat fisik secara nyata di benak para apresiatornya lewat larik demi larik puisi yang ditulisnya. Di dalam puisi tersebut ada halaman rumah, ada guguran daun jambu, ada bangku, ada pohon jambu, ada kain baju yang terbuka, ada aku lirik dan lawan bicaranya, yang jadi kekasih aku lirik.

Bahan-bahan fisik yang diamati dengan cermat oleh Rendra dalam puisinya itu, pada akhirnya menjelma menjadi sebuah pengalaman yang indah, di mana cinta tidak hanya menumbuhkan rasa suka di dalam diri manusia, tetapi juga ketenangan. Nah, suasana romantis semacam itulah yang ingin dikomunikasikan Rendra kepada kita. Ada pun apa dan bagaimana makna yang dikandung oleh puisi tersebut sepenuhnya sangat bergantung pada daya tafsir kita. Dengan demikian makna puisi tidak tunggal. Dan kita dalam konteks yang demikian itu tidak sedang membicarakan atau membongkar makna puisi tersebut, akan tetapi sedang membicarakan bagaimana pengalaman yang bersifat fisik dan batiniah itu tengah dioperasikan Rendra dalam menulis puisi yang bertema cinta.

Dari pemaparan semacam itu, dapat disimpulkan bahwa seorang penyair ketika menulis puisi – selain harus peka – terhadap apa yang dialaminya, ia harus peka pula terhadap suasana yang melingkupi objek puisi yang hendak ditulisnya. Tanpa peka terhadap objek-objek yang hendak ditulisnya itu, tentu saja Rendra tidak akan berhasil menulis puisi yang indah semacam itu. Demikian pula dengan puisi yang saya tulis, tanpa peka terhadap suasana yang terjadi di dalam dan di luar batin saya, pastilah saya tidak akan mampu menulis puisi yang tidak hanya mengangkat tema kerinduan pada si mati, akan tetapi juga mengangkat tema tentang betapa fananya manusia di hadapan Yang Maha Kuasa.

Lantas apakah menulis puisi itu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu saja? Jawabnya tentu saja tidak. Menulis puisi bisa dilakukan oleh siapa saja. Secara teknis; apa dan bagaimana menulis puisi bisa dipelajari oleh setiap orang. Namun demikian soal isi dan kualitas puisi bergantung pada jam terbang, dan kesungguhan sang penyair dalam menghayati, maupun memahami objek puisi yang akan ditulis dan diekspresikannya di atas kertas secara sungguh-sungguh. Uraian di atas adalah hanya sebuah contoh kecil bagaimana pengalaman itu diolah dan dioperasikan oleh saya dan Rendra dalam menulis puisi.

**

LEPAS dari persoalan tersebut di atas, pada sisi yang lain ada pula puisi yang ditulis dengan cara lain, yakni dalam mengolah pengalaman hidup ditinggal mati, atau saat jatuh cinta; tidak menamapilkan citraan visual (fisik) sebagaimana dua puisi di atas. Puisi yang ditulis dalam kaitan di bawah ini adalah sepenuhnya puisi renungan. Misalnya hal itu bisa kita temukan dalam puisi yang ditulis oleh penyair Chairil Anwar, yang dikenal sebagai tokoh penulis puisi Indonesia modern, yang melepaskan dirinya dari tradisi pantun. Puisi Chairil di bawah ini dipetik dari antologi puisi Aku Ini Binatang Jalang (PT Gramedia, Maret 1986: 3)

NISAN
- untuk nenekanda

Bukan kematian benar menusuk kalbu
Kerindlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
dan duka maha tuan bertakhta

Oktober, 1942

Dalam puisi di atas Chairil Anwar mengolah pengalaman rohaninya yang bersumber dari pengalamannya saat ia ditinggal mati oleh neneknya tercinta. Kata demi kata yang dipilih dan ditulis oleh Chairil Anwar dalam puisinya itu begitu ringkas dan padat, bahkan sarat makna. Dengan ditampilkannya contoh di atas, ini artinya bahwa sebuah puisi bisa ditulis tanpa harus melibatkan hal-hal yang bersifat visual sebagai bahan dasarnya. Demikian juga dengan puisi di bawah ini yang ditulis oleh penyair Subagio Sastrowardoyo, dipetik dari antologi puisi Dan Kematian Makin Akrab (PT Grasindo, 1995: 36)

