Selasa, 07 Agustus 2012

Sastra Yang Berhulu pada Al-Quran *

Ilham Yusardi
http://padang-today.com/

Setiap malam ke-17 dalam bulan Ramadhan, kita, umat muslim dengan semarak memperingati Nuzul Al-Quran. Pada malam itu, sebagaimana yang telah diterangkan dalam sejarah turunnya Al-Quran, merupakan malam pertama bagi Muhammad SAW menerima wahyu dari Allah SWT, dengan perantara Ruh Kudus, yaitu Malaikat Jibril.

Siapa diantara kita hari ini yang sanggup membayangkan seorang manusia biasa seperti Muhammad SAW bertemu dengan mahkluk gaib malaikat jibril? Muhammad yang waktu itu adalah manusia biasa sebagaimana kita, pun dibuat gemetar, hingga terbit peluh dingin beliau dan menderita demam tinggi.

Muhammad SAW mereima Wahyu pertama saat berusia empat puluh tahun. Pada masa itu, merupakan periode pertama bagi beliau untuk lebih banyak mengerjakan Tahannuts (bersunyi diri untuk bertafakkur). Pada bulan Ramadhan beliau membawa bekal lebih banyak dari biasanya. Pada malam ke-17 Ramadhan bertepatan dengan 6 Agustus tahun 610 Masehi, di gua Hira, datanglah Malaikat Jibril membawa Wahyu untuk pertama kalinya dan menyuruh Muhammad SAW membacanya, Jibril berkata Iqra! (bacalah!) Muhammad yang ummi, (yang tidak bisa tulis baca) pun gemetaran. Dengan lugu dan jujurnya Muhammad menjawab, aku tidak dapat membaca. Beberapa kali Nabi direngkuh Malaikat Jibril, hingga Muhammad SAW gemetaran, hingga sesak nafas. Dan kembali Jibril mengatakan Iqra!, tapi nabi kembali menjawab dengan perkataan yang sama aku tidak dapat membaca hingga perbincangan demikan berulang hingga tiga kali. Dan akhirnya Muhammad SAW dengan rasional bertanya Apa yang kubaca?

Maka dalam peristiwa ini turunlah lima ayat yang terdapat dalam surat Al-Alaq ayat 1-5 itu sebagai wahyu pertama Alquran. Yaitu: (1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, (4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (tulis baca). (5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Dengan demikian dapatlah kita tarik kesimpulan awal bahwa kehidupan yang sedang berlangsung hanya dapat kita perlajari jika kita membaca seluruh ayat-ayat Allah yang tersurat dalam kitab-kitabnya (kauliah), maupun ayat-ayat alah yang tersirat dalam alam ini (kauniah).

Jangkauan Al-Quran sebagai tuntunan hidup Manusia di muka bumi sangat luas. Al-Quran adalah pedoman sekalian persoalan yang telah maupun yang belum dialami manusia. Al-Quran menjangkau seluruh aspek kehidupan. Tidak ada persoalan kehidupan manusia yang luput Allah mengaturnya. Termasuk persoalan yang ada di ruang kita atau hadapan kita ini, yaitu sastra. Berangkat dari inilah kita coba tarik benang merah persoalan sastra dalam kitab Al-Quran.

Bagaimana tuntunan Al-Quran dalam bersastra? Dan bagaimana kedudukan sastrawan dalam Al-Quran? Pertanyaan inilah yang coba kita urai disini.

Dengan keyakinan yang mantap dan penuh dapat penulis katakan bahwa sastra(wan) mempunyai tempat yang istimewa dalam Al-Quran. Hal ini dapat kita buktikan dengan adanya surat Asy Syu’araa yang terdiri dari 227 ayat. Dinamakan Asy Syu’araa karena (kata jamak dari Asy Syaa’ir yang berarti penyair) diambil dari kata Asy Syuaraa yang terdapat pada ayat 224. Secara detail dan khusus Allah SWT menyebutkan kedudukan penyair-penyair di tujuh ayat terakhir surat ini.

Sebelum ayat ini turun, dalam sejarah sastra Arab, kedudukan penyair sangatlah penting dan sangat terhormat dalam istana maupun dalam masyarakat. Penyair dihormati karena para penyair diyakini memiliki kemampuan khusus yang tidak dimiliki orang banyak. Penyair dianggap berkemampuan supranatural (kegaiban), mereka mampu berkomunikasi dengan mahkluk gaib seperti jin. Penyair berkomunikasi dengan jin dengan merapalkan bermacam mantra sihir. Kemudian Penyair-penyair arab pra-Islam senang melakukan pengembaraan dari suatu tempat ke tempat lain untuk mencari nafkah kehidupan.

Mereka terbiasa bersikap munafik dengan sengaja menyanjung penguasa tempat-tempat atau istana yang mereka singgahi agar diberi sangu dan dilayani dengan istimewa oleh istana. Ketika kaum kafir menguasi Ka’bah, syair-syair mereka yang berisi puji-pujian pada penguasa, syair-syair yang dirapalkan dalam penyembahan pada berhala dipajang didinding Ka’bah. Sebagian penyair-penyair itu suka mempermainkan kata-kata dan tidak mempunyai tujuan yang baik yang tertentu dan tidak punya pendirian.

Para penyair-penyair itu mempunyai sifat-sifat yang jauh berbeda dengan para rasul-rasul sebelumya; mereka diikuti oleh orang-orang yang sesat dan mereka suka memutar balikkan lidah. Perbuatan mereka tidak sesuai dengan apa yang mereka ucapkan. Selain itu Penyair penyair pada kala itu ditakuti oleh masyarakat karena mereka bisa berbuat jahat dengan perantara jin jahat (iblis).

Kondisi inilah dikisahkan dan dijelaskan Alquran surat Asy Syu’araa: (221) Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa syaitan- syaitan itu turun? (222) Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa, (223) mereka menghadapkan pendengaran (kepada syaitan) itu, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta. (224) Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. (225) Tidakkah kamu melihat bahwasanya mereka mengembara di tiap- tiap lembah. (226) dan bahwasanya mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan(nya)?

Ketika Ayat ini turun dan disampaikan Muhammad SAW pada para Hafiz, seketika sebagian penyair pengikut Muhammad SAW, seperti Abdullah Ibnu Rawahah, menjadi dibuat patah arang dan ketakutan menyimak ayat tersebut. Abdullah Ibnu Rawahah saat itu berpikiran bahwa ayat tersebut telah menegaskan bahwa kegiatan bersyair dan menjadi penyair dilarang dalam agama Islam. Bersegaralah Ia menemui Rasul, dan menanyakan perihal ayat tersebut.

Maka, dengan tersenyum Nabi Muhammad SAW menjelaskan dengan membaca ayat terakhir (ke-227) dalam surat tersebut, yang mengatakan: (227) kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan beramal saleh dan banyak menyebut Allah dan mendapat kemenangan sesudah menderita kezaliman. Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali. Maka, menjadi jelaslah persoalan itu dan lepaslah ketakutan Abdullah Ibnu Rawahah. Sejak itu tanpa ragu makin semangat Ia membuat syair yang bertendensi dakwah, ajakan berbuat baik, memompa semangat juang para Mujahidin dalam berperang, maupun syair-syair yang mengagungan Allah SWT.

Tugas Sastrawan Muslim Sebagai Kalifatullah

Manusia diciptakan Allah SWT sebagai Kalifatullah di muka Bumi. Menjadi kalifah yang dimaksud adalah sebagai wakil Tuhan, yang mencermin kualitas ke-illahi-an manusia di muka bumi. Seiring dengan tujuan Allah SWT menciptakan manusia tersebut dapatlah diatarik ketegasan perihal tugas para sastrawan dalam kehidupan ini, yaitu berdakwah.

Berdakwah tidak pula diartikan dalam pengertian yang sempit, mungkin pengertian dakwah yang tersedia dalam keseharian kita adalah menyampaikan pengajaran dalam mesjid, pemberi ceramah saat pengajian saja. Namun sesunguhnya, pengertian dakwah dapat dijabarkan dalam pengertian yang luas dan luwes.

Dakwah sebagai tabligh. Tabligh artinya menyampaikan, Materi dakwah bisa berupa keterangan, informasi, ajaran, seruan atau gagasan. Kemudian dakwah berarti mengajak, Ada dua bentuk visi ajakan, yaitu: makro dan mikro. visi makro cukup jelas yaitu mengajak manusia kepada kebahagiaan dunia akhirat, sedangkan visi mikro bisa dicontohkan dengan sifat dan sikap yang kongkrit dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya dakwah sebagai pekerjaan menanam. Berdakwah juga mengandung arti mendidik manusia agar mereka bertingkahlaku sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Mendidik adalah pekerjaan menanamkan nilai-nilai ke dalam jiwa manusia. Nilai-nilai yang ditanam dalam dakwah adalah keimanan, kejujuran, keadilan, kedisiplinan, kasih sayang, rendah hati dan nilai-akhlak mulia lainnya. Layaknya pekerjaan menanam, benihnya harus unggul, tanahnya harus subur, disiram dan dijauhkan dari hama serta butuh waktu lama hingga benih itu tumbuh berkembang menjadi rumput hijau yang indah atau menjadi pohon tinggi yang rindang dan berbuah. Begitu pula hendaknya dalam karya sastra yang kita tulis dan kita tanam, semestinya haruslah karya yang bermutu, yang membawa pencerahan bagi kehidupam masyarakat.

