Pengantar Redaksi: Tulisan ini adalah pidato yang disampaikan Kazzaini Ks, selaku Ketua Dewan Kesenian Riau (DKR) periode 2012-2017, dalam Musyawarah Seni Daerah (Musenda) DKR, di Gedung DKR, Pekanbaru, pada 22 Mei 2017 yang lalu. Pidato ini juga sekaligus sebagai laporan. Redaksi menilai, tulisan tentang ke-DKR-an ini layak untuk disimak bersama.
Kazzaini Ks
http://riaupos.co
SAYA ingin memulai paparan ini dengan pertanyaan besar: apakah kita memang memerlukan Dewan Kesenian? Atau dengan pertanyaan yang lebih menjurus lagi: apakah kita memang masih memerlukan Dewan Kesenian Riau (DKR)? Pertanyaan ini tentu ditujukan untuk kita semua, kepada kita semua, para pemangku kepentingan. Pertanyaan ini mungkin agak menyentak hati dan pikiran sebagian kita, dan tentunya dengan berbagai ragam kemungkinan reaksi dan tanggapan. Tetapi, menurut saya, pertanyaan ini perlu diajukan.
Pertanyaan yang sama juga selalu dilontarkan oleh teman-teman seniman atau pun para aktivis seni –terutama para pengurus Dewan Kesenian-- dari hampir seluruh Indonesia. Ketika pertanyaan ini dilontarkan dan dimintakan jawaban secara verbal, jawabannya selalu sama: kita memerlukan dewan kesenian. Tentu dengan berbagai argumentasi ideal tentang pentingnya kesenian yang merupakan aktivitas kreatif dan produk kebudayaan ranggi yang dapat menunjukkan ke sekotah dunia bahwa kita adalah bangsa yang berkeberadaban, bahwa kita adalah bangsa yang bertamaddun. Oleh karena itulah diperlukan Dewan Kesenian sebagai wadah.
Akan tetapi, apakah kita memang masih memerlukan Dewan Kesenian? Pertanyaan ini saya ajukan dengan tidak mengharapkan jawaban secara verbal. Pertanyaan ini saya ajukan sebagai renungan bagi kita bersama, bagi kita semua. Pertanyaan ini saya ajukan untuk menjadi bahan renungan.
***
Tentang keberadaan Dewan Kesenian, saat ini selalu menjadi topik yang terus-menerus diperbincangkan bagaikan tidak berkesudahan di berbagai forum secara nasional, dan di berbagai kesempatan. Dewan-Dewan Kesenian di Indonesia dibentuk berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 5A Tahun 1993 yang dikeluarkan pada tanggal 27 Februari 1993, tentang pembentukan Dewan Kesenian di seluruh Provinsi di Indonesia, dan kemudian juga Dewan-Dewan Kesenian di Kabupaten/Kota. Dewan Kesenian dimaksudkan sebagai organisasi mitra Pemerintah di bidang kesenian. Dewan Kesenian Riau pun dibentuk berdasarkan Inmendagri tersebut.
Akan tetapi, meskipun dasar dan landasan hukumnya cukup jelas, perbincangan tentang keberadaan Dewan Kesenian tetap bagaikan tidak berkesudahan. Ada kegusaran yang amat mendalam, apakah Dewan Kesenian memang diperlukan?
Pada kenyataannya, yang terjadi hampir di seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia, fungsi dan peran lembaga ini seakan semakin dimarjinalkan. Oleh sebab itu, di berbagai forum nasional, ada upaya yang terus-menerus untuk mendudukkan fungsi dan peran lembaga ini, yang tentunya bersamaan dengan itu sebagai konsekuensinya mendudukkan pula fungsi dan peran pemangku-pemangku kepentingan yang lain. Di mana-mana, fungsi dan peran tersebut yang terasa rancu dan tumpang-tindih.
Pada Kongres Kesenian Indonesia III di Bandung akhir tahun lalu, hal tersebut juga mengemuka. Di kongres ini saya hadir bersama beberapa tokoh seniman Riau yang lain. Sebagai lanjutan untuk menjabarkan secara teknis hasil kongres kesenian tersebut, pada 17-19 Mei 2017 baru lalu diadakan pula pertemuan yang diberi nama Forum Masyarakat Kesenian Nasional (FMKN) di Jakarta. Pada forum yang lebih fokus ini diundang para pemangku kepentingan dari seluruh provinsi di Indonesia, termasuk dinas kebudayaan dan taman budaya. Sayangnya dinas kebudayaan dan taman budaya Riau tidak hadir. Saya pun diundang dan ikut di forum tersebut. Di forum ini, keberadaan Dewan Kesenian dengan gusar kembali dipertanyakan.
Pada awalnya, ada upaya untuk memasukkan Dewan Kesenian ke dalam Undang-Undang tentang Kemajuan Kebudayaan yang sudah diketok palu di DPR RI dan sebentar lagi akan ditandatangani oleh Presiden RI. Akan tetapi Pemerintah tidak sependapat, dengan pertimbangan bahwa hal itu terlalu mengikat. Oleh karena itu, untuk kita ketahui bersama, saat ini ada perjuangan lanjutan untuk memasukkannya ke dalam Peraturan Presiden RI sebagai turunan dari Undang-Undang tentang Kemajuan Kebudayaan tersebut.
Pertanyaan yang kemudian muncul, mengapa ada upaya yang terus-menerus dan sedemikian rupa untuk memperjuangkan dan memperjelas posisi Dewan Kesenian di peraturan perundang-undangan? Jawabnya: karena posisi Dewan Kesenian di Indonesia semakin di-(ter-)-marjinalkan.
Di samping masyarakat secara umum, kita mafhum bahwa para pemangku kepentingan kesenian di Indonesia paling tidak dapat kita pilah dalam empat kelompok, yakni (1) Pemerintah, (2) Lembaga Seni, dalam hal ini Dewan Kesenian, (3) Komunitas Seni, dan (4) tokoh-tokoh seniman secara individual. Selama ini yang terjadi, fungsi dan peran keempat kelompok tersebut terkesan saling tumpang-tindih, bahkan terkesan bersaing memperebutkan lahan yang sama. Di forum-forum diskusi selama ini seakan dapat menemukan kata sepakat bahwa semestinya pemerintah cukuplah berfungsi dan bertugas sebagai regulator, misalnya mempersiap sarana-prasarana agar aktivitas berkesenian tetap tumbuh dan bergairah, juga menyediakan anggaran untuk berbagai aktivitas itu. Di sisi lain, dalam hal aktivitas berkesenian, adalah ranahnya komunitas-komunitas seni dan para seniman. Di lembaga, para komunitas dan seniman ini berhimpun, merancang, dan menjalankan kegiatan.
Akan tetapi, yang banyak dan sering terjadi, yang semestinya bertugas hanya sebagai regulator, pada kenyataannya juga sekaligus merebut lahan sebagai aktivis pemain. Jika konsepnya seperti ini, masuk akal kalau ada pemikiran dari sebagian kalangan bahwa: biarlah semua pilahan kelompok ini berada di satu tangan. Kalau sudah begitu, apakah Dewan Kesenian masih diperlukan?
***
Riau adalah lahan yang subur untuk kesenian:
{1) Riau memiliki Visi Riau 2020 yang menjadikan kebudayaan sebagai salah satu tonggak utama.
(2) Riau sudah memiliki Dinas Kebudayaan, di samping Dinas Pariwisata. Di Indonesia, belum banyak provinsi yang memiliki Dinas Kebudayaan.
(3) Riau mempunyai Taman Budaya yang memiliki sarana-prasarana yang memadai.
(4) Riau memiliki Dewan Kesenian.
(5) Riau memiliki Akademi Kesenian.
(6) Riau memiliki media massa yang memberi ruang yang begitu luas untuk kesenian.
(7) Riau memiliki gedung pertunjukan yang megah –Anjung Seni Idrus Tintin—yang membuat iri daerah-daerah lain.
(8) Riau memiliki komunitas-komunitas seni yang menggeliat.
(9) Masyarakat Riau memiliki apresiasi yang lumayan baik terhadap kesenian.
(10) Kesenian di Riau begitu beragam.
(11) Provinsi Riau memiliki anggaran yang cukup memadai jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain.
Dengan lahan berkesenian yang begitu subur, sangat tidak masuk akal jika Dewan Kesenian di Riau termarjinalkan. Kalau tetap termarjinalkan, berarti ada sesuatu yang tidak pas, yang di masa mendatang perlu didudukkan secara tegas.
Dengan alasan-alasan begitu suburnya lahan kesenian di Riau itulah, dalam Forum Masyarakat Kesenian Nasional yang baru lalu, saya mengusulkan Riau menjadi salah satu daerah percontohan dalam keselarasan aktivitas berkesenian di Indonesia. Ada beberapa daerah lain yang juga mengajukan diri, seperti NTT dan Aceh, tapi menurut saya Riau yang paling masuk akal.
Saya berharap, jika Riau yang memang ditunjuk kelak, maka kita dapat memperbaiki yang tidak pas. Fungsi dan peran masih-masing pemangku kepentingan harus ditempatkan di tempat yang jelas dan tegas.
***
Di tengah kegamangan dan kegusaran itu, ternyata kehidupan berkesenian di Riau terus saja menggeliat. Komunitas-komunitas seni terus saja beraktivitas, seninam-seniman terus saja berkarya, masyarakat dengan antusias terus memberi apresiasi. Saya pikir, itulah hakikat berkesenian. Berkesenian tidak terikat dengan “proyek”, yang ketika kucuran “proyek” berhenti maka ia akan berhenti pula.
Hakikat berkesenian tidak seperti itu. Karena kesenian lahir dari idealisme, dari hati dan urat nadi, maka ia akan terus mengalir. Bagaikan air, ia akan tetap mencari celah untuk mengalir. Dan bagi yang ingin menggarap kesenian sebagai “proyek”, ya, terus sajalah lakukan, kalau itu sudah menjadi tujuan. Jika perlu dengan menyandera gagasan.
Berkesenian juga adalah upaya untuk memberi nilai bagi kehidupan, berusaha meninggalkan catatan harum untuk dikenang. Oleh karena itu, di samping berbagai geliat penuh gairah itu, Dewan Kesenian Riau (DKR) sudah berusaha membuat catatan dalam lembaran sejarah di Indonesia sebagai salah satu Penggagas dan tuan rumah lahirnya Hari Puisi Indonesia yang kini diperingati setiap tahun pada setiap tanggal 26 Juli. Deklarasi Hari Puisi Indonesia dilakukan pada November 2012 di Anjung Seni Idrus Tintin, Pekanbaru, yang menghimpun dan ditandatangi puluhan penyair Indonesia dari Sabang sampai Marauke.
Betul-betul dikatakan dari Sabang sampai Marauke karena para penyair yang berhimpun berasal dari kota-kota utama di Indonesia yang aktivitas berkeseniannya menggeliat, berasal dari seluruh pulau utama di Indonesia, seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Bali. Ada penyair dari Aceh (Sabang) dan Penyair Papua (Marauke). Jadi, betul-betul menyimbolkan Indonesia. Sedangkan dari Riau, tidak saja mengundang penyair-penyair yang tinggal di Pekanbaru, tapi juga penyair-penyair yang berdomisi di daerah. Sajak-sajak para penyair yang ikut serta dalam Deklarasi Hari Puisi ini dibukukan dalam satu buku yang diberi judul Hari Puisi Indonesia yang diterbitkan oleh Dewan Kesenian Riau.
Meskipun pada awalnya ada juga segelintir kalangan seniman di Indonesia yang menolak deklarasi ini, namun, alhamdulillah, seiring perjalanan waktu, pada akhirnya semuanya mengakui. Bahkan mereka cukup aktif pada perayaan-perayaan Hari Puisi Indonesia pada tahun-tahun berikutnya. Sekarang Hari Puisi Indonesia diperingati setiap tahun, termasuk di Riau, dan puncaknya selama ini selalu di Taman Ismail Marzuki (TIM] Jakarta.
Oleh karena itu, ke depan, menurut saya, Dewan Kesenian Riau memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan perayaan peringatan Hari Puisi Indonesia setiap tahun, karena semuanya bermula dan berpunca di sini.
Untuk kita ketahui bersama, kegiatan Deklarasi Hari Puisi Indonesia ini tidak menggunakan dana APBD. Semua penyair luar yang datang diongkosi dan mendapat uang saku yang layak. Sponsor utama kegiatan ini adalah Yayasan Sagang dan sebuah yayasan kecil bernama Lancang Kuning Journalist Education (LKJE). Kita patut mengucapkan terima kasih yang besar kepada kedua yayasan ini.
Apakah di masa kepengurusan ini Dewan Kesenian Riau tidak pernah mendapatkan APBD? Pernah, pada tahun 2013, di masa Gubernur HM Rusli Zainal. Dewan Kesenian Riau menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan program yang dirancang, dan laporannya sudah disampaikan dan diterima oleh Pemerintah Provinsi Riau. Kegiatan yang dilakukan untuk semua pencabangan seni, mengundang dan melibatkan seluruh Dewan-Dewan Kesenian Kabupaten/Kota se-Riau.
Salah satu materi kegiatan yang menarik, menurut kami, adalah kolaborasi puisi. Selama ini kita mengenal musikalisasi puisi dan visualiasi puisi. Tetapi dalam konsep kolaborasi puisi, sebuah bidang seni pertunjukan coba dielaborasi dan dikolaborasi dalam satu pertunjukan yang berangkat dari puisi, yakni seni tari, seni teater, seni rupa, dan seni musik. Sambutan dari seniman-seniman muda seni pertunjukan cukup baik untuk gagasan baru ini. Menurut catatan yang ada pada kami, ini juga pertama kali di Indonesia. Sayangnya, pada tahun-tahun berikutnya tidak bisa dilanjutkan, karena ketiadaan dana. Entahlah di tahun-tahun mendatang.
Pada tahun 2014, di masa akhir kepemimpinan Bapak Rusli Zainal, Dewan Kesenian Riau masih dianggarkan di APBD, Tetapi, dengan berbagai kerumitan yang ada, setelah pergantian Gubernur, anggaran tidak bisa dicairkan.
Pada tahun 2015 kembali dianggarkan, tetapi setelah diurus sedemikian rupa, baru bisa dicairkan pada pertengarah Desember. Oleh karena waktunya yang begitu mepet, para pengurus Dewan Kesenian Riau bersepakat tidak berani mencairkan dana tersebut. Karena tidak mungkin melaksanakan kegiatan dalam waktu yang begitu singkat dan sekaligus membuat pertanggungjawaban.
Pada tahun 2016 kita melihat para pemangku kepentingan lain sedang begitu bergairah melaksakan kegiatan kesenian. Kita senang melihat geliat itu.
***
Dewan Kesenian Riau juga berusaha merangkul sponsor-sponsor dari pihak swasta. Di antaranya untuk penyelenggaraan Konser Orchestra bekerja sama dengan AKMR (Akademi Kesenian Melayu Riau) pada tahun 2014. Konser ini juga diselenggarakan di Anjung Seni Idrus Tintin. Di samping AKMR, dalam konser ini juga menampilkan beberapa kelompok musik lain. Inilah yang menjadi cikal-bakal AKMR Orchestra yang semakin berkibar hingga hari ini. Jika sebelumnya kita hanya tahu dan hanya bisa menikmati Bandar Serai Orchestra (BSO), maka sejak itu di Riau sudah tampil beberapa konser musik orchestra, termasuk yang kemudian dibiayai oleh APBD melalui pemanggu kepentingan lain. Konser yang bekerja sama dengan AKMR tersebut ternyata menjadi inspirasi.
Juga pernik-pernik kegiatan lain yang tidak usahlah disebutkan satu per satu.
***
Itulah di antara beberapa hal yang dapat disampaikan. Sangat disadari masih sangat banyak yang harus dibenahi. Kami berharap kepengurusan Dewan Kesenian Riau mendatang jauh lebih baik lagi.
Izinkan pula kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang selama ini membantu dalam banyak hal, termasuk memberi masukan dan kritikan. Kami yakin semuanya dengan maksud baik agar kita menjadi jauh lebih baik. Kepada Pemerintah Provinsi Riau, tokoh-tokoh seniman dan budayawan, tokoh-tokoh masyarakat, anak-anak muda generasi seniman masa depan, komunitas-komunitas seni yang terus menginspirasi, dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Hanya Allah yang mampu membalas segala budi.
Dari hati yang paling dalam, maafkanlah kami atas segala kekurangan.
***
http://riaupos.co/3293-spesial-masih-tentang-dewan-kesenian-riau.html
Wahyaning wahyu tumelung, tulus tan kena tinegor (wirid hidayat jati, R.Ng. Ronggowarsito)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Label
A Khoirul Anam
A. Khoirul Anam
A. Mustofa Bisri
A. Qorib Hidayatullah
A.C. Andre Tanama
A.D. Zubairi
A.S. Laksana
Abd. Basid
Abdul Aziz
Abdul Aziz Rasjid
Abdul Gaffar
Abdul Hadi W.M.
Abdul Rauf Singkil
Abdul Rosyid
Abdul Salam HS
Abdul Wachid B.S.
Abdullah Alawi
Abdurrahman Wahid
Abidah El Khalieqy
Abimardha Kurniawan
Abu Nawas
Acep Iwan Saidi
Acep Zamzam Noor
Ach. Tirmidzi Munahwan
Achmad Faesol
Adam Chiefni
Adhitya Ramadhan
Adi Mawardi
Adian Husaini
Aditya Ardi N
Ady Amar
Adzka Haniina Al Barri
AF. Tuasikal
Afrizal Malna
Afrizal Qosim
Agama Para Bajingan
Aguk Irawan Mn
Agus Buchori
Agus Fahri Husein
Agus Fathuddin Yusuf
Agus R. Sarjono
Agus Sulton
Agus Sunyoto
AH J Khuzaini
Ahmad Anshori
Ahmad Badrus Sholihin
Ahmad Baso
Ahmad Fatoni
Ahmad Hadidul Fahmi
Ahmad Kekal Hamdani
Ahmad Khotim Muzakka
Ahmad Maltup SA
Ahmad Muchlish Amrin
Ahmad Muhli Junaidi
Ahmad Syafii Maarif
Ahmad Syauqi Sumbawi
Ahmad Tohari
Ahmad Y. Samantho
Ahmad Zaini
Ahmadun Yosi Herfanda
Ainur Rohim
Ajip Rosidi
Akhiriyati Sundari
Akhmad Fatoni
Akhmad Sahal
Akhmad Taufiq
Akhudiat
Alang Khoiruddin
Alang Khoirudin
Ali Audah
Ali Mahmudi CH
Ali Rif’an
Aliansyah
Allamah Syaikh Dalhar
Alvi Puspita
AM Adhy Trisnanto
Ami Herman
Amien Wangsitalaja
Amin Hasan
Aminullah HA Noor
Amir Hamzah
Ammar Machmud
Andri Awan
Anindita S Thayf
Aning Ayu Kusuma
Anjar Nugroho
Anjrah Lelono Broto
Antari Setyowati
Anwar Nuris
Arafat Nur
Ariany Isnamurti
Arie MP Tamba
Arie Yani
Arif Hidayat
Arif Saifudin Yudistira
Arifin Hakim
Arman AZ
Arwan
Asarpin
Asef Umar Fakhruddin
Asep Juanda
Asep S. Bahri
Asep Sambodja
Asep Yayat
Asif Trisnani
Aswab Mahasin
Atiqurrahman
Awalludin GD Mualif
Azizah Hefni
Azwar Nazir
B Kunto Wibisono
Babe Derwan
Badrut Tamam Gaffas
Bale Aksara
Bandung Mawardi
Bastian Zulyeno
Bayu Agustari Adha
Beni Setia
Benny Benke
Berita
Berita Duka
Berthold Damshauser
Binhad Nurrohmat
Brunel University London
Budaya
Budi Darma
Budi Hutasuhut
Budiawan Dwi Santoso
Buku Kritik Sastra
Candra Adikara Irawan
Capres dan Cawapres 2019
Catatan
Cawapres Jokowi
Cerpen
Chairil Anwar
Chairul Abhsar
Chairul Akhmad
Chamim Kohari
CNN Indonesia
Cucuk Espe
Cut Nanda A.
D Zawawi Imron
D. Dudu AR
Dahta Gautama
Damanhuri Zuhri
Damhuri Muhammad
Dami N. Toda
Damiri Mahmud
Danarto
Danuji Ahmad
Dati Wahyuni
Dea Anugrah
Dea Ayu Ragilia
Dede Kurniawan
Dedik Priyanto
Den Rasyidi
Deni Jazuli
Denny JA
Denny Mizhar
Detti Febrina
Dewi Kartika
Dian Sukarno
Dian Wahyu Kusuma
Didi Purwadi
Dien Makmur
Din Saja
Djasepudin
Djauharul Bar
Djoko Pitono
Djoko Saryono
DM Ningsih
Doddy Hidayatullah
Donny Syofyan
Dr Afif Muhammad MA
Dr. Simuh
Dr. Yunasril Ali
Dudi Rustandi
Dwi Fitria
Dwi Pranoto
Dwi Rejeki
Dyah Ratna Meta Novia
E Tryar Dianto
Ecep Heryadi
Edeng Syamsul Ma’arif
Edy A Effendi
Edy Susanto
EH Ismail
Eka Budianta
Ekky Malaky
Eko Israhayu
Ellie R. Noer
Emha Ainun Nadjib
Esai
Esha Tegar Putra
Evi Melyati
Fachry Ali
Fahmi Faqih
Fahrudin Nasrulloh
Faisal Kamandobat
Faizal Af
Fajar Kurnianto
Fanani Rahman
Fatah Yasin Noor
Fathurrahman Karyadi
Fazabinal Alim
Festival Literasi Nusantara
Festival Sastra Gresik
Festival Teater Religi
Forum Santri Nasional
Fuad Mardhatillah UY Tiba
Furqon Lapoa
Fuska Sani Evani
Geger Riyanto
Ghufron
Gola Gong
Grathia Pitaloka
Gugun El-Guyanie
Gus Ahmad Syauqi Ma'ruf Amin
Gus Dur
Gus Muwaffiq
Gusriyono
Gusti Grehenson
H Marjohan
H. Usep Romli H.M.
Habibullah
Hadi Napster
Halimi Zuhdy
Hamdy Salad
Hamid Jabbar
Hamka
Hammam Fathulloh
Hamzah Fansuri
Hamzah Sahal
Hamzah Tualeka Zn
Hanibal W.Y. Wijayanta
Hanum Fitriah
Haris del Hakim
Harri Ash Shiddiqie
Hartono Harimurti
Hary B. Kori’un
Hasan Basri Marwah
Hasnan Bachtiar
Hasyim Asy’ari
Helmy Prasetya
Hendra Makmur
Hepi Andi Bastoni
Heri Listianto
Heri Ruslan
Herry Lamongan
Herry Nurdi
Heru Kurniawan
Hilmi Abedillah
Hotnida Novita Sary
Hudan Hidayat
Husein Muhammad
I Nyoman Suaka
Ibn ‘Arabi (1165-1240)
Ibn Rusyd
Ibnu Sina
Ibnu Wahyudi
Idayati
Ignas Kleden
Ilham Khoiri
Ilham Yusardi
Imadi Daimah Ermasuri
Imam Hamidi Antassalam
Imam Khomeini
Imam Nawawi
Imam Nur Suharno
Imamuddin SA
Iman Budhi Santosa
Imron Nasri
Imron Tohari
Indonesia O’Galelano
Indra Kurniawan
Indra Tjahyadi
Inung As
Irma Safitri
Isbedy Stiawan Z.S.
Istiyah
Iwan Kurniawan
Iwan Nurdaya Djafar
J Sumardianta
Jadid Al Farisy
Jalaluddin
Jalaluddin Rakhmat
Jamal Ma’mur Asmani
Jamaluddin Mohammad
Javed Paul Syatha
Jaya Suprana
Jember Gemar Membaca
Jo Batara Surya
Johan Wahyudi
John Halmahera
Joko Pinurbo
Joko Widodo
Joni Ariadinata
Jual Buku Paket Hemat
Junaidi
Jurnalisme Sastrawi
Jusuf AN
K. Muhamad Hakiki
K.H. A. Azis Masyhuri
K.H. Anwar Manshur
K.H. M. Najib Muhammad
K.H. Ma'ruf Amin
Kabar Pesantren
Kafiyatun Hasya
Kanjeng Tok
Kasnadi
Kazzaini Ks
KH Abdul Ghofur
KH. Irfan Hielmy
Khansa Arifah Adila
Khoirul Anwar
Khoirur Rizal Umami
Khoshshol Fairuz
Kiai Muzajjad
Kiki Mikail
Kitab Dalailul Khoirot
Kodirun
Komunitas Deo Gratias
Koskow
Kritik Sastra
Kurniawan
Kurtubi
Kuswaidi Syafi’ie
Kyai Maimun Zubair
Lan Fang
Larung Sastra
Leila S. Chudori
Linda S Priyatna
Linda Sarmili
Liza Wahyuninto
Lukisan Potret K.H. Hasyim Asy'ari karya Rengga AP
Lukman Asya
Lukman Santoso Az
M Arif Rohman Hakim
M Hari Atmoko
M Ismail
M Thobroni
M. Adnan Amal
M. Al Mustafad
M. Arwan Hamidi
M. Bashori Muchsin
M. Faizi
M. Hadi Bashori
M. Harir Muzakki
M. Kanzul Fikri
M. Mustafied
M. Nurdin
M. Yoesoef
M. Yunis
M.D. Atmaja
M.H. Abid
M.Harir Muzakki
M.S. Nugroho
M.Si
M’Shoe
Mahamuda
Mahdi Idris
Mahendra Cipta
Mahmud Jauhari Ali
Mahrus eL-Mawa
Mahwi Air Tawar
Malkan Junaidi
Maman S. Mahayana
Mansur Muhammad
Marhalim Zaini
Maria Hartiningsih
Marjohan
Marsudi Fitro Wibowo
Martin van Bruinessen
Marzuki Wahid
Marzuzak SY
Masduri
Mashuri
Masjid Kordoba
Masuki M. Astro
Matroni
Matroni el-Moezany
Matroni Muserang
Mbah Dalhar
Membongkar Mitos Kesusastraan Indonesia
MG. Sungatno
Mh Zaelani Tammaka
Miftahul Ulum
Mila Novita
Mochtar Lubis
Moh. Ghufron Cholid
Mohamad Salim Aljufri
Mohammad Kh. Azad
Mohammad Yamin
Muh. Khamdan
Muhajir Arrosyid
Muhammad Abdullah
Muhammad Affan Adzim
Muhammad Al-Fayyadl
Muhammad Ali Fakih AR
Muhammad Amin
Muhammad Anta Kusuma
Muhammad Ghannoe
Muhammad Idrus Djoge
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Kosim
Muhammad Muhibbuddin
Muhammad Mukhlisin
Muhammad Quraish Shihab
Muhammad Subhan
Muhammad Wava Al-Hasani
Muhammad Yasir
Muhammad Yuanda Zara
Muhammad Zuriat Fadil
Muhammadun AS
Muhyiddin
Mujtahid
Muktamar Sastra
Mulyadi SA
Munawar A. Djalil
Munawir Aziz
Musa Ismail
Musa Zainuddin
Muslim
Mustafa Ismail
Mustami’ tanpa Nama
Mustofa W Hasyim
Musyafak
Myrna Ratna
N. Mursidi
Nasaruddin Umar
Nashih Nashrullah
Naskah Teater
Nasruli Chusna
Nasrullah Thaleb
Nelson Alwi
Nevatuhella
Ngarto Februana
Nidia Zuraya
Ninuk Mardiana Pambudy
Nita Zakiyah
Nizar Qabbani
Nova Burhanuddin
Noval Jubbek
Nu’man ’Zeus’ Anggara
Nur Fauzan Ahmad
Nur Wahid
Nurcholish
Nurel Javissyarqi
Nuruddin Al Indunissy
Nurul Anam
Orasi Budaya
Pangeran Diponegoro
Parimono V / 40 Plandi Jombang
PC. Lesbumi NU Babat
PDS H.B. Jassin
Pesantren Tebuireng
Pidato
Politik
Pondok Pesantren Al-Madienah
Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang
PonPes Ali bin Abi Thalib Kota Tidore Kepulauan
Pramoedya Ananta Toer
Prof. Dr. Nur Syam
Profil Ma'ruf Amin
Prosa
Puisi
Puji Hartanto
Puji Santosa
Pungkit Wijaya
Purwanto
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin
PUstaka puJAngga
Putera Maunaba
Putu Fajar Arcana
R. Ng. Ronggowarsito
Radhar Panca Dahana
Raedu Basha
Rahmat Sudirman
Rahmat Sularso Nh
Rakai Lukman
Rakhmat Giryadi
Rakhmat Nur Hakim
Ramadhan Alyafi
Rameli Agam
Rasanrasan Boengaketji
Ratnaislamiati
Raudal Tanjung Banua
Reni Susanti
Resensi
Restoe Prawironegoro Ibrahim
Retno HY
Riadi Ngasiran
Ribut Wijoto
Ridwan Munawwar
Rinto Andriono
Risa Umami
Riyadhus Shalihin
Riza Multazam Luthfy
Robin Al Kautsar
Rodli TL
Rohman Abdullah
S Yoga
S. Jai
S.W. Teofani
Sabrank Suparno
Sahaya Santayana
Saifuddin Syadiri
Saifudin
Saiful Amin Ghofur
Sainul Hermawan
Sajak
Salahuddin Wahid
Salamet Wahedi
Salman Faris
Salman Rusydie Anwar
Samsudin Adlawi
Sandiaga Uno
Sanggar Pasir
Sapardi Djoko Damono
Sartika Dian Nuraini
Sastra Pesantren
Sastrawan Pujangga Baru
Satmoko Budi Santoso
Satriwan
Sejarah
Sekolah Literasi Gratis (SLG)
SelaSastra Boenga Ketjil
Sihar Ramses Simatupang
Sinopsis
Siswanto
Siswoyo
Sita Planasari A
Siti Muyassarotul Hafidzoh
Siti Sa’adah
Siwi Dwi Saputro
Slavoj Zizek
Snouck Hugronje
Sobih Adnan
Sofyan RH. Zaid
Soni Farid Maulana
St Sularto
Suci Ayu Latifah
Sufyan al Jawi
Sugiarta Sriwibawa
Sulaiman Djaya
Sundari
Sungatno
Sunu Wasono
Surya Lesmana
Suryadi
Suryanto Sastroatmodjo
Susianna
Susringah
Sutan Iwan Soekri Munaf
Sutan Takdir Alisjahbana
Sutardi
Sutardji Calzoum Bachri
Sutejo
Suyanto
Syaiful Amin
Syaifullah Amin
Syarif Hidayat Santoso
Syeikh Abdul Maalik
Syeikh Muhammad Nawawi
Syekh Abdurrahman Shiddiq
Syekh Sulaiman al Jazuli
Syi'ir
Taufiq Ismail
Taufiq Wr. Hidayat
Teguh Winarsho AS
Temu Penyair Timur Jawa
Tengsoe Tjahjono
Theresia Purbandini
Tiar Anwar Bachtiar
Tjahjono Widijanto
Tok Pulau Manis
Toko Buku PUstaka puJAngga
Tu-ngang Iskandar
Turita Indah Setyani
Umar Fauzi Ballah
Uniawati
Universitas Indonesia
Universitas Jember
Usep Romli H.M.
Usman Arrumy
UU Hamidy
Viddy AD Daery
Virdika Rizky Utama
W.S. Rendra
Wa Ode Zainab Zilullah Toresano
Wahyu Aji
Walid Syaikhun
Wan Mohd. Shaghir Abdullah
Warung Boengaketjil
Wawan Eko Yulianto
Wawancara
Welly Adi Tirta
Wiwik Hastuti
Wiwik Hidayati
Wong Fei Hung
Y Alpriyanti
Yanti Mulatsih
Yanuar Widodo
Yanuar Yachya
Yayuk Widiati
Yeni Ratnaningsih
Yohanes Sehandi
Yopi Setia Umbara
Yosi M Giri
Yudhi Fachrudin
Yudi Latif
Yusi Avianto Pareanom
Yusri Fajar
Yusuf Suharto
Zaenal Abidin Riam
Zainal Arifin Thoha
Zainuddin Sugendal
Zakki Amali
Zehan Zareez
Tidak ada komentar:
Posting Komentar