KATA

Asal mula adalah kata
Jagat tersusun dari kata
Di balik itu hanya
ruang kosong dan angin pagi

Kita takut kepada momok karena kata
Kita cinta kepada bumi karena kata
Kita percaya kepada Tuhan karena kata
Nasib terperangkap dalam kata

Karena itu aku
bersembunyi di belakang kata
Dan menenggelamkan
diri dalam kata

Renungan macam apa yang ingin disampaikan oleh penyair Subagio Sastrowardoyo dalam puisi tersebut di atas? Yakni tentang pengalamannya yang berhadapan dengan kata, baik kata-kata yang berasal dari Tuhan (firman Tuhan), maupun yang berasal dari manusia. Bila kita sembarangan dalam berkata-kata, pastilah akan celaka, termasuk menjual firman Tuhan untuk kepentingan pribadi, dan sebagainya. Apalagi bila bermain-main dengan firman Tuhan, misalnya mengubahnya. Orang yang demikian jelas orang yang celaka adanya. Karena itu hati-hatilah berkata-kata, termasuk menulis puisi.

Dalam bait terakhir ditulis: dan menenggelam/ diri dalam kata//…tiada lain adalah bahwa menulis puisi pada satu sisi memang merupakan sebuah proses penenggelaman diri ke dalam kata, dan pada sisi yang lain adalah berupa proses menafsir kata, entah itu ketika menafsir ayat-ayat suci yang bersumber dari kitab suci, atau berupa teks puisi, novel, naskah drama, dan berbagai karya seni lainnya yang masih ada hubungannya dengan kata-kata, seperti lirik-lirik tembang apa pun bentuknya.

Jadi pengalaman yang diolah oleh seorang penyair dalam puisi-puisi yang ditulisnya itu bisa beragam, dengan atau tanpa citraan visual yang ditulis di dalam larik-larik puisinya. Dan apa yang dinamakan citraan visual pada satu sisi bisa berupa simbol yang akan diungkap pada halaman yang lain. Sedangkan pada sisi lainnya bisa juga berfungsi sebagai penegas suasana dari sebuah latar puisi, entah itu mengolah pengalaman religius, sosial, cinta, atau pun kematian. Ada kalanya orang menyebut bahwa apa yang disebut dengan pengalaman sebangun dengan tema. Sementara itu ada juga yang menolak mengatakan hal tersebut itu sama dengan tema.

Tapi apa pun, sekali lagi, ingin saya tekankan dalam bagian ini, bahwa memahami dan menghayati sebuah pengalaman dari sisi mana pun pengalaman itu akan ditulis dalam sebuah karya sastra, khususnya puisi, adalah sebuah hal yang tidak bisa diabaikan atau dianggap sepele. Tanpa kesadaran bahwa mengolah pengalaman itu penting dalam berkarya sastra, maka karya yang ditulisnya hanyalah tumpukan kata-kata hampa makna dan rasa. Karya yang demikian akan selalu gagal menemui pembacanya yang kritis, yang selalu mengharap adanya nilai-nilai yang bisa dipetik dari sebuah puisi yang tengah dibacanya. (Soni Farid Maulana/PRLM).***

Sajak-sajak Rian Ibayana
DI KOTA INI

Hujan menggerus usia
cerita dan peristiwa seperti tersesat
di gorong-gorong pengap penuh sampah.
Sementara bayanganmu tampak kuyup di banjir cileuncang
namun buyar digilas roda yang melintas.

Kekasih, aku kesepian di kota ini ,
berjalan jinjit menelusuri trotoar basah
meratapi umur yang luruh dimamah musim.
Lampu-lampu rindu di pinggir jalan
seakan pucat mengiringi tahun-tahun yang berlalu cepat.

Sebenarnya masih kusimpan kenangan kita meramu sendu
saling mengungkap kegelisahan
sambil menyimak bercucurannya peluh tukang rokok
serta ketabahan penjual koran.
Masih kutata apik kisah kita
dekat tiang listrik serta di sebuah parkiran lama.

Kekasih, aku kesepian di kota ini ,
berjalan jinjit menelusuri trotoar basah
meratapi umur yang luruh dimamah musim,
meratapi tubuh yang renta, disapa resah cuaca.

Okltober 2010

TJIBUNI JAVA

Kurasa ini terlalu dini
untuk memakamkan lembar demi lembar kenangan
serta seribu ingatan tentang hamparan hijau.
Di sebuah kampung tua yang diselimuti berlapis-lapis tirai dingin.
Tjibuni yang hening.

Di ujung Desember yang lindap serta berbalut gerimis
sempat kupahat jejak, tanda kehadiran
di atas tanah merahmu yang lembab dan basah.
Aroma teh hitam menyerbak dari cerobong pelayuan
mengudara bersama sepenggal kisah
kuntum rindu yang baru rekah.

Pohon cemara berbaris di pinggir danau biru
nampak menaungi berkas sejarah
yang terukir di atas batu berlumut,
sepotong romansa di antara deru pabrik
yang menggaung gelisah.

Kurasa ini terlalu dini
untuk memadamkan obor cerita
di Tjibuni yang hening
kampung tua berkabut.

2009

HILANG

Sosok asing itu harus hilang
padahal masih basah luka di tangan
masih rindu untuk mengenang.

Apa daya detik membawanya pergi
membawanya hilang sampai nanti.

Sosok asing itu harus hilang
semakin terukir rindu menggebu.

Sosok asing itu memang harus hilang
Semakin singkat wangi menyerbak.
Semakin perih ujung rambut menusuk.

23 Juni 2004

SEPI

Ini benar-benar mencekik
menyesakan
bahkan puisipun enggan lahir.

2011

Rian Ibayana lahir di Ciwidey Bandung Selatan. 25 April 1988. Belajar menulis secara otodidak. Sekarang aktif bergiat di Majelis Sastra Bandung dan Komunitas Layung Beureum Ciwidey. Tinggal di Ciwidey dan bercita-cita dikubur di Ciwidey juga.
***

Sajak-sajak Syukur A. Mirhan,
DI LADANG JEJAK KUTEMUKAN BERCAK-BERCAK SEBUAH SAJAK

Di ladang jejak kutemukan bercak-bercak sebuah sajak. Bercampur nanah perasaan ayah di retak tanah si emak. Diksi-diksinya bau amis. Menebarkan aroma biografi tragis. Tertimbun rimbun belukar tangis

Serupa cinta terlunta yang berabad tiada pernah dijenguk. Lirik-liriknya membusuk di tangkai waktu yang melapuk. Mengeram dalam pembuluh darah dendam. Meracun dalam kenyataan hidup yang berkhianat membunuh ayah

Di ladang jejak kutemukan bercak-bercak sebuah sajak. Sajak yang pernah kucampakkan ke dalam tong sampah keadilan. Sebab ia tak mau berteriak apalagi bertindak. Ketika ayah terkapar sehabis kalah berduel melawan para begal berseragam kekuasaan

Penyair memang seharusnya memilih diam sebuah sajak daripada tajam sebilah kapak. Diam sebuah sajak akan membuat ladang jejak tetap hijau karena dima krifat kemilau damai. Sedangkan tajam sebilah kapak akan membuat ladang jejak merah karena dijulumat gulita amarah!

Sayup-sayup angin yang menyemilir dedzikir mengantar mauizhah ruhani literamu. Sampai juga ke dangau renung, tempatku menyaungkan gebalau rundung. Karena telah membunuh sajak. Sebab dia tak mau berteriak apalagi bertindak. Ketika para begal berseragam kekuasaan terkapar sehabis kalah berduel melawan diriku yang tertipu oleh diam sebilah

kapak yang menyamar tajam sebuah sajak yang bertahun-tahun tak kukuduskan.

Magetan, 2010

SIKLUS SUCI KESETIAAN

Seperti hujan yang jatuh hati abadi pada kota kelahiran cinta kita. Sepanjang musim akan kutumpahkan seluruh gairah air semesta langit yang terus menderas dan mengalir sampai jauh ke laut jiwamu. Mengairi rahimbumimu yang berabad-abad tandus dikuras nafsurakus. Hingga dirimu tiada pernah lagi melahirkan bayi-bayi khalifah fil ard yang menjagamu dari pertumpahan darah anak-anak Adam

Seperti hujan yang jatuh hati abadi pada kota kelahiran cinta kita. Sepanjang musim akan kutumpahkan seluruh gairah air semesta

langit yang akan menjadi telaga suci di tepi kanan hatimu yang perawan dari perasaan hawa’. Dan dari telaga sucimu itu naiklah ke udara uap-uap tetasbihan yang menguntai hijau. Lalu diterbangkan

angin lugu yang tak pernah mengembara ke negeri radiasi. Kemudian
menjadi hujan belia yang akan menumbuhkan beribu-ribu telaga suci lagi

di tepi kanan hatimu yang perawan dari perasaan hawa’. Hingga rahimbumimu pun kembali melahirkan bayi-bayi khalifah fil ard yang akan memeliharamu dengan tangan dan hati seribu nabi

Demikianlah kita. Hidup dalam hakikat siklus kesetiaan Tuhan. Lima puluh ribu tahun sebelum kau dan aku diciptakan

Magetan, 2010

TUKANG DAUN PANDAN DI GIGIL DINI HARI JEMBATAN MERAH

Pulang ke kota kanak-kanak kita. Masih seperti mudik tahun ketiga. Menyisakan kisah sama. Kisah sederhana. Kisah yang tidak akan mengusik ketenangan Keluarga Cikeas. Kisah yang tidak lebih berharga daripada sehelai rumput di mulut seekor anak kijang istana kebun raya

Tukang daun pandan di gigil dini hari Jembatan Merah. Kehilangan mimpi yang paling bersahaja: Hari Minggu bersama keluarga pelesiran ke kebun raya. Menggelar tikar di bawah teduh cemara. Makan nasi buntel daun pisang, lauk asin, sambal terasi, kerupuk kulit, dan lalap timun muda.

Tukang daun pandan di gigil dini hari Jembatan Merah. Kehilangan cita-cita yang cuma setinggi langit-langit gubuknya: Menjelang Ramadhan lunas semua hutangnya. Sebulan penuh tenang menjalankan ibadah puasa. Tiga hari ba’da lebaran –dengan dada plong– mudik ke rumah mertua.

Tukang daun pandan di gigil dini hari Jembatan Merah. Kehilangan hiburan murah meriah di TV Warteg Ceu Mirah: Siaran langsung pertandingan El Clasico: Barcelona Versus Real Madrid. Derbi Duo Milan: AC Milan Lawan Inter Milan. Dan Big Match: Liverpool Kontra Menchester United.

Pulang ke kota kanak-kanak kita. Masih seperti mudik tahun ketiga.
Menyisakan kisah sama. Kisah sederhana. Namun menyesak di dada:
Biayapendidikan bersekongkol tunggakankreditan sungguh bengis merampok habis seluruh malam tukang daun pandan.

Bogor, 2010

Syukur A. Mirhan, lahir di Bogor, 8 Mei 1971. Alumnus Fakultas Bahasa dan Seni IKIP/UPI Bandung (1990-1997). Pengasuh LanggarALITliterA dan Forum Lingkar Pena Se-Eks Kresidenan Madiun. Puisi-puisinya pernah dimuat di Pikiran Rakyat, Tabloid Hikmah Bandung, , Mitra Budaya, Pikiran Rakyat Cirebon, Isola Pos, Bandung Pos, Suara Karya, Suara Pembaruan, Republika, Swadesi, Annida, Ummi, MPA Surabaya, SuaraSantri Al-Madinah, Jurnal Bogor, Sabili, Fajar Banten, Oase Kompas Online, Antologi Puisi Forum Kebun Raya, dan Airmata yang Jatuh di Negeri Rembulan Timur. Alamat: MA Al-Fatah Temboro Karas Magetan 63395, email: syukur.amirhan9@gmail.com, dan HP 085233738177

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez