Karya: Masataka Takeshita
Penerjemah: M. Harir Muzakki *
http://sastra-indonesia.com
Teori Makrokosmos dan Mikrokosmos Ibn ‘Arabi
Ibn ‘Arabi seringkali membahas tema makrokosmos-mikrokosmos. Sebagaimana kami telah menjelaskan pada bab pertama, dia menggunakan tema ini sebagai dasar “epistimologi.” 102 Karena manusia dapat mengetahui segala hal di alam semesta, maka dia pasti memiliki sesuatu yang ada di alam semesta pada dirinya. Meskipun demikian, teori struktur mikrokosmos dan makrokosmos tidak luput dari pembahasan Ibn ‘Arabi. Pada bagian ini, kami ingin menganalisis teori struktur makrokosmos dan mikrokosmos dalam pandangan Ibn ‘Arabi.
Dalam bahasan ini, karya yang paling menarik adalah al-Tabbirat al-Ilahiya fi Islah al-Mamlakah al-Insaniya. Isi seluruh karya ini disusun atas model the Secret of Secrets Pseudo Aristoteles, yang berhubungan dengan seni mengatur negara. Dalam buku ini, Ibn ‘Arabi mengajarkan kita, bagaimana mengatur tubuh yang dipandang sebagai kerajaan. Karya ini merupakan salah satu dari tulisan Ibn ‘Arabi tentang antropologi yang paling rinci dan pembahasan makrokosmos dan mikrokosmos mendominasi seluruh sisi buku ini.
Pada permulaan karyanya, dia menguraikan persamaan umum antara makrokosmos dan mikrokosmos:103 Apa yang tumbuh di alam semesta sama dengan rambut dan paku; empat jenis air (asin, manis, bangar, pahit) secara berurutan sama dengan air mata, mulut, hidung dan telinga. Sebagaimana alam semesta diciptakan dari empat elemen (tanah, air, udara, api), begitu juga tubuh manusia diciptakan dari empat elemen tersebut. Empat angin (yaitu, angin yang datang dari empat arah) sama dengan empat indera psikologi (yaitu, menghisap, memegang, mencerna dan menolak).104 Semua binatang dan setan sama dengan sifat-sifat buruk manusia, para malaikat sama dengan sifat-sifat baik manusia. Sebagaimana di dunia ini, terdapat bagian-bagian yang dapat indera (nyata) dan tidak dapat diindera (ghaib), begitu juga dalam diri manusia ada bagian lahir dan batin, bagian lahir merupakan dunia inderawi, yaitu alam mulk, dan bagian batin adalah dunia hati, yaitu alam malakut.105
Ibn ‘Arabi sendiri mengakui bahwa dalam kenyataannya persamaan ini hanya bersifat metafor dan kiasan (isti’arah wa al-majaz).106 Kutipan berikut dari al-Futuhat al-Makkiya secara jelas menunjukkan metode analogi:
Dalam realitasnya, manusia merupakan duplikat komprehensip (nuskha jami’a) dalam pengertian bahwa dalam dirinya terdapat sesuatu dari langit dalam aspek tertentu, dan bumi dalam aspek tertentu, tetapi bukan dalam seluruh aspek … Tidak dapat dikatakan bahwa manusia sama dengan langit, atau bumi, atau Kerajaan, tetapi dapat dikatakan bahwa dia memiliki persamaan dengan langit dalam aspek anunya, dan bumi dalam aspek anunya, dan memiliki persamaan dengan Kerajaan dalam aspek anunya, dan dengan elemen api dalam aspek anunya … dan dengan segala sesuatu.107
Dalam al-Tadribat al-Ilahiya, dia menjelaskan bagaimana menemukan persamaan itu dengan cara sebagai berikut:
Ketika matamu memandang wujud tertentu, carilah sifat yang menonjol pada wujud itu … Kamu akan menemukan bahwa sifat yang menjadikannya (yaitu, wujud) yang mencolok dan menunjukkannya, menjadi sifatnya yang esensial (al-sifa al-nafsiya) atau sifatnya yang menonjol. Kemudian kamu melihat sifat yang paling mirip, dan kamu akan menemukan paling khas sifat ini pada beberapa manusia, kemudian kamu menerapkan nama itu yang memiliki sifat ini pada manusia. Misalnya, dalam hal kebodohan yang menjadi sifat menonjol keledai, jika dibandingkan dengan binatang-binatang lain, kita terapkan pada seorang nama keledai, ketika kita melihat seorang manusia yang bodoh.108
Dengan cara ini, Ibn ‘Arabi menyimpulkan persamaan antara berbagai jenis binatang dan manusia yang memiliki sifat-sifat menonjol.109
Sedikit berbeda dari tulisan di atas adalah teori mikrokomos-makrokosmos di bawah ini.110 Di sini dikatakan bahwa alam terdiri dari alam mulk dan alam malakut. Alam mulk sama dengan sifat tubuh (jismaniya), dan alam malakut sama dengan sifat jiwa. Gunung-gunung sama dengan tulang-tulang; laut sama dengan naik turunnya darah yang berjalan dalam tubuh; air manis sama dengan air liur ludah; air asin sama dengan air mata; air pahit sama dengan kotoran di telinga. Bagian tubuh yang tidak tumbuh sama sekali (bagian yang tidak berbulu) sama dengan ladang gundul. Danau yang sungai-sungai bercabang darinya sama dengan urat nadi (watin) yang memancarkan (yanbut) darah dan saluran darah (‘uruq) menyebar dalam bagian tubuh. Matahari dan bulan seperti jiwa dan akal, perubahan bulan seperti perubahan kekuatan akal, sesuai dengan waktu. Lima planet yang berputar sama dengan lima indera. Kerajaan sama dengan hati, Kursi sama dengan dada (sadr).111 Surga dan neraka seperti hati dan jiwa, Lauh Mahfudz dan Pena sama dengan dada dan mulut. Lima indera sama dengan utusan-utusan hati. Meskipun demikian, persamaan di atas tidak bersifat pasti, nampaknya terdapat banyak variasi bahkan dalam buku yang sama. Misalnya, dikatakan bahwa matahari sama dengan jiwa,112 bulan sama dengan ruh; atau juga Kerajaan sama dengan imam, yang sama dengan jiwa; Kursi sama dengan ruh.113
Setelah model Secret of Secrets, bagian utama al-Tadbirat al-Ilahiya dipenuhi analogi kota-negara dan manusia. Raja, penguasa kota, adalah jiwa, ia adalah “wakil” Tuhan di bumi (yaitu, tubuh) dan imam mubin114 terletak di hati.115 Bentuk negara dalam pandangan Ibn ‘Arabi lebih bersifat dinamis dan moralis dari pada dalam pemikiran Ikhwan dan al-Ghazali. Di sini, intelek (‘aql) yang terletak di otak,116 dipandang sebagai menteri (wazir) seperti dalam pandangan al-Ghazali; namun jiwa merupakan istri raja. Nafsu (hawa) merupakan kekuatan, tetapi panglima yang jahat, yang pembantunya dinamakan Shahwat. Suatu hari ia melihat istri raja, dan jatuh cinta padanya. Meskipun raja tidak menyadari apa yang sedang terjadi, menteri yang bijak berusaha menghalau rencana jahat panglima. Suatu hari raja memanggil istinya, dan panggilan itu tidak dipenuhinya; akhirnya raja menanyakan menteri apa yang terjadi. Menteri menjelaskan rencana jahat panglima, dan perang berkecamuk antara pasukan raja yang dipimpin menteri melawan pasukan panglima jahat.
Dalam sufisme, jiwa seringkali dipandang femininis (bersifat perempuan) karena gender feminine gramatikalnya. Ibn ‘Arabi mengutip pemikiran al-Ghazali secara lihai bahwa jiwa dan ruh kawin dan tubuh terlahir darinya. Dalam sufisme juga terdapat tiga tingkatan jiwa: jiwa yang memerintahkan kejahatan (nafs amara bi al-su’i), jiwa yang mencela (nafs lawwama), dan jiwa yang tenang (nafs mutma’inna). Ibn ‘Arabi menamakan jiwa “tempat penyucian dan perubahan” (mahall al-ta’thir wa al-taghyir). Ia memiliki potensi menjadi suci dan juga kotor. Dia mengutip ayat al-Qur’an, jika jiwa memenuhi panggilan panglima, Nafsu, dia dinamakan “jiwa yang memerintahkan kejahatan”; dan jika memenuhi panggilan raja, Ruh, dia dinamakan jiwa yang tenang. Jadi, Ibn ‘Arabi memadukan konsep Sufi tentang jiwa secara lihai dalam anologi tubuh-negara. Juga masalah perang antara kekuatan baik yang dipimpin akal dan kekuatan jahat yang dikendalikan nafsu ditemukan dalam pemikiran al-Ghazali. Seperti kita telah melihat sebelumnya, al-Ghazali menyamakan nafsu dengan pengumpul pajak, dan Amarah dengan pemimpin polisi. Walaupun keduanya harus dikontrol oleh menteri, Akal, keduanya diperlukan dan menjadi pegawai penting dalam anologi kota-tubuh. Dalam bab ‘Aja’ib al-Qalb dari Ihya’, dia menambahkan perbandingan di atas dan menggunakan metafor berikut untuk menjelaskan hubungan antara akal dan nafsu.
Ketahuilah bahwa tubuh adalah bagaikan kota, dan akal manusia … adalah bagaikan raja yang mengaturnya; indera persepsi lahir dan batin bagaikan para tentara dan pembantunya. Anggota-anggota (‘adha’) tubuh bagaikan rakyatnya. “Jiwa yang memerintahkan kejahatan,” yang merupakan nafsu dan amarah, bagaikan musuh yang memberontak dalam kerajaannya dan berusaha menghancurkan rakyatnya.122
Kemudian dia menbandingkan perang melawan musuh ini dengan jihad, dan mengutip hadis: “kita kembali dari jihad kecil menuju jihad yang lebih besar.” Dalam Sufisme, adalah lazim bahwa menamakan perang melawan jiwa jahat merupakan “perang yang lebih besar.” Meskipun Ibn ‘Arabi tidak menggunakan konsep jihad, tidak dapat sangsikan bahwa kelaziman ide sufi ini mempengaruhinya penjelasannya yang rinci tentang perang antara akal dan nafsu.123
Ibn ‘Arabi, seperti al-Ghazali, tidak begitu tertarik dengan persamaan anatomi antara tubuh dan kota. Oleh karena itu, analoginya berkaitan dengan kualitas moral manusia. Para pemimpin (quwwad) pasukan raja berjumlah empat, yang membela empat kelompok, yaitu Takut, Berharap, Pengetahuan (‘ilm), dan Perenungan (tafakkur).124 Namun, persamaan yang bersifat imitasi juga ditemukan dalam pemikiran Ibn ‘Arabi.125 Organ-organ fisik tubuh (seperti mata, telinga, mulut, tangan, perut) adalah para pekerja (‘ummal) dan pengawas (umana’) harta benda (mal). Harta benda dipungut oleh para petugas pajak, yaitu lima indera luar. Mereka membawa pajak kepada pimpinannya, indera umum. Selanjutnya pajak itu dibawa secara berurutan ke daya ingatan (dikr), daya fikir (fikr), dan akal. Selama pemindahan, pajak itu berubah namanya dari yang dapat indera (nyata), dengan dapat dihafal, kemudian dapat fikirkan, dan akhirnya raja melaporkan kepada Tuhan (al-Haq). Apa yang dibawa kepada raja bukan lagi dinamakan yang dapat difahami, tetapi perbuatan (‘amal). Jika Tuhan menerimanya, mereka dinamakan “rahasia-rahasia” (asrar).126 Di sini meskipun pada awalnya, dia menggunakan terminologi filsafat, epistimologi, pada akhirnya secara perlahan terminologi bercampur, dan akhirnya mendominasi.
Seperti Ikhwan, pandangan Ibn ‘Arabi tidak jelas berkaitan dengan lima indera batin. Dalam kutipan di atas, tiga dari lima indera disebutkan. Di bagian bawah ini menunjukkan bahwa indera batin terletak di otak.
Kemudian dia membangun suatu keindahan, pemandangan, tempat yang mengagumkan (mutanazzah) di bagian kota yang lebih tinggi, dan dinamakan otak, dan dibuka di kota itu lantai-lantai dan para pegawai untuknya (yaitu, raja), darinya dia melihat kerajaannya; mereka itu adalah telinga, mata, hidung, dan mulut. Kemudian membangun untuknya di bagian depan tempat ini (promenade) sebuah gudang (khizana), yang Dia namakan gudang imajinasi, dan Dia membangun tempat penyimpanan (mustaqarr) pajaknya … Kemudian Dia membangun untuknya di tengah-tengah tempat gudang fikiran (fikr), yang daya imajinasi (mutakhayyalat) dapat naik, dan membangun di bagian belakang tempat gudang ini daya hafal (hafz), dan Dia menjadikan otak ini tempat yang diduduki menteri, yaitu akal.127
Pada akhir bagian al-Tadbirat al-Ilahiya, persamaan yang detil antara empat dunia dan manusia ditemukan.128 Menurutnya, alam semesta terdiri dari Dunia yang lebih tinggi, dunia perubahan, dunia tempat tinggal dari berbagai tempat,129 dan dunia hubungan, dan masing-masing dunia memiliki sejumlah realitas tertentu (haqa’iq), semua berjumlah 49. Seluruh realitas ini memiliki persamaannya pada diri manusia. Oleh sebab itu, terdapat seluruh 98 realitas (dalam diri manusia). Tetapi, dalam diri manusia terdapat rahasia Tuhan (al-sirr al-ilahi), yang tidak ditemukan di alam semesta. Di seluruh alam semesta terdapat 99 realitas, yang sesuai dengan 99 nama Tuhan. Meskipun dia tidak menyebutkannya secara jelas, namun dia mengatakan bahwa siapapun yang menghafalnya akan masuk surga, yaitu hadis berkaitan dengan jumlah Nama-Nama Tuhan. Juga dia menambahkan bahwa terdapat realitas yang ke seratus yang mengatur segala sesuatu, yaitu Nama Tuhan Tertinggi.130
Alam yang lebih Tinggi terdiri 21 realitas, hakekat Muhammad yang universal dan wilayahnya (falak) sama dengan subtansi halus (latifa) dan jiwa suci (ruh qudsi) dalam diri manusia; Kerajaan sama dengan tubuh; Kursi sama dengan ruh; Baitullah (the heavenly Ka’ba) sama dengan hati; alam malaikat sama dengan ruh-ruh (arwah) dan tingakatannya (maratib), selanjutnya tujuh tubuh langit dan tempatnya sama dengan daya hafalan, penalaran, amarah, berfikir, perkiraan, imajinasi, perasaan, dan masing-masing tempatnya di tubuh. Alam perubahan terdiri 50 realitas, tempat ether, udara, air, tanah, dan masing-masing jiwanya, (api tidak disebutkan, mungkin untuk membatasi jumlah sembilan), yang sama dengan kesenangan dan daya menolak, mencerna, menghisap, memegang, dan tujuh tingkatan tanah sama dengan tujuh tingkat tubuh, yaitu kulit, lemak, daging, pembuluh darah, urat syaraf, otot, dan tulang.131 Dunia tempat tinggal dari berbagai tempat terdiri dari empat realitas; ruh-ruh (ruhaniyyun), para malaikat yang lebih rendah)132 sama dengan kekuatan-kekuatan (jiwa); dan tiga kerajaan, yaitu binatang, tumbuhan, mineral sama dengan bagian-bagian yang dapat diindera, tumbuh, dan tidak bisa tumbuh. Dunia relasi sama dengan sepuluh realitas, yang merupakan sembilan kategori aksiden juga “gerakan,” semua terdapat pada diri manusia. Rahasia Tuhan hanya terdapat pada diri manusia merupakan bagian kenabian di antara para nabi dan para wali. Masalah ini akan dijelaskan pada bab selanjutnya.
Catatan:
1Rudolf Allers, “Microcosmos: from Anaximandros to Paracelus,” Traditio, 2 (1944),319-407.
2Ibid, 331.
3Berkaitan dengan teori makrokomos-mikrokosmos Pythagoras, lihat ibid, 341-143, dan George Perrigo Conger, Theories of Macrocosm and Microcosm in the History of Philosophy (New York, 1922), 2-3. Puncak keaslian teori ini nampaknya dapat dilacak di Iran masa kuno. Cf. Albrecht Gotze, “Persische Weisheit in Griechism Gewnde. Ein Beittrag zur Geschichte der Mikrokosmos-Idee,” zeitschrift fur Indologie und Iranistik, 2 (1923): 60-98, 167-177.
4Shahrastani, al-Milal wa al-Nihal, ed. ‘Abd al-‘Aziz Muhammad, vol. 3 (Cairo, 1968), 2:138.
5Misalnya, dalam Majid Fakhry, A History of Islamic Philosophy, Edisi II (New York and London, 1983), bab tentang Ikhwan diberi judul “Neo-Pythagoreanism and Polarization of Philosophical Sciences.” Seyyed Hossein Nasr menulis dalam An Introduction to Islamic Cosmological Doktrines, Edisi Revisi, (Boulder, 1978): “Ikhwan lagi-lagi menklaim bahwa mereka pengikut tradisi Pythagoras dan Nicomachus…,” 37 (lihat juga I.R Netton, Muslim Neoplatonists, An Introduction to the Thought of the Brethren of Purity (London, 1982), 9-16.
6George N. Atiyeh dalam al-Kindi, the Philosopher of the Arabs (Rawalpindi, 1966) mengatakan bahwa kecenderungan karya kecil itu, “On The Soul, Abridged from the Book of Aristotle and Plato and from Other Philosopher”, (tentang Jiwa, diringkas dari buku Aristoteles dan Plato dan dari para Filosof lain), meskipun judulnya, adalah Neo-Pythagorean and Platonic, 100. Juga lihat C. Baffioni, “La Scala Pitagorica in al-Kind,” dalam Studi in Onore di Franscesco Grieli, ed. Renato Traini, Vol. 2 (Rome, 1984), 1:35-41.
7Rasa’il al-Kindi al-Falsafiya, ed. Muhammad ‘Abd al-Hadi, 2 vol, (Cairo, 1950-1953), 1:260-261, dan George N. Atiyah, “Al-Kindi’s Concept of Man,” Hamdard Islamicus 3 (1980):39.
8 Infra, 89, 99-103.
9al-Kindi mendefinisikan kemanusiaan (insaniya) sebagai kehidupan, rasionalitas, dan kematian; kemalaikatan sebagai kehidupan dan rasionalitas; kebinatangan sebagai kehidupan dan kematian (Rasa’il, 1:179). Sebagaimana dinyatakan oleh Alfred L. Ivry dalam Al-Kindi’s Methaphysics: A Translation of Ya’qub Ibn Ishaq al-Kindi’s Treatise on First Philosophy, (fi al-Falsafa al-Ula) (Albany, 1974). 141. Definisi itu diambil dari terjemahan Dimashqi Pophyry’s Isagoge.
10Aksiden pertama bersifat umum yang dibagi ke dalam dua kwantitas, kwalitas dan relasi, bersama dengan enam bahan campuran aksiden yang tersisa yang berasal dari komposisi subtansi dengan tiga aksiden. (komentar D. Gimaret tentang al-Kindi, Cinqg Epitres (Paris, 1976), 60, kutipan komentar Isaac Israeli dalam Altman dan Stern, Isaac Israeli (Oxford, 1958), 27.
11Kindi, Rasa’il, 1:173.
12Ibid, 273, Atiyeh, Al-Kindi, 100-101. Meskipun W. Montgomery Watt dalam “Diciptakan sesuai dengan citra-Nya,” 45, berpendapat bahwa terdapat hubungan antar halaman, “Jiwa disatukan dengan sebuah bentuk dari cahaya pencipta,” (Rasa’il, 1. 276) dan hadis imago Dei, perumpamaan hadis imago Dei adalah tidak jelas.
13Kindi, Rasa’il, 1:74, Atiyeh, “Consept of Man,” 39, Cinq Epitres, 47-48.
14Supra, 47-48.
15Nampaknya al-Kindi menjadi salah satu dari beberapa sumber bagi Ikhwan. Misalnya, doktrin enam bentuk yang diambil mereka dari al-Kindi (Atiyeh, al-Kindi, 36 dan Netton, 30,48). Juga menarik untuk diketahui bahwa bagian Rasa’il Ikhwan dimasukkan dalam manuskrip musium British al-Kindi Fi Hudud al-Ashya’ wa Rusumiha (S.M. Stern, “beberapa catatan atas karya al-Kindi tentang sejumlah definisi”, (URAS, 1959), 36-37). Meskipun Atiyah mengatakan dalam al-Kindi, 146, bahwa Ahman Ibn al-Tayyib al-Sarakhi, murid al-Kindi, bisa jadi anggota Ikhwan, tetapi saya tidak mengetahui dasar dugaan ini.
16Conger, 48, 50-51.
17A.L Tibawi, “Ikhwan al-Safa dan Rasa’ilnya — sebuah Review Kritis Satu Setengah Abad Penelitian,” dalam ‘Arabic and Islamic Themes: Historical, Educational, and Literary Studies (London, 1976), 179-180. Khususnya pengaruh mereka pada al-Ghazali, lihat Susanne Diwald, ‘Arabische Philosophie und Wissenschaft in der Enzyklopadie: Kitab Ikhwan al-Safa (III) Die Lehre von und Intellekt (Wiesbaden, 1975), 7. Serta pendahuluan dan komentar Margeret Smith dalam terjemahannya tentang karya al-Ghazali al-Risalat al-Laduniyya (URAS, 1938), 177-200; 353-374.
18Ikhwan al-Safa’, Rasa’il, Vol. 4 (Beirut, tp), 3:359.
19Berkenaan dengan sistem mereka tentang emanasi, lihat Geo Widengren, “The Pure Brethren and the philosophical structure of their system,” dalam Islam: Past Influence and Present Challenge, ed. Alford T. Welch dan Pierre Cachia (Edinburgh, 1979), 57-69.
20Ikhwan, Rasa’il, 2:477.
21Ibid, 3:216.
22Ibid,
23Ibid, 3:213.
24Ibid, 2:343.
25Ibid.
26Di sini jiwa rasional tentu merupakan salah satu dari pembagian tiga jiwa Plato. Tiba-tiba setelah mengutip beberapa halaman, mereka mengatakan bahwa Iblis yang menolak menundukkan diri kepada Adam merupakan sifat yang lekas marah dan naik darah dan “jiwa yang memerintahkan pada kejahatan”.
27Yves Marquet, la Philosophie des Ihwan al-Safa’ (Algiers, 1973) 209-210.
28Berkenaan doktrin Adam yang bersifat langit dalam faham Ismailiyah, lihat Henry Corbin, Histoire de la Philosophie Islamique, Vol. 1 hanya diterbitkan (Paris, 1964), 65-66.
29Marquet, La Philosophie, 209.
30Ikhwan, Rasa’il. 3:427.
31Nasr, 67-68; Mustafa al-Shaybi, al-Sila bayna al-Tasawuf wa al-Tashayyu’ (Cairo, 1969), 464-465.
32Ikhwan, Rasa’il, 1:306.
33H.S. Nyberg, Kleinere Schriften, 96; Abdul al-Latif Muhammad al-Abd, al-Insan fi Fikr Ikhwan al-Safa’ (Cairo, 1976),86.
34Nasr, 68.
35Ikhwan al-Safa’, al-Risala al-Jami’a, ed. Mustafa Ghalib (Beirut, 1974)276.
36Berkenaan pembebasan jiwa dari tubuh dalam pandangan Ikhwan, lihat Geo Widengren, “the Gnostic Technical Language in the Rasa’il Ikhwan al-Safa,” (Bahasa Teknis Gnostis dalam Rasa’il Ikhwan al-Safa’) dalam Actas do IV Congresso de Estudos Arabes e Islamicos (Leiden, 1971), 181-203. Walaupun Widengren menekankan pengaruh Gnostis, nampaknya tema ini menjadi lebih bersifat Platonik dan Neo-Platonik.
37Ikhwan, Rasa’il, 2: 415.
38Ibid, 2: 379 dan 2: 459.
39Ibid, 2: 379.
40Ibid, 2: 276 – 477.
41Ibid, 2: 462.
42Al-Risala al-Jami’a, 278.
43Ikhwan, Rasa’il, 2: 415
44Supra, 33.
45Al-Risalah al-Jamai’a, 156.
46Ibid, 157, 161, 224.
47Ikhwan, Rasa’il, 1: 76.
48Ibid, 4: 193.
49Ibid, 2: 379-380.
50Ibid, 2: 462.
51Berkaitan dengan ars memoria, lihat Frances A. Yates, The Art of Mmemory, edisi revisi (London, 1984).
52Ikhwan, Rasa’il, 2: 460-461.
53Misalnya, lima indera luar disamakan dengan pengumpul pajak (hushshar) dan penjaga budak (jallabun) dalam 2: 385; dan dengan pembawa berita (ashab al-akhbar), dalam 2:477, 479.
54Misalnya, matahari dan bulan dibandingkan dengan kekuatan akal (quwa ‘aqila) dan kemampuan berbicara (quwa natiqa) dalam 2: 464; dan dengan hati dan paru-paru dalam 2: 477, 479.
55Ibid; 2: 463-465.
56Ibid, 2: 466.
57Ibid.
58Misalnya, Ibid, 2:380-395, 459, 468-470, 3:216, 219-20, 242.
59Ibid, 2: 467.
60Ibid, 2: 380-82.
61Ibid, 2: 468-72.
62Ibid, 1: 306, 3:427.
63Ibid, 3: 188.
64Ibid, 2: 475.
65Ibid, 3: 188.
66Baca li ghayatiha budan pada laha biha.
67Ibid, 4: 206.
68al-Ghazali, Imla’ dalam Ihya’ 5: 39-40. Berkenaan dengan istilah mulk, malakut, jabarut, lihat L. Gardet, “Alam, ” dalam EI.
69Dalam Ihya’, 3:3:5. Dikatakan bahwa Shal al-Tustari menyamakan hati dengan Kerajaan, dan dada dengan Kursi. (lihat Infra, 102, perbandingan yang sama dalam Ibn ‘Arabi.
70al-Ghazali, Kimiya-yi Sa’adat, ed. Ahmad Aram (Tehran, 1319 H), 9, bandingkan dengan ide yang sama degan Ikhwan (Supra, 86).
71Al-Ghazali, Kimiya-yi Sa’adat, ed. Ahmad Aram (Tehran, 1319), 9. Bandingkan pemikiran yang sama dengan Ikhwan (Supra, 87).
72Kimia, 9.
73Ibid, 17.
74Ibid, 20.
75Ibid, 21.
76Ihya’, 3:11.
77Kimia, 21.
78Ibid, 17 dan Ihya’, 3:11
79Kimia, 18.
80Ibid, 10.
81Ibid, 11.
82Supra, 39-40.
83Ihya’, 3:4-5.
84Kimia, 11.
85Berkaitan dengan konsep “hati” dalam faham sufi, lihat Richard Gramlich, Die Schiitischen Derwischorden Persiens, Zweiter Teil: Glaube und Lehre (Wiesbaden, 1976), 73-79, dan L. Gardet, Kalb I. Mysticism, EI.
86Kimiya, 11.
87Ibid., 13-15.
88Ibid., 15.
89Ikhwan, Rasa’il, 3:389.
90Ibid., 2:477.
91Ibid., 2:471.
92Ibid.
93Ibid, 2:466.
94Pemakaian istilah filsafat ini tidak dikenal oleh mereka. Mereka mengatakan ketika jiwa melakukan (aktifitas) pertumbuhan (nama’), ia dikatakan “pertumbuhan jiwa” (al-namiya), ketika ia melakukan (aktifitas) pengindraan (hiss), dan bergerak (haraka) dinamakan “jiwa binatang” (hayawaniya). Ketika ia melakukan (aktifitas) berfikir (fikr) dan pembedaan (tamyiz) dinamakan “jiwa akal” (natiqa) (Ibid, 2:410, 2:389.
95Ibid, 2:414, 464, 471. Juga Herry A. Wolson, “The Internal Senses in Latin, ‘Arabic, Hebre Philosophical Texs,” dalam Studies in the History of Philosopy and religion, ed. Isadore Twersky dan George H. Williams ( Vol. I Cambridge, Massacnusetts, 1973), 1:260-63.
96Rasail, 2:471.
97Lima indera itu adalah imajinatif (khayal), berfikir (tafakur), menghafal (hafiz), mengingat (tafakkur), dan memahami (tawahum). (Kimiya, 14). Lihat juga Wolfson, The Inner Senses (Indera Bain), 267-268.
98Menurut Ihya’, 3:10, ia merupakan gudang (khazin) dan mulut adalah penafsirnya (turjuman).
99Kimiya, 16, Ihya’, 3:10.
100Kimiya, 29.
101Kimiya, 30. Ikhwan menulis dengan maksud yang sama: “Ketika kita menjadikan fikiran kita mengetahui hakekat semua wujud (haqa’iq al-mawjudat), pertama kita harus memulai dengan pengetahuan diri kita sendiri. Karena mereka (diri mereka sendiri) adalah sesuatu yang paling dekat dengan kita. Selanjutnya setelah pengetahuan ini, kita dapat meneruskan pada pengetahuan benda-benda lain, karena tidaklah tepat (qabih) bagi kita untuk menklaim (mengetahui) hakekat benda-benda tanpa pengetahuan diri kita.” (Rasa’il, 3:188-189).
102Istilah “teori-teori mikrokomos yang bersifat epistimologi” digunakan Conger, 22. Ini sama dengan faham mikrokosmos “psychologi” Aller, 330-331. Akhirnya istilah tersebut kembali pada Aristoteles, De Anima, 3:8 (431b21), dimana dia mengatakan bahwa jiwa terdapat pada setiap benda.
103Ini adalah empat dari tujuh bagian jiwa tumbuhan menurut Ikhwan. Tiga dari lainnya adalah jiwa mengandung zat makan, pembentukan dan pertumbuhan. (Rasa’il, 3:193). Ini disebutkan beberapa kali dalam teori mikrokomosnya. (Ibid, 2:382,464). Berkaitan dengan keaslian doktrin Hellenis ini, lihat Diwald, 87-88.
104Ibn ‘Arabi, al-Tadribat al-Ilahiya fi Islah al-Mamlaka al-Insaniya, edit H.S. Nyberg, dalam Kleinere Schriften, 108-109.
105Bandingkan dengan teori al-Ghazali (Supra, 92).
106Tadribat, 109.
107Ibn ‘Arabi, al-Futuhat (edit Yahya), 3:328.
108Tadribat, 110.
109Ibid, 110,213.
110Ibn ‘Arabi, Shajarat al-Kawn (Cairo, 1967), 12-14.
111Adalah ide Sahl Tustari apud Ghazali, Lihat Supra, 69.
112Tadribat, 110.
113Ibid, 178.
114Menurut Ibn ‘Arabi, imam mubin adalah istilah yang digunakan oleh al-Hakim b. Barrajan, (Tadribat, 125). Biasanya istilah imam mubin merujuk pada wahyu al-Qur’an (Q.S. 36/12). Lihat Thomas Patrik Hunges, A. Dictionary of Islam (Delhi, 1973), 204.
115Tadribat, 132. Ibn ‘Arabi mengatakan bahwa beberapa orang menempatkan jiwa di otak, dan penempatan ini tidak bisa dibuktikan dengan pembuktian logis (burhan), tetapi melalui wahyu (shar’), dan dia mengutip hadis qudsi, “Bumi-Ku dan langit-Ku tidak dapat menampung-Ku, tetapi hati hamba-Ku bisa menampung-Ku,” dan hadis “Dia tidak melihat bentukmu (suwar) atau perbuatanmu, tetapi Dia melihat hatimu” sebagai buktinya.
116Ibid, 133.
Ibid, 134-138.
Berkaitan sifat ruh yang perempuan dalam faham Sufi, lihat Annemarie Scimmel, The Triumphal Sun (London, 1978), 269.
Tadbirat, 135. cf. Matred Profitlich, Die Terminologie Ibn ‘‘Arabis dalam “Kitab wasa’il as-sa’il” des Ibn Saudakin, Text, Ubersetzung und Analyse (Freuburg im Breisgau, 1973), 76.
Berkaitan dengan tiga tingkatan ruh dalam faham Sufi, lihat Gramlich, 71-73. Juga lihat Annemarie, Mystical Dimensions of Islam (Chapel Hill, 1975), 112.
Tadbirat, 135.
122Ihya’, 3:8.
123Schimmel, Mystical Dimensions, 122. Lihat juga J. Spencer Trimingham, The Sufi Order in Islam (Oxford, 1971), 139, 155.
124Tadribat, 194.
125Ibid, 185
126Ibid, 187-189.
127Ibid, 133.
128Ibid, 210-213. Bagian ini menjadi satu dengan Futuhat (edit Yahya), 2:231-233. Di sini secara aneh Ibn ‘Arabi menyatakan bahwa bagian ini merupakan ringkasan singkat dari Insha’ al-Dawa’ir.
129Dalam Futuhat (edit Yahya), 2:231, ia juga dinamakan “dunia tempat tinggal (ta’mir).
130Diyakini bahwa di samping 99 Nama, Tuhan memiliki Nama keseratus yang bersifat rahasia, nama yang paling tinggi. Siapapun mengetahui ini memiliki kekuatan magic, bandingkan dengan G.C. Anawati, “Le nom sure de Dieu (Ism Allah al-‘Azm), dalam Atti del terzo Congresso di studi ‘Arabi islamici (Naples, 1967), 7-58.
131Ikhwan menyamakan bagian sembilan alam semesta dengan sembilan penyokong tubuh: tulang, sungsum, daging, darah, urat darah, kulit, rambut, kuku (Rasa’il, 2:463).
132Istilah “jiwa-jiwa” (ruhaniyyun) berarti malaikat-malaikat dalam pandangan Ikhwan, yakni Rasa’il, 4:198.
*) M.Harir Muzakki, Dosen di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Ponorogo.
(Selesai)
Dijumput dari: http://sastra-indonesia.com/2013/07/mikrokosmos-dan-makrokosmos-dalam-pemikiran-islam-bagian-iii-selesai/
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Khoirul Anam
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abd. Basid
Abdul Aziz
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar
Abdul Hadi W.M.
Abdul Rauf Singkil
Abdul Rosyid
Abdul Salam HS
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Alawi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abu Nawas
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Ach. Tirmidzi Munahwan
Achmad Faesol
Adam Chiefni
Adhitya Ramadhan
Adi Mawardi
Adian Husaini
Aditya Ardi N
Ady Amar
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afrizal Malna
Afrizal Qosim
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Fahri Husein
Agus Fathuddin Yusuf
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Baso
Ahmad Fatoni
Ahmad Hadidul Fahmi
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Syafii Maarif
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rohim
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Sahal
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alang Khoiruddin
Alang Khoirudin
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Aliansyah
Allamah Syaikh Dalhar
Alvi Puspita
AM Adhy Trisnanto
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Amin Hasan
Aminullah HA Noor
Amir Hamzah
Ammar Machmud
Andri Awan
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjar Nugroho
Anjrah Lelono Broto
Antari Setyowati
Anwar Nuris
Arafat Nur
Ariany Isnamurti
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arifin Hakim
Arman AZ
Arwan
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Juanda
Asep S. Bahri
Asep Sambodja
Asep Yayat
Asif Trisnani
Aswab Mahasin
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Azizah Hefni
Azwar Nazir
B Kunto Wibisono
Babe Derwan
Badrut Tamam Gaffas
Bale Aksara
Bandung Mawardi
Bastian Zulyeno
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budiawan Dwi Santoso
Buku Kritik Sastra
Candra Adikara Irawan
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cawapres Jokowi
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abhsar
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
CNN Indonesia
Cucuk Espe
Cut Nanda A.
D Zawawi Imron
D. Dudu AR
Dahta Gautama
Damanhuri Zuhri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Danuji Ahmad
Dati Wahyuni
Dea Anugrah
Dea Ayu Ragilia
Dede Kurniawan
Dedik Priyanto
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Detti Febrina
Dewi Kartika
Dian Sukarno
Dian Wahyu Kusuma
Didi Purwadi
Dien Makmur
Din Saja
Djasepudin
Djauharul Bar
Djoko Pitono
Djoko Saryono
DM Ningsih
Doddy Hidayatullah
Donny Syofyan
Dr Afif Muhammad MA
Dr. Simuh
Dr. Yunasril Ali
Dudi Rustandi
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dyah Ratna Meta Novia
E Tryar Dianto
Ecep Heryadi
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy A Effendi
Edy Susanto
EH Ismail
Eka Budianta
Ekky Malaky
Eko Israhayu
Ellie R. Noer
Emha Ainun Nadjib
Esai
Esha Tegar Putra
Evi Melyati
Fachry Ali
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faizal Af
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fazabinal Alim
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Furqon Lapoa
Fuska Sani Evani
Geger Riyanto
Ghufron
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
Gus Muwaffiq
Gusriyono
Gusti Grehenson
H Marjohan
H. Usep Romli H.M.
Habibullah
Hadi Napster
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hammam Fathulloh
Hamzah Fansuri
Hamzah Sahal
Hamzah Tualeka Zn
Hanibal W.Y. Wijayanta
Hanum Fitriah
Haris del Hakim
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Basri Marwah
Hasnan Bachtiar
Hasyim Asy’ari
Helmy Prasetya
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Heri Listianto
Heri Ruslan
Herry Lamongan
Herry Nurdi
Heru Kurniawan
Hilmi Abedillah
Hotnida Novita Sary
Hudan Hidayat
Husein Muhammad
I Nyoman Suaka
Ibn ‘Arabi (1165-1240)
Ibn Rusyd
Ibnu Sina
Ibnu Wahyudi
Idayati
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imadi Daimah Ermasuri
Imam Hamidi Antassalam
Imam Khomeini
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Nasri
Imron Tohari
Indonesia O’Galelano
Indra Kurniawan
Indra Tjahyadi
Inung As
Irma Safitri
Isbedy Stiawan Z.S.
Istiyah
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
J Sumardianta
Jadid Al Farisy
Jalaluddin
Jalaluddin Rakhmat
Jamal Ma’mur Asmani
Jamaluddin Mohammad
Javed Paul Syatha
Jaya Suprana
Jember Gemar Membaca
Jo Batara Surya
Johan Wahyudi
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K. Muhamad Hakiki
K.H. A. Azis Masyhuri
K.H. Anwar Manshur
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
Kabar Pesantren
Kafiyatun Hasya
Kanjeng Tok
Kasnadi
Kazzaini Ks
KH Abdul Ghofur
KH. Irfan Hielmy
Khansa Arifah Adila
Khoirul Anwar
Khoirur Rizal Umami
Khoshshol Fairuz
Kiai Muzajjad
Kiki Mikail
Kitab Dalailul Khoirot
Kodirun
Komunitas Deo Gratias
Koskow
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurtubi
Kuswaidi Syafi’ie
Kyai Maimun Zubair
Lan Fang
Larung Sastra
Leila S. Chudori
Linda S Priyatna
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP
Lukman Asya
Lukman Santoso Az
M Arif Rohman Hakim
M Hari Atmoko
M Ismail
M Thobroni
M. Adnan Amal
M. Al Mustafad
M. Arwan Hamidi
M. Bashori Muchsin
M. Faizi
M. Hadi Bashori
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Mustafied
M. Nurdin
M. Yoesoef
M. Yunis
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
M.S. Nugroho
M.Si
M’Shoe
Mahamuda
Mahdi Idris
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahrus eL-Mawa
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mansur Muhammad
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marjohan
Marsudi Fitro Wibowo
Martin van Bruinessen
Marzuki Wahid
Marzuzak SY
Masduri
Mashuri
Masjid Kordoba
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni el-Moezany
Matroni Muserang
Mbah Dalhar
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftahul Ulum
Mila Novita
Mochtar Lubis
Moh. Ghufron Cholid
Mohamad Salim Aljufri
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Yamin
Muh. Khamdan
Muhajir Arrosyid
Muhammad Abdullah
Muhammad Affan Adzim
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih AR
Muhammad Amin
Muhammad Anta Kusuma
Muhammad Ghannoe
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Kosim
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Mukhlisin
Muhammad Quraish Shihab
Muhammad Subhan
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yasir
Muhammad Yuanda Zara
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyiddin
Mujtahid
Muktamar Sastra
Mulyadi SA
Munawar A. Djalil
Munawir Aziz
Musa Ismail
Musa Zainuddin
Muslim
Mustafa Ismail
Mustami’ tanpa Nama
Mustofa W Hasyim
Musyafak
Myrna Ratna
N. Mursidi
Nasaruddin Umar
Nashih Nashrullah
Naskah Teater
Nasruli Chusna
Nasrullah Thaleb
Nelson Alwi
Nevatuhella
Ngarto Februana
Nidia Zuraya
Ninuk Mardiana Pambudy
Nita Zakiyah
Nizar Qabbani
Nova Burhanuddin
Noval Jubbek
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nur Fauzan Ahmad
Nur Wahid
Nurcholish
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Orasi Budaya
Pangeran Diponegoro
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
Pesantren Tebuireng
Pidato
Politik
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pramoedya Ananta Toer
Prof. Dr. Nur Syam
Profil Ma'ruf Amin
Prosa
Puisi
Puji Hartanto
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
Purwanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
PUstaka puJAngga
Putera Maunaba
Putu Fajar Arcana
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rakhmat Nur Hakim
Ramadhan Alyafi
Rameli Agam
Rasanrasan Boengaketji
Ratnaislamiati
Raudal Tanjung Banua
Reni Susanti
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Retno HY
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Rinto Andriono
Risa Umami
Riyadhus Shalihin
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rohman Abdullah
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifuddin Syadiri
Saifudin
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Salahuddin Wahid
Salamet Wahedi
Salman Faris
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra Pesantren
Sastrawan Pujangga Baru
Satmoko Budi Santoso
Satriwan
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra Boenga Ketjil
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siswanto
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slavoj Zizek
Snouck Hugronje
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sufyan al Jawi
Sugiarta Sriwibawa
Sulaiman Djaya
Sundari
Sungatno
Sunu Wasono
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susringah
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaiful Amin
Syaifullah Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syeikh Abdul Maalik
Syeikh Muhammad Nawawi
Syekh Abdurrahman Shiddiq
Syekh Sulaiman al Jazuli
Syi'ir
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tiar Anwar Bachtiar
Tjahjono Widijanto
Tok Pulau Manis
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tu-ngang Iskandar
Turita Indah Setyani
Umar Fauzi Ballah
Uniawati
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usep Romli H.M.
Usman Arrumy
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wa Ode Zainab Zilullah Toresano
Wahyu Aji
Walid Syaikhun
Wan Mohd. Shaghir Abdullah
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Fei Hung
Y Alpriyanti
Yanti Mulatsih
Yanuar Widodo
Yanuar Yachya
Yayuk Widiati
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yopi Setia Umbara
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudi Latif
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zaenal Abidin Riam
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zakki Amali
Zehan Zareez
Tidak ada komentar:
Posting Komentar