Kita mengetahui bahwa sesunguhnya tugas berdakwah merupakan tugas seluruh umat muslim, tanpa kecuali. Tentu saja dakwah yang dilakukan sesuai kemampuan dan bidang masing-masing. Dalam pengertian ini, dapat pula kita telusuri bagaimana dakwah yang dapat dilakukan oleh sastrawan?

Menggeluti bidang sastra merupakan bidang yang unik. Menjadi penulis sastra adalah sebuah jalan untuk berdakwah dengan cara yang menyenangkan. Kita tahu tidak semua orang mempunyai kemampuan mencipta karya sastra yang baik. Kemampuan pribadi seorang penulis sastra meliputi kemampuan mencerna berbagai ilmu pengetahuan, pendalaman dan pemahaman akan kompleksitas kehidupan manusia dengan akal dan perasaannya. Kemudian sastrawan dengan kreatifitasnya menciptakan sebuah dunia lain yang sudah diproses dalam inajinasi. Jadi kemampuan ini adalah kemampuan yang luar biasa yang dimiliki seorang sastrawan. Dengan Kepandaian berbahasa ia tuangkan imajinasinya tersebut untuk dapat dibaca dan dihikmati oleh khalayak.

Lalu karya sastra yang bagaimanakah yang bisa dikatakan karya sastra yang bertujuan dakwah? Sekali lagi penulis tegaskan, kata dakwah itu bukanlah kata yang memiliki arti yang sempit. Karya sastra yang bisa menyentuh menggerakkan hati manusia tanpa pandang agama, suku, dan ras adalah karya yang berdakwah. Islam bukanlah agama hanya untuk sekelompok ras saja. Islam adalah agama Rahmat Semesta Alam. Jadi seorang sastrawan muslim semestinya mampu menghadirkan karya yang menampilkan wajah kebenaran yang illahiah, kebenaran yang universal. Dalam pengertian ini, tugas sastrawan dengan karya sastranya tak lain adalah bertanggung jawab terhadap perbaikan kualitas kehidupan umat manusia.

Perjuangan sastrawan adalah perjuangan kata-kata dan perjuangan sikap. Menyusun kata-kata dalam tulisan saja tidaklah cukup. Misal, kita terkadang begitu sibuknya kita menyusun kata-kata terbaik dalam sebuah sajak, kita terkadang sengaja berumit-rumit dengan kata-kata, sehingga tanpa kita sadari kita terperangkap sendiri dalam labirin kata-kata itu sendiri.

Kita menganggap keraguan kita adalah modal untuk mencapai sebuah kebenaran. Namun sayang, keraguan kita sering menjadi keraguan yang permanen karena keraguan itu selalu kita abaikan. Tidak pernah kita tuntaskan sebagi sebuah keyakinan personal (ideologi). Keraguan kita sering tidak berakhir pada keyakinan, yaitu iman. Sebagai seorang muslim, para sastrawan muslim harus mampu mengaktualisasikan apa yang ditulisnya.

Sehingga ia tidak termasuk pada golongan penyair (baca: sastrawan) munafik, lagi pendusta; penyair yang tidak berpendirian; penyair yang sekedar mencari sensasi dengan mempertontonkan permainan kata-kata.

Sebuah kisah di akhir pembahasan ini: Pada suatu hari, Rasulullah Muhammad SAW sedang duduk bersama para sahabat, tiba-tiba datanglah Abdullah Ibnu Rawahah hendak menuturkan syairnya. Maka sebelum syair dibacakan, Rasulullah bertanya pada Abdullah Ibnu Rawahah, Apa yang Anda lakukan jika anda hendak mengucapkan syair? Maka, menjawablah Sang penyair Abdullah ibnu Rawahah, Hamba renungkan dulu, kemudian baru Hamba ucapkan. Maka dengan senang hati Rasulullah Muhammad SAW dan para sahabat mendengarkan ia bersyair.

*) Makalah ini disampaikan pada orasi budaya Malam Tadarus Puisi Sastra Indonesia Unand, 11 September 2009.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez