Kamis, 31 Januari 2013

Mendamaikan Hamka dan Pramoedya Ananta Toer

Satriwan 

“Aku Mendakwa Hamka Plagiat”, merupakan judul buku yang dikarang oleh Muhidin M. Dahlan. Lengkapnya lagi buku tersebut berjudul, “Aku Mendakwa Hamka Plagiat, Skandal sastra Indonesia 1962-1964.” Diterbitkan September 2011, dengan penerbit Scripta Manent, Yogyakarta. Buku kecil yang bermuatan sejarah dan kritik sastra ini menjadi sangat menarik dan renyah untuk dibaca.
Pertama, karena pengarangnya adalah Muhidin M. Dahlan, seorang pegiat sastra, penulis “nakal” dan mungkin bisa dikatakan intelektual muda dari Yogyakarta. Muhidin juga pernah mengarang buku yang membakar ingatan sejarah kolektif masa lalu kita berjudul, “Lekra Tak Membakar Buku, Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakjat 1950-1965” (2008). Buku ini akhirnya dilabeli buku terlarang oleh Kejaksaan Agung pada 2009.

Faktor kedua, adalah substansi buku tersebut. Polemik sejarah sastra antara Manikebu (Manifes Kebudayaan) versus Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) adalah fakta sejarah sastra yang tak bisa ditutup-tutupi. Maka sosok seorang “kiri” yang memimpin organisasi underbow PKI ini, tak bisa dicampakkan begitu saja. Betul sekali, siapa yang tak kenal Pramoedya Ananta Toer. Sebagai seorang jago sastra, tokoh kiri dan penulis ulung, Pram tak bisa diremehkan secara serampangan oleh para pegiat sastra lainnya. Kontroversi bahkan “perang” bermulai ketika Pram kadung dicap sebagai orang kiri/orang merah/PKI. Akhirnya yang nampak adalah Pram sebagai ideolog komunis, bukan Pram sebagai penulis dan sastrawan. Inilah fakta sejarah, kita harus jujur membukanya.

Faktor ketiga, yang paling membuat bulu kuduk merinding adalah nama Buya Hamka direndengkan dengan terminologi kumuh dalam dunia tulis-menulis, khususnya kesusastraan. Sebuah perbuatan keji dan biadab yang menunjukkan lemah otak, karena tak punya ide, kreasi dan inovasi. Ya, itulah yang sering kita dengar istilahnya, plagiat! Membaca judul buku ini saja rasa-rasanya, kepala kita akan berimajinasi jauh mengingat Buya Hamka, seorang ulama, cendekiawan, konsisten dengan prinsip hidup, berani berkata tidak kepada rezim penguasa, namun hilang sudah berbagai predikat agung tersebut. Karena perbuatan hina yang bernama plagiat. Apalagi bagi mereka para pengagum Buya. Buya seakan-akan menjadi seorang pencuri, pencontek, miskin ide, kering kreasi dan lemah otak. Benar-benar judul buku yang berani. Tapi inilah alam akademis, intelek, demokrasi. Apalagi niatnya ingin meluruskan sejarah sastra nasional.

Palagan sastra kita kusut dibuatnya. Ketika “Bintang Timur, Lentera” (1962-1964) memuat kritikan terhadap karya monumental Hamka, yakni roman “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck“. Koran Bintang Timur yang berhaluan kiri ini menelanjangi Buya terang-terangan. Klaim dan vonis bagi Hamka, bahwa roman beliau adalah karya hasil contekan, tiruan alias karya plagiat. Dijelaskanlah di buku tersebut bahwa roman Buya ini merupakan saduran, tiruan dari novel “Magdalena” karya Mustafa Lutfi Al-Manfaluthi dari Mesir. Muhidin membuktikan dengan membandingkan halaman perhalaman, kalimat perkalimat. Bahkan pesan dari dua karya ini (Al-Manfaluthi dan Hamka), jalan cerita pesan dan isinya sama menurut Muhidin.

Bertanya Kepada Ridwan Saidi dan Taufiq Ismail

Pindah cerita, di akhir 2011 saya bertemu Bang Ridwan Saidi. Saya menjadi moderator suatu diskusi di Rawamangun dan pembicaranya adalah Bang Ridwan Saidi. Sebelum diskusi dimulai, sayapun “ngobrol” dengan beliau. Terkenal dengan gayanya yang “slengean” dan kritis dengan rambut gondrong plus kopiah hitam. Dalam pertengahan obrolan, saya memperlihatkan buku “Aku mendakwa Hamka Plagiat” ini kepada beliau. Lantas saya bertanya (karena beliau sering juga bicara di TV dalam kapasitasnya sebagai sejarawan?) apakah betul Buya Hamka plagiat, Bang? Dengan cepat dan tegas beliau menjawab betul. Hamka betul plagiat. Beliaupun menyebut Al-Manfaluthi dan Magdalena.

Sekitar Desember 2011 juga, saya bertemu dalam suatu acara dengan Taufiq Ismail pun di Rawamangun. Kebetulan saya mengantar beliau pulang ke rumahnya selesai acara. Di dalam taksi (dari Rawamangun menuju rumah beliau di Utan Kayu) saya bercerita tentang buku Muhidin M. Dahlan ini kepada Mamak Taufiq (panggilan saya kepada beliau-karena kami berasal dari suku yang sama yakni Koto, dari Pandai Sikek, Tanah Datar, Sumatera Barat). Ternyata beliau waktu itu belum membaca bukunya. Saya mengatakan bahwa di awal buku ini, penulis mengutip puisi Mamak Taufiq, seperti di bawah ini:

Antara Fitnah dan Ludah

Kita semua diperanjingkan
Gaya rabies klongsongan
Hamka diludahi Pram
Masuk penjara Sukabumi
Jassin dicaci diserapahi
Terbenam daftar hitam


(Taufiq Ismail, Catatan Tahun 1965, Mengakar ke Bumi Menggapai ke Langit 1: Himpunan Puisi 1953-2008, Bab “Puisi-Puisi Menjelang Tirani dan Benteng”. Jakarta: Horison, 2008, hlm 110).

Sebagai orang yang sangat awam dalam dunia sastra (walaupun saya sangat tertarik jika berbicara tentang kesusasteraan Indonesia), lantas saya bertanya kepada Mamak, apakah betul yang dijelaskan dalam buku Muhidin tersebut. Mamak menjawab itu adalah perdebatan yang sudah sangat lama. Mamak juga menceritakan tentang peristiwa pembakaran buku oleh Lekra di Kampus UI Salemba. Mendengar itu saya teringat kembali dengan buku trilogi Muhidin, “Lekra Tak Membakar Buku, Suara Senyap Lembar Kebudayaan Harian Rakjat 1950-1965” (2008). Dalam obrolan singkat di taksi itu akhirnya saya memberikan buku “Aku mendakwa Hamka Plagiat” yang saya pegang kepada Mamak Taufiq. Beliau sangat senang menerimanya. Ketika beliau turun dari taksi, saya berucap, “Mak, kami menunggu tulisan atau buku untuk menyanggah karya Muhidin ini.” “Insya Allah, Wan”, kata Mamak Taufiq.

Saya menyimpulkan dari obrolan sangat singkat bersama Mamak Taufiq di dalam taksi tersebut, bahwa perdebatan palagan kesusateraan Indonesia memang tak akan kunjung selesai. Apalagi di zaman Orde Lama. Kita pasti teringat perang “Manikebu versus Lekra“. Apalagi sosok Pram sebagai tokoh utama Lekra yang sangat kontroversial. Teringat juga ketika Pram memperoleh “Ramon Magsaysay Award, 1995“, diberitakan sebanyak 26 tokoh sastra Indonesia menulis surat “protes” ke yayasan Ramon Magsaysay. Tersebutlah H.B. Jassin, Mochtar Lubis dan Taufiq Ismail. Pram dianggap dan divonis sebagai “algojo” Lekra pada masa Demokrasi Terpimpin.

Menarik sekali membaca sejarah kesusasteraan nasional kita. Nuansa “yang ideologis” sangatlah terasa ketika zaman Orde Lama. Perdebatan apapun, pasti bernuasa ideologis. Antara Nasionalis Islam, Nasionalis Sekuler, Sosialis dan Komunis. Manikebu dan Lekra contoh nyatanya, atau perdebatan ideologi negara antara Nasionalis Islam dengan Nasionalis Sekuler. Perdebatan intelektual ini (khususnya di dunia sastra) mesti dijaga, tentu dengan menggunakan otak. Jangan membawa atau mengiringnya dengan otot. Saya sangat paham, jika Buya Hamka adalah tokoh bahkan pahlawan nasional. Beliau seorang guru, mubalig bahkan ulama terpandang dalam masyarakat Islam tanah air. Kritikan dan perdebatan terkait beliau seperti dalam buku Muhidin di atas, mesti dilawan dengan buku lagi. Inilah yang mesti dirawat, berani dalam intelektualitas.

Perdebatan “yang ideologis” ini kita rindukan sekarang. Rasa-rasanya tak seperti kondisi saat ini, kering intelektual, semuanya nir-ideologis, lebih kepada nuansa politis-transaksionis. Perdebatan intelektual, dalam hal apapun mesti menjadi model yang hidup dan dicontoh. Walaupun mungkin hati kita yang mengidolakan Hamka berucap, tak mungkin Buya plagiat! Atau bagi jamaah dan fansnya Pramoedya Ananta Toer berkata, bohong itu jika Pram adalah sosok algojo yang kejam pada masa Lekra! Kenyataanya, keduanya juga sudah meninggal, menemui Tuhannya yang sama. Ketika Pram meninggal tetap saja yang berkumandang adalah suara pembacaan Surat Yasin dan Tahlilan plus shalat jenazah, walaupun sayup-sayup terdengar senandung “Internationale” dan “Darah Juang” di pemakamannya.

Selamat membaca dan selamat bertarung para jago sastra nusantara!

*) Pendidik di SMA Labschool Jakarta dan Univ. Negeri Jakarta (UNJ). Aktif di Pusat Kajian dan Pengembangan llmu-ilmu Sosial (PKPIS) UNJ. Sedang menyelesaikan tesis di Program Pascasarjana Universitas Indonesia (UI). Bisa kunjungi Blog saya di www.satriwan.wordpress.com
http://media.kompasiana.com/buku/2012/10/10/mendamaikan-hamka-dan-pramoedya-ananta-toer-500105.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label

A Khoirul Anam A. Khoirul Anam A. Mustofa Bisri A. Qorib Hidayatullah A.C. Andre Tanama A.D. Zubairi A.S. Laksana Abd. Basid Abdul Aziz Abdul Aziz Rasjid Abdul Gaffar Abdul Hadi W.M. Abdul Rauf Singkil Abdul Rosyid Abdul Salam HS Abdul Wachid B.S. Abdullah Alawi Abdurrahman Wahid Abidah El Khalieqy Abimardha Kurniawan Abu Nawas Acep Iwan Saidi Acep Zamzam Noor Ach. Tirmidzi Munahwan Achmad Faesol Adam Chiefni Adhitya Ramadhan Adi Mawardi Adian Husaini Aditya Ardi N Ady Amar Adzka Haniina Al Barri AF. Tuasikal Afrizal Malna Afrizal Qosim Agama Para Bajingan Aguk Irawan Mn Agus Buchori Agus Fahri Husein Agus Fathuddin Yusuf Agus R. Sarjono Agus Sulton Agus Sunyoto AH J Khuzaini Ahmad Anshori Ahmad Badrus Sholihin Ahmad Baso Ahmad Fatoni Ahmad Hadidul Fahmi Ahmad Kekal Hamdani Ahmad Khotim Muzakka Ahmad Maltup SA Ahmad Muchlish Amrin Ahmad Muhli Junaidi Ahmad Syafii Maarif Ahmad Syauqi Sumbawi Ahmad Tohari Ahmad Y. Samantho Ahmad Zaini Ahmadun Yosi Herfanda Ainur Rohim Ajip Rosidi Akhiriyati Sundari Akhmad Fatoni Akhmad Sahal Akhmad Taufiq Akhudiat Alang Khoiruddin Alang Khoirudin Ali Audah Ali Mahmudi CH Ali Rif’an Aliansyah Allamah Syaikh Dalhar Alvi Puspita AM Adhy Trisnanto Ami Herman Amien Wangsitalaja Amin Hasan Aminullah HA Noor Amir Hamzah Ammar Machmud Andri Awan Anindita S Thayf Aning Ayu Kusuma Anjar Nugroho Anjrah Lelono Broto Antari Setyowati Anwar Nuris Arafat Nur Ariany Isnamurti Arie MP Tamba Arie Yani Arif Hidayat Arif Saifudin Yudistira Arifin Hakim Arman AZ Arwan Asarpin Asef Umar Fakhruddin Asep Juanda Asep S. Bahri Asep Sambodja Asep Yayat Asif Trisnani Aswab Mahasin Atiqurrahman Awalludin GD Mualif Azizah Hefni Azwar Nazir B Kunto Wibisono Babe Derwan Badrut Tamam Gaffas Bale Aksara Bandung Mawardi Bastian Zulyeno Bayu Agustari Adha Beni Setia Benny Benke Berita Berita Duka Berthold Damshauser Binhad Nurrohmat Brunel University London Budaya Budi Darma Budi Hutasuhut Budiawan Dwi Santoso Buku Kritik Sastra Candra Adikara Irawan Capres dan Cawapres 2019 Catatan Cawapres Jokowi Cerpen Chairil Anwar Chairul Abhsar Chairul Akhmad Chamim Kohari CNN Indonesia Cucuk Espe Cut Nanda A. D Zawawi Imron D. Dudu AR Dahta Gautama Damanhuri Zuhri Damhuri Muhammad Dami N. Toda Damiri Mahmud Danarto Danuji Ahmad Dati Wahyuni Dea Anugrah Dea Ayu Ragilia Dede Kurniawan Dedik Priyanto Den Rasyidi Deni Jazuli Denny JA Denny Mizhar Detti Febrina Dewi Kartika Dian Sukarno Dian Wahyu Kusuma Didi Purwadi Dien Makmur Din Saja Djasepudin Djauharul Bar Djoko Pitono Djoko Saryono DM Ningsih Doddy Hidayatullah Donny Syofyan Dr Afif Muhammad MA Dr. Simuh Dr. Yunasril Ali Dudi Rustandi Dwi Fitria Dwi Pranoto Dwi Rejeki Dyah Ratna Meta Novia E Tryar Dianto Ecep Heryadi Edeng Syamsul Ma’arif Edy A Effendi Edy Susanto EH Ismail Eka Budianta Ekky Malaky Eko Israhayu Ellie R. Noer Emha Ainun Nadjib Esai Esha Tegar Putra Evi Melyati Fachry Ali Fahmi Faqih Fahrudin Nasrulloh Faisal Kamandobat Faizal Af Fajar Kurnianto Fanani Rahman Fatah Yasin Noor Fathurrahman Karyadi Fazabinal Alim Festival Literasi Nusantara Festival Sastra Gresik Festival Teater Religi Forum Santri Nasional Fuad Mardhatillah UY Tiba Furqon Lapoa Fuska Sani Evani Geger Riyanto Ghufron Gola Gong Grathia Pitaloka Gugun El-Guyanie Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin Gus Dur Gus Muwaffiq Gusriyono Gusti Grehenson H Marjohan H. Usep Romli H.M. Habibullah Hadi Napster Halimi Zuhdy Hamdy Salad Hamid Jabbar Hamka Hammam Fathulloh Hamzah Fansuri Hamzah Sahal Hamzah Tualeka Zn Hanibal W.Y. Wijayanta Hanum Fitriah Haris del Hakim Harri Ash Shiddiqie Hartono Harimurti Hary B. Kori’un Hasan Basri Marwah Hasnan Bachtiar Hasyim Asy’ari Helmy Prasetya Hendra Makmur Hepi Andi Bastoni Heri Listianto Heri Ruslan Herry Lamongan Herry Nurdi Heru Kurniawan Hilmi Abedillah Hotnida Novita Sary Hudan Hidayat Husein Muhammad I Nyoman Suaka Ibn ‘Arabi (1165-1240) Ibn Rusyd Ibnu Sina Ibnu Wahyudi Idayati Ignas Kleden Ilham Khoiri Ilham Yusardi Imadi Daimah Ermasuri Imam Hamidi Antassalam Imam Khomeini Imam Nawawi Imam Nur Suharno Imamuddin SA Iman Budhi Santosa Imron Nasri Imron Tohari Indonesia O’Galelano Indra Kurniawan Indra Tjahyadi Inung As Irma Safitri Isbedy Stiawan Z.S. Istiyah Iwan Kurniawan Iwan Nurdaya Djafar J Sumardianta Jadid Al Farisy Jalaluddin Jalaluddin Rakhmat Jamal Ma’mur Asmani Jamaluddin Mohammad Javed Paul Syatha Jaya Suprana Jember Gemar Membaca Jo Batara Surya Johan Wahyudi John Halmahera Joko Pinurbo Joko Widodo Joni Ariadinata Jual Buku Paket Hemat Junaidi Jurnalisme Sastrawi Jusuf AN K. Muhamad Hakiki K.H. A. Azis Masyhuri K.H. Anwar Manshur K.H. M. Najib Muhammad K.H. Ma'ruf Amin Kabar Pesantren Kafiyatun Hasya Kanjeng Tok Kasnadi Kazzaini Ks KH Abdul Ghofur KH. Irfan Hielmy Khansa Arifah Adila Khoirul Anwar Khoirur Rizal Umami Khoshshol Fairuz Kiai Muzajjad Kiki Mikail Kitab Dalailul Khoirot Kodirun Komunitas Deo Gratias Koskow Kritik Sastra Kurniawan Kurtubi Kuswaidi Syafi’ie Kyai Maimun Zubair Lan Fang Larung Sastra Leila S. Chudori Linda S Priyatna Linda Sarmili Liza Wahyuninto Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP Lukman Asya Lukman Santoso Az M Arif Rohman Hakim M Hari Atmoko M Ismail M Thobroni M. Adnan Amal M. Al Mustafad M. Arwan Hamidi M. Bashori Muchsin M. Faizi M. Hadi Bashori M. Harir Muzakki M. Kanzul Fikri M. Mustafied M. Nurdin M. Yoesoef M. Yunis M.D. Atmaja M.H. Abid M.Harir Muzakki M.S. Nugroho M.Si M’Shoe Mahamuda Mahdi Idris Mahendra Cipta Mahmud Jauhari Ali Mahrus eL-Mawa Mahwi Air Tawar Malkan Junaidi Maman S. Mahayana Mansur Muhammad Marhalim Zaini Maria Hartiningsih Marjohan Marsudi Fitro Wibowo Martin van Bruinessen Marzuki Wahid Marzuzak SY Masduri Mashuri Masjid Kordoba Masuki M. Astro Matroni Matroni el-Moezany Matroni Muserang Mbah Dalhar Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia MG. Sungatno Mh Zaelani Tammaka Miftahul Ulum Mila Novita Mochtar Lubis Moh. Ghufron Cholid Mohamad Salim Aljufri Mohammad Kh. Azad Mohammad Yamin Muh. Khamdan Muhajir Arrosyid Muhammad Abdullah Muhammad Affan Adzim Muhammad Al-Fayyadl Muhammad Ali Fakih AR Muhammad Amin Muhammad Anta Kusuma Muhammad Ghannoe Muhammad Idrus Djoge Muhammad Itsbatun Najih Muhammad Kosim Muhammad Muhibbuddin Muhammad Mukhlisin Muhammad Quraish Shihab Muhammad Subhan Muhammad Wava Al-Hasani Muhammad Yasir Muhammad Yuanda Zara Muhammad Zuriat Fadil Muhammadun AS Muhyiddin Mujtahid Muktamar Sastra Mulyadi SA Munawar A. Djalil Munawir Aziz Musa Ismail Musa Zainuddin Muslim Mustafa Ismail Mustami’ tanpa Nama Mustofa W Hasyim Musyafak Myrna Ratna N. Mursidi Nasaruddin Umar Nashih Nashrullah Naskah Teater Nasruli Chusna Nasrullah Thaleb Nelson Alwi Nevatuhella Ngarto Februana Nidia Zuraya Ninuk Mardiana Pambudy Nita Zakiyah Nizar Qabbani Nova Burhanuddin Noval Jubbek Nu’man ’Zeus’ Anggara Nur Fauzan Ahmad Nur Wahid Nurcholish Nurel Javissyarqi Nuruddin Al Indunissy Nurul Anam Orasi Budaya Pangeran Diponegoro Parimono V / 40 Plandi Jombang PC. Lesbumi NU Babat PDS H.B. Jassin Pesantren Tebuireng Pidato Politik Pondok Pesantren Al-Madienah Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan Pramoedya Ananta Toer Prof. Dr. Nur Syam Profil Ma'ruf Amin Prosa Puisi Puji Hartanto Puji Santosa Pungkit Wijaya Purwanto Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin PUstaka puJAngga Putera Maunaba Putu Fajar Arcana R. Ng. Ronggowarsito Radhar Panca Dahana Raedu Basha Rahmat Sudirman Rahmat Sularso Nh Rakai Lukman Rakhmat Giryadi Rakhmat Nur Hakim Ramadhan Alyafi Rameli Agam Rasanrasan Boengaketji Ratnaislamiati Raudal Tanjung Banua Reni Susanti Resensi Restoe Prawironegoro Ibrahim Retno HY Riadi Ngasiran Ribut Wijoto Ridwan Munawwar Rinto Andriono Risa Umami Riyadhus Shalihin Riza Multazam Luthfy Robin Al Kautsar Rodli TL Rohman Abdullah S Yoga S. Jai S.W. Teofani Sabrank Suparno Sahaya Santayana Saifuddin Syadiri Saifudin Saiful Amin Ghofur Sainul Hermawan Sajak Salahuddin Wahid Salamet Wahedi Salman Faris Salman Rusydie Anwar Samsudin Adlawi Sandiaga Uno Sanggar Pasir Sapardi Djoko Damono Sartika Dian Nuraini Sastra Pesantren Sastrawan Pujangga Baru Satmoko Budi Santoso Satriwan Sejarah Sekolah Literasi Gratis (SLG) SelaSastra Boenga Ketjil Sihar Ramses Simatupang Sinopsis Siswanto Siswoyo Sita Planasari A Siti Muyassarotul Hafidzoh Siti Sa’adah Siwi Dwi Saputro Slavoj Zizek Snouck Hugronje Sobih Adnan Sofyan RH. Zaid Soni Farid Maulana St Sularto Suci Ayu Latifah Sufyan al Jawi Sugiarta Sriwibawa Sulaiman Djaya Sundari Sungatno Sunu Wasono Surya Lesmana Suryadi Suryanto Sastroatmodjo Susianna Susringah Sutan Iwan Soekri Munaf Sutan Takdir Alisjahbana Sutardi Sutardji Calzoum Bachri Sutejo Suyanto Syaiful Amin Syaifullah Amin Syarif Hidayat Santoso Syeikh Abdul Maalik Syeikh Muhammad Nawawi Syekh Abdurrahman Shiddiq Syekh Sulaiman al Jazuli Syi'ir Taufiq Ismail Taufiq Wr. Hidayat Teguh Winarsho AS Temu Penyair Timur Jawa Tengsoe Tjahjono Theresia Purbandini Tiar Anwar Bachtiar Tjahjono Widijanto Tok Pulau Manis Toko Buku PUstaka puJAngga Tu-ngang Iskandar Turita Indah Setyani Umar Fauzi Ballah Uniawati Universitas Indonesia Universitas Jember Usep Romli H.M. Usman Arrumy UU Hamidy Viddy AD Daery Virdika Rizky Utama W.S. Rendra Wa Ode Zainab Zilullah Toresano Wahyu Aji Walid Syaikhun Wan Mohd. Shaghir Abdullah Warung Boengaketjil Wawan Eko Yulianto Wawancara Welly Adi Tirta Wiwik Hastuti Wiwik Hidayati Wong Fei Hung Y Alpriyanti Yanti Mulatsih Yanuar Widodo Yanuar Yachya Yayuk Widiati Yeni Ratnaningsih Yohanes Sehandi Yopi Setia Umbara Yosi M Giri Yudhi Fachrudin Yudi Latif Yusi Avianto Pareanom Yusri Fajar Yusuf Suharto Zaenal Abidin Riam Zainal Arifin Thoha Zainuddin Sugendal Zakki Amali Zehan Zareez